Kisah Orang-orang Bertahan Hidup di Pameran Foto 'Sing Penting Madhang'

2 Mei 2025 10:52 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengunjung mengamati karya foto pada pameran foto 'Sing Penting Madhang' di Gallery Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (1/5/2025) malam. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengunjung mengamati karya foto pada pameran foto 'Sing Penting Madhang' di Gallery Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (1/5/2025) malam. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebanyak 126 karya foto bidikan 25 anggota Pewarta Foto Indonesia (PFI) Yogyakarta dipamerkan di Gallery Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM) mulai 1-8 Mei 2025.
ADVERTISEMENT
Bertajuk 'Sing Penting Madhang' yang dalam bahasa Indonesia berarti 'yang penting makan', pameran ini tak sesederhana tema yang diusung.
Kompleksitas kehidupan manusia terekam melalui rana kamera para pewarta foto. Bagaimana manusia bertahan hidup serta orang-orang bergerak menghadapi tantangan zaman.
Pameran ini relevan dengan kondisi global saat ini, termasuk di Indonesia. Masyarakat tengah dihantam tingginya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga sulitnya mencari lapangan pekerjaan.
Masuk di ruang pameran kita akan disambut tulisan panjang wartawan senior dan sastrawan, Sindhunata. Sebagai pengantar pameran, Sindhunata menegaskan madhang adalah tema kemanusiaan.
"Madhang juga tak bisa lepas dari kemurahan alam. Bila alam subur, dan segar, madhang kelihatannya jadi lebih gampang. Bila alam kering, kurang subur, madhang pun jadi lebih susah. Itulah yang terjadi, ketika suatu daerah dilanda kemarau panjang. Di sana, air jadi barang langka. Orang harus antre untuk memperolehnya," terang Sindhunata.
ADVERTISEMENT
"Bisa dibayangkan, kurangnya air juga mempersusah orang untuk bisa madhang. Maka bila kita bisa madhang dengan cukup, janganlah kita lupa akan air, akan alam yang membagikan kemurahannya bagi kita," jelasnya.
Pengunjung mengamati karya foto pada pameran foto 'Sing Penting Madhang' di Gallery Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (1/5/2025) malam. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Dari Tanam Padi, Joki Cilik di Sumbawa, hingga MBG
Potret manusia bertahan hidup dari penjuru Nusantara bisa dilihat dari ratusan foto di pameran ini.
Salah satunya karya pewarta foto, Wawan H Prabowo, dia merekam masyarakat Kampung Adat Ciptagelar, di Dusun Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat menanam padi lokal.
Masyarakat di sana menjaga betul prinsip 'kasih sayang bumi mewujud dalam kesuburan tanah yang melahirkan bulir-bulir padi melimpah. Kasih ibu akan tercurah sepanjang masa, jikalau kesuburan tanahnya tetap terjaga'. Mereka menanam padi hanya sekali setahun untuk menjaga kesuburan tanah.
Pengunjung mengamati karya foto pada pameran foto 'Sing Penting Madhang' di Gallery Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (1/5/2025) malam. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Pun perjuangan orang-orang bertahan hidup tampak dalam jepretan Dwi Oblo. Oblo mengabadikan momen bagaimana sulitnya masyarakat Kalidadap, Selopamioro, Kabupaten Bantul, mendapatkan air di musim kemarau.
ADVERTISEMENT
Kalidadap letaknya di dataran tinggi yang sebagian besar karst. Ketika kemarau sumur-sumur mulai mengering, air hujan yang tertampung di telaga demikian juga. Harapannya tinggal sumber air di Sendang Padukan, Kalidadap. Secara swadaya masyarakat mengalirkan air lewat selang ke rumah-rumah.
Sementara itu, Beawiharta, menampilkan transformasi kereta api, salah satu moda transportasi yang jadi andalan masyarakat menjemput rezeki.
Pengunjung mengamati karya foto pada pameran foto 'Sing Penting Madhang' di Gallery Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (1/5/2025) malam. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Karya foto Beawiharta merekam realita sesaknya KRL Jabotabek, memperlihatkan figur-figur penumpang yang berjuang menaiki kereta komuter dan berhimpitan di dalam gerbong.
Kisah bocah-bocah Joki Kuda di Sumbawa terekam dalam jepretan Ulet Ifansasti. 'Maen Jaran' adalah sebutan untuk tradisi pacuan kuda di Sumbawa. Bocah 5-10 menunggangi kuda tanpa pelana. Bayarannya sekitar Rp 50 ribu sampai Rp 100 ribu.
ADVERTISEMENT
Tak jarang bocah-bocah joki kuda ini putus sekolah demi mengikuti kejuaraan. Taraf ekonomi keluarga akan meningkat ketika mereka menjuarai kompetisi.
Pengunjung mengamati karya foto pada pameran foto 'Sing Penting Madhang' di Gallery Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (1/5/2025) malam. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Sementara, Guntur Arga Tirtana, menampilkan keriangan bocah-bocah menyantap makanan saat program Makan Bergizi Gratis (MBG) di SD Negeri Sinduadi Timur, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman. MBG adalah program andalan pemerintah untuk memastikan anak-anak terpenuhi gizinya.
Pengunjung mengamati karya foto pada pameran foto 'Sing Penting Madhang' di Gallery Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (1/5/2025) malam. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Selain karya tadi, masih ada banyak karya lain, seperti Laut Sawu yang jadi sumber penghidupan utama masyarakat Lamalera, Nusa Tenggara
'Timur, Indonesia' karya Arnold Simanjuntak.
Lalu foto luncuran awan panas karya Andreas Fitri Atmoko, foto labuhan Merapi karya Devi Rahman, penjaja wedang ronde di Alun-alun Selatan Yogya karya Oka Hamied, Suku Pejalan Kaki Korowai karya Kasan Kurdi, dan lain sebagainya.
Pengunjung mengamati karya foto pada pameran foto 'Sing Penting Madhang' di Gallery Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (1/5/2025) malam. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Hidup dan Terus Bergerak
ADVERTISEMENT
Ketua PFI Yogyakarta Andreas Fitri Atmoko mengatakan pewarta foto merupakan mata publik. Ia menyampaikan fakta dengan karya foto jurnalistik berintegritas.
'Sing Penting Madhang' lanjut Andreas merupakan guyonan Jawa yang justru secara kompleks merekam dinamika kehidupan.
"Guyon Jawa 'Sing Penting Madhang' itu justru menyangkut sesuatu yang sangat mendasar dalam kehidupan. Kebutuhan manusia untuk bertahan hidup dan terus bergerak di tengah situasi yang kadang tak ideal," kata Andre saat membuka pameran, Kamis (1/5) malam.
"Foto-foto ini bukan hanya bicara makan dalam arti harafiah tetapi juga menyiratkan perjuangan ekonomi, politik, budaya, hingga realitas pada tantangan zaman," tutur Andre.
Pengunjung mengamati karya foto pada pameran foto 'Sing Penting Madhang' di Gallery Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (1/5/2025) malam. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Ketua Pameran Foto Jurnalistik 'Sing Penting Madhang', Dwi Oblo Prasetyo, bilang foto para pewarta foto ini mengajak kita mendalami dan merefleksikan hal-hal yang paling esensial dalam manusia bertahan hidup.
ADVERTISEMENT
"Yaitu Madhang atau Makan dalam Bahasa Indonesianya," kata Dwi Oblo.
"Madhang atau makan itu kebutuhan primer ya, meskipun mencari dengan segala cara. Ada sedikit saja sudah cukup atau Sak Madyo tapi ada yang sudah banyak namun masih merasa kurang. Ya, istilahnya serakah," bebernya.
ADVERTISEMENT
Serakah dalam mencari makan, menurut Dwi Oblo tercermin dalam masifnya penebangan hutan demi makan, hal itu masih berlangsung sampai sekarang.
"Sangat miris kami memandang itu," kata Dwi Oblo.
Pengunjung mengamati karya foto pada pameran foto 'Sing Penting Madhang' di Gallery Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Kamis (1/5/2025) malam. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Madhang Gawe Padang
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X turut mengapresiasi pameran Sing Penting Madhang. Melalui pidato yang dibacakan Kepala Dinas Kominfo DIY, Hari Edi Tri Wahyu Nugroho, Sultan mengatakan madhang sarat akan filosofi.
"Bagi masyarakat Jawa madhang bukan sekadar perkara perut, melainkan filosofi tentang hidup yang utuh," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sultan memaknai pameran ini dengan nilai Madhang Gawe Padang atau makan membuat terang. Makan tak sekadar konsumsi semata tetapi kontribusi pada dimensi hidup secara holistik.
Fotografi, memiliki kekuatan bukan hanya sekadar visualisasi tapi bahasa universal. Fotografi mampu menembus batas budaya dan ideologi. Termasuk dalam konteks di era kekinian.
"Fotografi bisa menjadi sastra visual yang menyuarakan kebenaran dan menurunkan kebisingan kebohongan yang kian ingar bingar di era post truth," pungkasnya.