Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kisah Kapal Pesiar Buruan FBI yang Berakhir di Tangan Bareskrim
1 Maret 2018 8:15 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Sebuah kapal mewah senilai Rp 3 triliun yang menjadi incaran FBI selama 4 tahun berhasil diamankan oleh Dirtipid Eksus Bareskrim Polri di Benoa, Bali, Rabu (28/2). Kapal tersebut merupakan hasil kejahatan pencucian uang yang masuk dalam sistem keuangan AS.
ADVERTISEMENT
Awalnya, FBI mengirimkan surat pada 21 Februari 2018 untuk meminta bantuan kepada Kepolisian Indonesia. Sebab, kapal mewah yang diberi nama Equanimity itu, diketahui sempat pelesiran ke beberapa spot perairan yang menarik di wilayah Indonesia.
Dirtipid Eksus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengungkapkan pengadilan AS sendiri telah menerbitkan seizure warrant atas permintaan FBI untuk melakukan pencarian dan penyitaan terhadap Equanimity.
"Saat ini penyidik sedang melakukan pemeriksaan dokumen dan kru kapal serta proses identifikasi forensik terhadap sistem kapal pesiar tersebut, hal ini untuk mengetahui rekam jejak kapal termasuk di wilayah mana saja," beber Agung melalui keterangan tertulisnya, Rabu (28/2).
Kapal ini sendiri diduga berkaitan dengan penyelidikan korupsi terkait dana negara Malaysia, 1Malaysia Development Berhad (1MDB). Dana tersebut, kemudian masuk dalam sistem keuangan USA lalu digunakan untuk membeli Equanimity.
ADVERTISEMENT
"Kepolisian Amerika telah menetapkan tersangkanya. Dan saat mengejar hasil kejahatannya ada di Indonesia. Jadi FBI Amerika melakukan joint investigation dengan Bareskrim. Bareskrim membantu, lokasi di Benoa Bali," tutur Agung.
Meski demikian, Agung belum bisa mengungkapkan siapa pemilik kapal tersebut. Sebab, saat ini kasus tersebut masih dalam proses penyidikan dari FBI.
"FBI yang lebih mendalami dan melakukan itu. Sehingga kalau sekarang dia perlu bekerja sama dengan kita, karena dalam case ini tentunya aset money laundering kapal ini menjadi penting untuk dicari dan ditemukan," imbuh dia.
Kapal tersebut kemudian digunakan untuk bepergian ke sejumlah tempat, termasuk saat pelesir ke perairan Indonesia. Di antaranya, Sorong, Raja Ampat, NTT, NTB, Bali, dan Maluku. Namun, menurut Agung perjalanan tersebut bukan merupakan bagian dari tindak pidana pencucian uang yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Itu hanya obyek wisata saja yang menjadi sasaran bagi orang-orang yang cukup punya uang. Sehingga menggunakan kapal yang sangat mewah ini, sehingga bisa melihat di sana. Jadi tempat-tempat yang disinggahi adalah tempat-tempat mereka berwisata tadi, mencari destinasi yang baik," ujar Agung di kantornya, Kompleks Gedung KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (28/2).
Saat ini, pihak kepolisian masih terus berdiskusi dan berkoordinasi dengan FBI terkait tindak lanjut yang akan dilakukan usai mengamankan kapal tersebut. Pihaknya juga tengah berdiskusi, apakah kasus tersebut akan dibawa ke pengadilan Indonesia atau Amerika.
"Saya rasa itu yang kita akan pilih yang terbaik untuk supaya kasus ini menjadi lebih, bisa mengungkap kasus yang lain," ucap Agung.
Agung menjelaskan, penyidik dalam melakukan penyitaan tersebut berdasarkan Pasal 2 Ayat 1 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang menyebutkan tindak pidana tersebut bisa terjadi di wilayah Negara RI maupun di luar wilayah NKRI, dan tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana menurut hukum di Indonesia.
ADVERTISEMENT