Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Kisah Marno dan Slamet Pengayuh Becak di Jakarta: Pantang Meminta di Usia Renta
22 April 2025 12:10 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Pengendara ojek online (ojol) siang ini tampak hilir mudik membonceng penumpang dan mengantarkan barang pesanan ke tempat tujuan. Sesekali, mereka menarik laju motornya dengan kencang agar segera tiba di tempat yang dituju.
ADVERTISEMENT
Namun hal tersebut berbeda jauh dengan pemandangan di sampingnya. Napas Marno (74) tersengal-sengal mengayuh becak yang sudah reyot. Padahal, kursi penumpang di becaknya tak ada yang mengisi.
Setelah melaju beberapa saat, Marno lalu menepikan becaknya di pinggir jalan. Di sana, dia mengelap wajah menggunakan lap yang sudah lusuh kemudian menenggak air minum, lalu melamun memandang lalu lalang kendaraan.
"Sekarang mah sulit. Kalah sama ojol. Udah kalah semua," kata dia ketika ditemui di pasar kawasan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, pada Selasa (22/4).
Marno mengaku sudah mulai menarik becak sejak tahun 1955. Ketika itu, dia mangkal di sekitaran Harmoni atau Stasiun Senen dan memperoleh pendapatan yang cukup besar. Kini dalam sehari terkadang tak ada penumpang yang menggunakan jasanya. Maksimal, dia hanya mendapat uang Rp 40 ribu.
ADVERTISEMENT
"Kadang nggak ada," keluhnya.
Usai ditinggal mati oleh istri dan tak lagi berkomunikasi dengan anaknya yang ada di Pekalongan, Marno hidup telantar di Jakarta. Dia tak memiliki tempat tinggal tetap. Terkadang ia tidur di halaman minimarket atau masjid.
"Yang penting kita jujur dan benar. Itu aja pegangan hidup saya," ujar dia.
Meski hidup serba kekurangan di usianya yang sudah renta, Marno enggan meminta-minta. Dia masih memiliki harapan agar dapat hidup lebih baik dan layak. Kini, dia sedang menabung untuk beralih pekerjaan menjadi pedagang makanan.
"Saya penginnya pindah haluan, pengin dagang ayam goreng atau bakar," kata dia.
Hal senada dikatakan oleh Slamet (80). Dia mengaku pendapatannya mengayuh becak jauh menurun sejak adanya transportasi online. Dia hanya mendapatkan keuntungan Rp 20 ribu tiap hari usai menarik becak sejak subuh hingga siang.
ADVERTISEMENT
"Saya dari subuh, udah Zuhur udah. Gak diforsir. Kalau gak ada sekarang, ya udah besok nyari lagi. Asal ada buat beli beras aja seliter," ujar dia.
Senasib dengan Marno, Slamet juga hidup sebatang kara di Jakarta. Dia mengaku sudah tak mendapat kiriman uang dari anaknya yang tinggal di Bogor dan Cengkareng. Meskipun begitu, dia pantang untuk mengemis ke orang lain.
"Saya pantang meminta," kata dia.