Kisah Okta Dampingi Orang Tua PDP Corona Jalani Perawatan di RS hingga Sembuh

23 Juli 2020 13:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi corona. Foto: Maulana Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Oktavia Manarung (35), warga Cengkareng, Jakarta Barat, membagikan pengalaman merawat kedua orang tuanya saat menjalani perawatan di rumah sakit hingga akhirnya bisa sembuh dari PDP corona.
ADVERTISEMENT
Kehidupan normal Okta berubah saat harus mendampingi kedua orang tuanya yang menjadi pasien PDP COVID-19. Lewat akun pribadinya di media sosial Twitter (21/7), cerita yang dibagikan oleh Okta itu menjadi viral.
Awal kisahnya dimulai ketika sang ibunda didiagnosa radang paru-paru atau pneumonia sedangkan sang ayah ditetapkan sebagai PDP berat dengan kondisi paru-paru yang 70% memutih.
Ibu Okta menunjukkan gejala batuk dan demam pada pertengahan Maret, setelah 2 hari sebelumnya melakukan perjalanan wisata bersama kelompok gereja. Setelah diperiksakan ke Rumah Sakit Hermina, Ibu Okta didiagnosa radang paru-paru dan harus diberi tindakan sesuai protokol pasien COVID-19.
"Saya sudah menduga batuk ibu kencang dan ada sesak, tapi tetap percaya sama langkah yang diambil pihak RS. Siang itu juga, Ibu dipindah ke ruang isolasi. Ibu saya sempat nangis dan bertanya, 'Mama mau dibawa ke mana?" kata Okta.
ADVERTISEMENT
Pada 24 Maret, Ibu Okta dipindahkan ke RS Wisma Atlet untuk perawatan lebih intensif. RS Wisma Atlet yang saat itu belum lama dibuka, dirasa Okta belum memiliki prosedur yang tertata sehingga prosedur perawatan masih agak terkendala.
Meski begitu, pelayanan dari tenaga medis yang ramah dan sabar membuat Okta dan keluarga optimistis untuk tetap menjalankan tahapan pemeriksaan di sana.
"Saya masih ingat betul dr Max, dibalik APD google glassnya yang berembun, masih bisa saya lihat bagaimana matanya dengan sabar menjelaskan bahwa persiapan masih dilakukan di setiap kamar," ungkapnya.
Selang satu minggu, ayah Okta mulai menunjukkan gejala yang sama, yakni sesak napas. Okta segera membawa ayahnya ke Rumah Sakit Hermina untuk mendapat perawatan.
ADVERTISEMENT
Begitu masuk isolasi UGD, ayah Okta langsung didaftarkan untuk pemeriksaan swab. Sambil menunggu hasil swab keluar, RS memberlakukan protokol tindakan sebagai pasien positif corona.
"Ngga tega lihat Bapak kalau inget situasi di UGD waktu itu. Hari kedua rontgen paru lagi dan parunya makin berembun. Lalu oleh dokter ditetapkan sebagai PDP berat, dan akan dicarikan rujukan RS tapi harapan tipis," ungkapnya.
Anak kedua dari tiga bersaudara itu harus bergantian menjaga kedua orang tuanya yang diisolasi di rumah sakit yang berbeda. Sebagai karyawan swasta dan bekerja dalam sistem WFH, Okta selalu memantau perkembangan kedua orang tuanya, yang meskipun diisolasi tetap minta ditemani dari balik ruang isolasi.
Kini setiap Okta mengingat kejadian itu, dia sadar jika tindakan rumah sakit yang selalu mengedepankan protokol itu sangat menolong ayah dan ibunya. Meski hasil swab akhirnya menyatakan negatif.
ADVERTISEMENT
Setelah 10 hari isolasi, ayah Okta diperbolehkan melakukan isolasi di rumah dan menjalani pemeriksaan rutin ke RS. Sementara itu ibunya ikut diisolasi dirumahkan setelah 25 hari isolasi di RS Wisma Atlet.
Kini kedua orang tua Okta telah melepas status Pasien dalam Pengawasan (PDP) COVID-19 dan dinyatakan sembuh.

Menepis Hoaks tentang COVID-19 dengan Pengalaman Pribadi

Okta mengaku, hatinya tergerak untuk menulis kisahnya di media sosial karena perasaan lelah dengan beragam misinformasi, termasuk dengan tuduhan kepada tenaga medis yang ingin meraup keuntungan semata.
"Tersebar hoaks soal RS yang mengurus pasien COVID-19, saya ingin mengambil giliran untuk mengapresiasi mereka, dari cerita pribadi saat menangani ayah dan ibu saya di RS Hermina Jatidera dan RS Darurat Wisma Atlet. Kalau diingat lagi betapa bersyukurnya Tuhan kasih pertolongan kepada orang tua saya lewat tangan-tangan tim nakes di RS," ungkapnya kepada kumparan, Kamis (23/7).
ADVERTISEMENT
Menurut Okta, tindakan rumah sakit yang secara sigap memberlakukan protokol pasien COVID-19 kepada kedua orang tuanya tanpa menunggu hasil swab test adalah tindakan yang tepat. Jika terlambat atau tidak diberi penanganan serupa, justru akan semakin sulit ditangani dan menambah gejala lain yang tidak mereka inginkan.
"Di tengah kondisi ini, sangat disayangkan justru media sosial ramai dengan misinformasi yang tidak membantu malah jadi makin simpang siur. Banyak masyarakat denial akan keberadaan COVID-19 ini. Isunya dibawa ke mana-mana, akhirnya persoalan utamanya: jumlah pasien yang terus bertambah, jadi kelihatan cuma angka-angka biasa," tuturnya.
Okta berharap masyarakat mulai beradaptasi dengan kondisi dan kebiasaan baru yang terjadi di semua lini kehidupan, termasuk pada protokol pasien di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Dengan dilonggarkannya berbagai aturan, masyarakat juga tetap mengikuti protokol kesehatan demi mengurangi penularan.
Pemerintah juga harus lebih sigap bertindak dengan memperbanyak test swab kepada masyarakat dengan hasil yang lebih akurat dan cepat.
"Walaupun akhirnya happy ending, tapi hari-hari menjalaninya tidak happy sama sekali. Sebagai keluarga yang pendamping PDP berat banget rasanya. Jadi jangan abai, jangan kepedean kalau ga bakal terinfeksi atau kalau kena pasti sembuh. Justru harus melakukan pencegahan dan saling menjaga satu sama lain," pungkasnya.
****
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)