Kisah Mbah Asri, Penjaga Makam Korban Letusan Gunung Krakatau 1883

26 April 2022 12:17 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mbah Asri seorang nenek berusia 95 tahun di Desa Muruy Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang, Banten, kini menjaga dan merawat makam korban letusan Gunung Krakatau tahun 1883 yang mengakibatkan terjadi gelombang tsunami. Foto: Mansur/HO ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Mbah Asri seorang nenek berusia 95 tahun di Desa Muruy Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang, Banten, kini menjaga dan merawat makam korban letusan Gunung Krakatau tahun 1883 yang mengakibatkan terjadi gelombang tsunami. Foto: Mansur/HO ANTARA
ADVERTISEMENT
Mbah Asri seorang nenek berusia 95 tahun masih terus berupaya membersihkan makam di Desa Muruy Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, tiap hari. Makam-makam ini adalah peristirahatan terakhir para korban letusan Gunung Krakatau 1883.
ADVERTISEMENT
Bencana letusan Gunung Krakatau yang diikuti tsunami pada masa itu telah menimbulkan korban jiwa sekitar 36 ribu warga pesisir Pantai Banten dan Lampung.
Bencana Gunung Krakatau itu juga menyebabkan banyak korban meninggal dunia di lokasi pengungsian di Desa Muruy Kecamatan Menes yang menjadi bukti sejarah. Mbah Asri adalah penjaga makam, yang tiap hari menyapu atau sekadar memotongi tumbuhan liar di sana.
Kawasan pemakaman korban letusan Gunung Krakatau itu hingga kini masih utuh yang ditandai dengan bebatuan. Diperkirakan pengungsi korban Gunung Krakatau di Desa Muruy puluhan orang meninggal dan kebanyakan warga Caringin, Labuan.
"Kami setiap hari membersihkan dan merawat makam korban Gunung Krakatau dengan menyapu, " kata Mbah Asri di Pandeglang dikutip dari Antara, Selasa (25/4).
ADVERTISEMENT
Mbah Asri warga asli Muruy mengurus dan merawat makam seluas 1.000 meter persegi itu kebanyakan korban Gunung Krakatau juga sebagian lainnya warga setempat.
Merawat dan menjaga pemakaman itu dengan ikhlas tanpa imbalan, karena merupakan bagian sejarah.
Namun ia menyebut makam-makam itu tidak pernah lagi dikunjungi sanak keluarganya untuk berziarah. Baik saat Ramadhan maupun menjelang Idul Fitri.
"Letusan Gunung Krakatau cukup dahsyat dan jangan sampai kembali terjadi bencana," katanya.
Masyarakat setempat tidak mengharapkan bencana tsunami di sekitar pantai Carita, Labuan, Panimbang hingga Sumur yang terjadi pada 2018 longsoran Gunung Anak Krakatau cukup terakhir.
"Kami berharap saat ini status Gunung Anak Krakatau Siaga Level III tidak menimbulkan bencana, " katanya menjelaskan.