Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Masjid Baiturrahim yang Selamat dari Amukan Tsunami Aceh
12 Oktober 2018 13:32 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
ADVERTISEMENT
Provinsi Aceh porak poranda usai diterpa gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Kawasan pesisir pantai Ulee Lheu, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, menjadi salah satu lokasi terparah. Tsunami menyapu seluruh permukiman warga hingga rata dengan tanah.
ADVERTISEMENT
Satu-satunya bangunan tersisa adalah Masjid Baiturrahim , padahal letaknya hanya terpaut sekitar 300 meter dari bibir pantai. Empat dusun di wilayah itu hilang ditelan gelombang, dengan 6 ribu penduduk di dalam dan sekitarnya menjadi korban.
Masjid ini menarik perhatian karena masih bisa berdiri tegak, sementara bangunan di sekitarnya rata dengan tanah. Meski masih berdiri kokoh, masjid ini sempat ditelan tsunami. Air masuk ke dalam masjid hingga ketinggian 20 meter.
Pengurus masjid Baiturrahim, Muliadi (41), menceritakan setelah gempa 9,1 magnitudo, gelombang tsunami menerpa daratan hingga tiga kali. Namun di dalam masjid ini hanya 9 orang yang selamat setelah naik ke pucuk masjid.
“Banyak warga yang masuk ke masjid, mereka sempat berusaha berenang karena air di dalam masjid kala itu cukup tenang. Namun saat gelombang tsunami ketiga kalinya, warga terseret arus. Mereka yang naik pancal masjid berhasil selamat,” kata Muliadi saat ditemui kumparan.
Di dalam masjid tidak ada jenazah yang tersangkut. Hanya jasad seorang perempuan tua ditemukan di pojok bangunan. Kawasan Ulee Lheu dulunya rata dengan tanah, hanya masjid dan rumah Pak Imam di sampingnya yang selamat.
ADVERTISEMENT
Muliadi mengatakan, salah seorang yang selamat di pucuk masjid itu adalah adiknya sendiri. Jarak rumah mereka dengan masjid tidak terlalu jauh, sehingga saat tsunami datang adiknya menyelamatkan diri ke atas masjid.
“Rumah rata dengan tanah, yang selamat cuma saya dengan adik. Sedangkan orang tua dan tiga adik saya lainnya meninggal dunia,” ungkapnya.
Kata Muliadi, bangunan masjid Baiturrahim mengalami kerusakan sekitar 20 persen di sisi samping dan belakang. Kerusakan ini sudah diperbaiki sehingga tak lagi terlihat.
“Konstruksi masjid ini dibangun dulunya tanpa rangka besi dan tulang penyangga. Kenapa masjid ini tidak roboh, itu sudah kuasa Tuhan. Sekarang jarak masjid dengan pantai sudah semakin dekat hanya 60 meter dari pantai,” ucapnya.
Masjid Baiturrahim atau warga sering menyebutnya masjid Ulee Lheu ini merupakan salah satu masjid bersejarah peninggalan Sultan Aceh pada abad ke-17. Pada masa itu, Masjid Baiturrahim bernama Masjid Jami’ Ulee Lheu. Namun pada tahun 1873, ketika Masjid Raya Baiturrahman dibakar Belanda, semua jemaah masjid terpaksa melakukan salat Jumat di masjid Ulee Lheu.
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu masjid ini berganti nama menjadi Masjid Baiturrahim. Dulunya bangunan masjid ini terbuat dari kayu, kemudian tahun 1922 pemerintah Hindia Belanda membangun Masjid Baiturrahim dengan material permanen berarsitektur Eropa dan memiliki kaligrafi ejaan Arab Jawi. Namun demikian, masjid ini tidak berkubah layaknya masjid lainnya.
Masjid Baiturrahim berada di sudut kota Banda Aceh, tepatnya di kawasan pantai Ulee Lheu, kecamatan Meraxa. Merupakan masjid kedua paling banyak dikunjungin wisatawan setelah masjid Raya Baiturrahman.
Simak selengkapnya konten spesial dalam topik Yang Kokoh Diterjang Tsunami.