Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Kisah Korban Tsunami Aceh: 18 Tahun Berlalu, Luka Itu Belum Pulih
26 Desember 2022 12:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Lantunan surat Yasin dan zikir terus mengalir tanpa henti di atas tanah kuburan massal Siron, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, sejak pagi tadi. Tepat 18 tahun silam, sekitar 40 ribu lebih korban tsunami Aceh terkubur di tanah ini.
ADVERTISEMENT
Peringatan 18 tahun tsunami Aceh kali ini terpusat di kuburan massal Siron. Sejak Senin (26/12) pagi para peziarah dari berbagai daerah terus berdatangan sembari membawa bunga dan air.
Dari atas panggung utama, lantunan salawat terus dikumandangkan sambil diikuti oleh para peziarah. Sementara di atas tanah lapang tempat peristirahatan para syuhada, suara-suara tangisan kecil pecah.
Para peziarah tak kuasa menahan tangis mengingat bencana alam 2004 silam yang telah merenggut 230 ribu lebih nyawa manusia. Bahkan, tak sedikit dari mereka hingga saat ini belum menemukan dan mengetahui di mana jasad keluarganya berada.
Seperti dirasakan Saifannur (33), warga asal Kampung Jawa, Banda Aceh. Hingga saat ini ia belum mengetahui di mana keluarganya dikuburkan, 18 tahun lalu seluruh anggota keluarganya hilang dalam gulungan gelombang tsunami.
ADVERTISEMENT
“Cuma saya sendiri yang selamat, seluruh anggota keluarga ada delapan orang mulai dari orang tua, kakak, dan adik saya sudah tidak ada lagi,” kenangnya sembari meneteskan air mata.
Saifannur menceritakan, setiap tahunnya ia bersama sang istri dan anak selalu mengunjungi kuburan massal yang ada di Kota Banda Aceh. Mulai dari kuburan massal di Kampung Jawa, Ulee Lheu, hingga terakhir ke kuburan massal Siron.
“Saya belum pernah menemukan di mana jasad dan dikuburkannya keluarga saya, karena itu setiap tahun saya selalu berziarah ke setiap kuburan massal ini,” tuturnya.
ADVERTISEMENT
“Kalau bicara luka, masih luka dan sedih sekali, apalagi saya belum pernah menemukan keluarga saya. Tapi saya berharap kepada anak saya dan anak-anak lainnya agar bisa mengambil pelajaran atas bencana tsunami 18 tahun lalu,” tuturnya.
Hal sama juga diutarakan Rosmiati (53), warga Panteriek Banda Aceh yang kehilangan anak laki-laki tercintanya dan sampai saat ini belum mengetahui di mana jasad sang anak berada.
“Sudah 18 tahun anak saya, bapak saya, kakak saya, semua sudah tidak ada lagi, tidak pulang selama-lamanya,” katanya.
Saban tahun, Rosmiati selalu berziarah ke kuburan massal Siron, dia meyakini keluarganya telah beristirahat di sana.
“Saya percaya mereka dikuburkan di sini (kuburan massal Siron), sedih sekali anak laki-laki saya sudah tidak ada lagi,” ucapnya sambil menangis.
ADVERTISEMENT
Momentum peringatan 18 tahun Tsunami Aceh kali ini dipusatkan di Kuburan Massal Siron. Serangkaian acara dalam di antaranya tafakur, zikir dan selawat, santunan anak yatim, ziarah, serta tausiah dan doa bersama.
Bangkit Lebih Kuat, Bangun Budaya Sadar Bencana
Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab didapuk mengisi tausiah dan doa bersama. Sedangkan zikir dan selawat dipandu oleh Pimpinan Pesantren Darul Mujahiddin Lhokseumawe, Tgk Muslim At Thahiri.
Peringatan 18 tahun tsunami kali ini mengusung tema “Bangkit Lebih Kuat, Bangun Budaya Sadar Bencana”.
“Isi tema tersebut sebagai bentuk upaya pemerintah mengajak masyarakat agar senantiasa bersemangat dalam bertransformasi dan bangkit dalam membangun budaya sadar bencana,” kata Kadisbudpar Aceh, Almuniza.
Ia menilai, peringatan tsunami yang dihelat saban tahun merupakan salah satu upaya Pemerintah Aceh untuk mengedukasi generasi penerus bangsa agar selalu siaga terhadap bencana.
ADVERTISEMENT
“Masyarakat Aceh harus selalu membangun budaya sadar bencana dalam upaya mengantisipasi kejadian-kejadian yang mungkin terjadi di masa depan. Intinya, edukasi tetap menjadi poin utama dalam setiap tahun peringatan tsunami,” sebut Almuniza.
Momentum peringatan tsunami, diharapkan menjadi renungan bagi masyarakat Aceh sebagai media pembelajaran dan memperkuat keimanan kepada Allah SWT.
“Kita juga harus sadar terhadap fenomena alam dan mengajarkannya kepada generasi mendatang, karena mencegah bencana alam tentu tidak bisa, tapi mengurangi risikonya pasti bisa kita lakukan bersama-sama dengan semangat berkolaborasi,” pungkasnya.