news-card-video
12 Ramadhan 1446 HRabu, 12 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Kisah Ketaatan Nabi Ibrahim yang Rela Menyembelih Sang Anak

11 Agustus 2019 5:43 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Masjid. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Masjid. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Minggu (11/8), umat islam merayakan Hari Raya Idul Adha. Momen yang amat bersejarah bagi seorang muslim. Idul Adha mengingatkan kita pada penggalan kisah Nabi Ibrahim yang mendapat mimpi yang tak ia duga.
Al-Quran menceritakan, dalam mimpi tersebut, Ibrahim menyembelih anaknya, Ismail. Ibrahim kaget bukan main. Hatinya bergetar, ia mencoba bercerita dan bertanya kepada sang anak soal mimpinya tersebut.
Ismail kemudian menjawab pertanyaan sang ayah. Ibrahim tak menyangka, jawaban anak kesayangannya itu begitu ikhlas.
Di suatu tempat di padang pasir dan di atas teriknya matahari, Ibrahim berjalan bersama anaknya. Langkah kakinya terasa berat, mencoba ikhlas merelakan anak kesayangannya dikurbankan.
ADVERTISEMENT
Langkahnya kemudian terhenti, Ibrahim lalu membaringkan anaknya, menatap Ismail AS sebelum ia melaksanakan perintah Tuhannya. Pisau telah diambil, digenggamnya begitu kuat. Tangannya siap menyembelih leher Ismail.
Kepada Ibrahim, Allah tiba-tiba berkata:
Ilustrasi Alquran Foto: Pexels
Kepada kumparan, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam menjelaskan inti dari penggalan ayat tersebut. Niam menjelaskan Ibrahim dan Ismail merupakan salah satu contoh sosok yang telah mencapai puncak ketaatan seorang hamba kepada Tuhan.
ADVERTISEMENT
"Ini gambaran sempurna betapa Ibrahim dan Ismail adalah dua yang sangat tunduk kepada Allah, perpaduan cinta makhluk dan ketaatan kepada Khaliq secara sempurna," kata Niam, Sabtu (10/8).
Niam mengatakan, perintah yang didapat Ibrahim tersebut coba disampaikan kepada sang anak dengan baik. Ibrahim berbicara kepada Ismail dengan tenang tanpa menimbulkan rasa takut di dalam hati Ismail.
"Sekalipun ia tahu bahwa mimpinya tersebut merupakan wahyu dan perintah dari Allah, tapi ia menyampaikan perintah itu dengan tenang dan dialogis. Ibrahim tidak gusar dan tidak memaksa, tidak mengancam, dan tidak menciptakan rasa takut pada sang anak," kata Niam.
Maadzaa taraa…Apa pendapatmu, nak ?' Ibrahim tidak menghardik dan memerintah, meskipun ia seorang ayah yang memiliki otoritas untuk melakukannya," terangnya.
Ilustrasi melaksakan ibadah salat. Foto: Pixabay
Dengan kata lain, Niam menyebut, Ibrahim telah menjalankan komunikasi yang baik antara ayah dengan anak. Hal tersebut disampaikannya lewat kata-kata yang baik-baik.
ADVERTISEMENT
"Meski tahu itu adalah wahyu, Ibrahim tetap berkomunikasi secara baik dengan sang anak. Sebutan “ya bunayya” adalah panggilan kasih sayang yang menunjukkan cinta kasih dan kedekatan ayah – anak," kata Niam.
Umat islam menyadari, ujian yang diterima Ibrahim merupakan ujian yang terberat. Namun, Ibrahim ikhlas berusaha menjalankan perintah Allah. Ketaatan Ibrahim, kata Niam merupakan tingkat ketaatan paling tinggi yang pernah dicapai seorang manusia.
"Ibrahim berada dalam puncak ujian, untuk mengorbankan anak yang sangat lama dia nantikan kehadirannya. Ujian ketaatan kepada Allah SWT setelah memperoleh apa yang kita harapkan. Lama penantian, dalam usia lanjut, Nabi Ibrahim akhirnya dikaruniai anak bernama Ismail," kata Niam.
"Kita bisa bayangkan betapa sayang dan cintanya sosok Ibrahim terhadap anak yang dinanti-nantinya. Kala Ismail menginjak usia remaja, ada perintah Allah SWT kepada Ibrahim aang ayah, untuk menyembelih putra kesayangannya. Ini adalah puncak ujian, dengan melakukan puncak pengorbanan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT