Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Kisah Pak Lim Tinggalkan Kemapanan, Pilih Teliti Burung Hantu Buat Bantu Petani
21 April 2025 12:39 WIB
·
waktu baca 10 menit
ADVERTISEMENT
Lim Wen Sin (48) turun dari sepeda motor Honda Astrea Grand berkelir hitam. Pak Lim sapaan akrab Lim, baru saja menempuh perjalanan lebih dari 33 kilometer.
ADVERTISEMENT
Lim berkendara sekitar 1 jam dari Kapanewon Sedayu, Kabupaten Bantul, menuju ke sekretariat Pusat Studi dan Konservasi Burung Hantu yang ia dirikan di tanah kas desa di Dusun Cancangan, Kalurahan Wukirsari, Kapanewon Cangkringan, Kabupaten Sleman, Minggu (20/4), sore.
"Sudah dari tadi, Mas?" sapa Lim ramah kepada kumparan yang sudah tiba lebih dahulu berada di sekretariat sekitar 15 menit sebelumnya.
Tak dinyana, perjalanan kumparan juga dimulai dari rumah di Sedayu, Bantul. Sama dengan Lim.
Di akhir pekan ini, Lim pergi ke Sedayu untuk menengok ibunya. Sehari-hari Lim bertempat tinggal di Prambanan, Kabupaten Sleman, bersama sang istri.
Setiap hari, Lim ke Cancangan. Di sini ada tiga burung hantu Serak Jawa atau bernama latin Tyto alba javanica yang saat ini dia rawat sebelum dilepasliarkan lagi. Burung itu sebelumnya diantar petani karena sakit.
ADVERTISEMENT
Tiga burung hantu ini ditempatkan di kandang besi yang berbeda-beda.
"Masuk saja kalau mau masuk (ke kandang). Tidak ada sejarahnya burung hantu menyerang manusia," kata Lim.
Lim kemudian pergi menuju arah timur. Tak berselang lama dia membawa tikus beku. Tikus itu adalah makanan bagi para burung hantu yang dirawat. Kali ini Lim yang memburu tikus untuk burung hantu.
Burung hantu tak bisa sembarangan diberikan makanan seperti ayam maupun daging merah. Selain rentan bikin sakit, itu juga bisa menumpulkan insting burung hantu memburu tikus.
Setelah beres mengurus burung hantu, tangan Lim tetap sibuk. Dia menyalakan teko listrik, lalu mengambil gelas. Sembari berbincang ringan dia memasukkan aneka tumbuh-tumbuhan termasuk mint serta gula jawa. Racikan ini kemudian dia seduh dan disajikan kepada kumparan di kantor sekretariat.
ADVERTISEMENT
Bangunan sekretariat itu berbentuk rumah joglo. Di depan ada patung burung hantu berukuran besar. Sementara di bagian dalam berbagai foto kegiatan terpampang di dinding.
Lokasinya asri. Sejauh mata memandang ke selatan, sawah terhampar. Udaranya pun dingin. Maklum, lokasi ini hanya beberapa kilometer saja dari Gunung Merapi.
Lim mengakui selain petani kerap diskusi di sini, banyak juga mahasiswa yang meneliti di sini.
Meski bangunan baru berdiri 2018, tapi kisah Lim di Cancangan sudah sejak 2013. Bagaimana ceritanya?
Pecinta Burung
Lim adalah alumni jurusan biologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Pria kelahiran Kota Yogyakarta ini pecinta burung sejak lama. Lim kemudian bergabung dengan organisasi Yayasan Kutilang Indonesia.
Di tahun 2009, sebagai pengamat burung, Lim bersama beberapa temannya tergerak untuk meneliti burung yang manfaatnya terasa bagi masyarakat, khususnya petani.
ADVERTISEMENT
Saat itu yang paling dibutuhkan adalah mengatasi hama tikus.
"Hama tikus itu kan serangannya selalu ada, masif. Dan itu nilai tonasenya besar. Di negara mana pun keluhannya sama, mau namanya belalang atau apa kalau dihitung dengan tikus jumlah tonasenya yang hilang itu besar (tikus). Karena tikus (jadi hama) mulai semai padi, semai benihnya, sampai pascapanen itu semua diganggu tikus," kata Lim.
Pada tahun itu tercetus ide untuk meneliti burung hantu yang notabene pemangsa tikus. Dia sempat menawarkan hal ini ke beberapa instansi tetapi konsep soal burung hantu yang berkelanjutan ini ditolak. Tak dianggap seksi, katanya.
Lim yang juga tergabung di Raptor Club Indonesia (RCI) itu kemudian memutuskan tetap melakukan riset mengamati perilaku burung hantu selama tiga tahun.
Tiga Tahun Amati Burung Hantu
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Selama tiga tahun ini Lim banyak mengamati burung hantu yang berada di Jogja National Museum (JNM). Saksama dia melihat bagaimana burung hantu beraktivitas hingga membuat sarangnya.
Tujuannya untuk mencari kesimpulan apakah burung hantu ini efektif untuk mengatasi hama tikus?
"Sampai pada kesimpulan tadi. Harus seperti apa, rumahnya seperti apa. Rumah burung hantu itu ada syaratnya. Kita di negara tropis ada tips dan trik tersendiri karena kita coba mengamati perilaku bersarangnya seperti apa," katanya.
Ketika jawabannya sudah ditemukan, Lim baru bisa membicarakan keefektifan burung hantu mengendalikan hama tikus ke petani.
Burung Hantu Sahabat Petani
Banyak hal yang Lim dapatkan setelah tiga tahun meneliti perilaku burung hantu. Kesimpulan pertamanya adalah burung hantu tidak efektif mengurangi hama tikus jika hanya memakan tikus saja.
ADVERTISEMENT
Tetapi ada syarat agar burung hantu ini membunuh tikus secara masif. Syarat ini menurut Lim yang tak pernah masuk dalam proyek pemerintah sampai sekarang.
"Pelajari dong perilaku burung hantu kayak apa. Kalau tempat tinggal itu syarat nomer lima. Belakang sendiri," katanya.
Dia mengatakan jangan sampai ada pola pikir di petani atau masyarakat bahwa burung hantu ini jongos petani. Burung hantu ini adalah sahabat petani. Maka nama program yang Lim usung di Cancangan ini adalah Burung Hantu Sahabat Petani.
"Bukan budaknya petani, bukan peliharaan petani, sahabat. Namanya sahabat berarti apa, tidak diganggu. Menempatkan sebagai sahabat berarti dia harus nyaman," katanya.
Setelah itu, poin kedua adalah adanya kesadaran untuk tidak berburu burung hantu dan memperjualbelikan burung hantu. Apalagi dengan dalih mengurangi hama tikus. Menurut Lim itu adalah omong kosong.
ADVERTISEMENT
"Berarti kita beli dari orang lain dong? Kita merampas haknya, tugas di tempat lain," katanya.
Ingatan Burung Hantu: Fotografis
Burung hantu ingatannya fotografis. Ketika dia diperjualbelikan atau dipindah dari tempatnya menjelajah maka burung hantu itu akan kembali tumpul. Bahkan banyak kejadian burung hantu jadi kesulitan mencari makan dan akhirnya mati.
"Dia sejak lahir tidak pernah diajari induknya untuk berburu. Dia memanfaatkan insting dia. Bahasa kerennya hanya Allah yang mengajari. Begitu lepas, lepas sudah. Mengajari mencabik, memangsa iya, tapi kalau soal memburu tidak. Dia belajar," terangnya.
Yang ketiga adalah tak boleh menggunakan racun tikus.
Penggunaan racun tikus ini sangat berbahaya bagi predator seperti ular bahkan burung hantu itu sendiri. Burung hantu yang memangsa tikus yang sudah makan racun maka burung hantu akan mati.
ADVERTISEMENT
Rumah Khusus Burung Hantu
Sementara untuk rumah burung hantu. Desain yang tepat menurutnya tak sekadar dibuat kotak lalu nurut. Lim mengatakan kita lah yang harus menuruti burung hantu. Setelah tiga tahun penelitian diketahuilah rumah yang diinginkan burung hantu.
"Kalau kita minimal panjangnya 75 cm, lebarnya dia 45-50 cm. Kalau pintunya antara 10x12 cm atau 12x14 cm monggo. Tapi sesempit mungkin sebenarnya. Dalamnya kasih sekat kadang nggak, kasih sekat sedikit aja yang penting ngurangi sinar (matahari) masuk," katanya.
Posisi pintu rumah burung hantu juga tak boleh di tengah tetapi di tepi pada sisi yang panjang. Burung hantu membutuhkan satu sudut yang gelap buat meletakkan telur.
Belasan Tahun di Cancangan
Mulai 2013, Lim mengerjakan program Burung Hantu Sahabat Petani di Cancangan. Sebelum kantor sekretariat ini berdiri, Lim tinggal di rumah-rumah warga.
ADVERTISEMENT
Selama beberapa tahun ia tinggal di Cancangan, sebelum akhir-akhir ini tinggal di Prambanan bersama istrinya.
"Saya sempat tinggal di sini 2013-2019. Dari numpang rumah warga sampai di sini (kantor sekretariat)," katanya.
Setelah program Burung Hantu Sahabat Petani ini dilaksanakan, terjadi kenaikan jumlah panen hingga 50 persen.
Saat ini ada belasan rumah burung hantu yang terpasang di kelompok tani di sini. Total luas lahan mencapai 47,5 hektare lahan dengan puluhan hingga ratusan petani.
"Rekor itu pernah 9,2 ton per hektare. Sempat drop lagi 7 sekian ton per hektare," jelasnya.
Selain di di Cancangan, Lim juga kerap mengisi sosialisasi dan edukasi ke petani soal burung hantu sahabat petani ke kabupaten lain bahkan luar provinsi.
ADVERTISEMENT
Saran ke Pemerintah
Lim pun turut angkat bicara soal pemerintah akan mendatangkan ribuan burung hantu ke petani. Seperti yang ia jelaskan, ketika memberikan burung hantu ke suatu tempat maka itu akan memindahkan burung hantu dari tempat lamanya.
Menurut Lim, hal itu tak perlu dilakukan karena selain burung hantu tak bisa adaptasi, populasi burung hantu saat ini masih banyak.
"Tyto alba masih melimpah. Yang membuat tidak melimpah kan ada kegiatan seperti itu (memburu maupun dipindahkan)," katanya.
Ketika heboh pemerintah akan memberi 1.000 ekor burung hantu untuk mengendalikan hama tikus sawah di Majalengka, Jawa Barat, Lim dihubungi banyak masyarakat, peneliti juga dosen.
Banyak yang paham, rencana memindahkan burung hantu itu tidak menyelesaikan hama.
ADVERTISEMENT
"Dosen, praktisi pertanian, pengaman burung juga iya ya. Mereka panik. Sebenarnya masyarakat banyak yang paham bahwa itu tidak menyelesaikan. Cuma sampai nggak suaranya ini," tegas Lim.
Dia mencontohkan perkebunan kelapa sawit kerap mendatangkan burung hantu dari Jawa untuk mengurangi hama tikus. Namun banyak kejadian burung hantu itu mati karena tak bisa beradaptasi.
Tenggeran Bambu
ADVERTISEMENT
Sebenarnya yang perlu dilakukan petani juga mudah, yaitu membuat tenggeran dari bambu untuk bertengger burung hantu. Selain pula, perlu kesadaran petani menjadikan burung hantu sebagai sahabat seperti poin-poin di atas.
"Kalau dijaga bener tempat itu cukup masang tenggeran. Tenggeran saja. Tenggeran mau dicabut digeser nggak apa-apa. Yang penting burung hantu sudah ada ingatan ada tenggeran kaya gitu. Itu tempat cari makan," katanya.
Setelah tenggeran itu, ketika burung hantu nyaman dan sudah bersahabat dengan petani, baru dibuat rumah untuk burung hantu.
ADVERTISEMENT
"Nggak cuma burung hantu datang, lepas selesai masalah. Bukan itu, yang paling berat adalah mengubah otak masyarakat kita, manusia untuk mau berkomitmen dulu. Ketika komitmen itu dipenuhi datang sendiri kok," katanya.
Dianggap "Loser" oleh Keluarga
Bagi Lim, kepuasannya adalah ketika dia bisa bermanfaat bagi sesama. Apa yang dia lakukan saat ini bukan sebuah karier, tapi pengabdian. Tak ada keuntungan materi yang dia dapat.
"Kita bisa sampaikan ini ke berbagai tempat paling jauh Sulawesi Tengah. Paling nggak satu, kita bisa berbagi ilmu kita. Itu penting. Kenapa kalau kita nggak bisa nyebarkan kebaikan ke orang lain kan rugi. Bahasanya kalau saya dicemplungke (masukkan) neraka paling tidak ada yang membela," katanya.
Namun, hal itu tak berlaku bagi keluarga Lim. Dia tersisihkan di keluarganya karena aktivitas penelitian dan pengabdian ini.
ADVERTISEMENT
"(Dianggap) nggak ada gunanya. Di keluarga saya, saya adalah bahasa kasarnya saya 'loser'. Garapan (pekerjaan) ora jelas (tidak jelas)," terangnya.
Sementara saudara-saudara Lim memiliki pekerjaan yang mapan dengan pendapatan stabil.
"Saya bukan pegawai, saya cino ra nduwe toko (Cina tak punya toko). Kakak saya punya (toko), kakak saya cewek ada, kakak saya di Sedayu juga satu lagi toko dan dan bengkel, toko sparepart yang tak tinggal. Adek saya kerja (pegawai)," katanya.
Beruntung, istrinya memahami jalan hidup yang Lim tempuh. Untuk menutup biaya hidup, dia dan istri berjualan kombucha. Riset awal selama tiga tahun juga dari kantong pribadi.
ADVERTISEMENT
"Paling jualan kombucha. Ke sana sini, duitnya dari mana?," katanya.
"Istri support, mungkin karena bisa support secara keuangan ya. Bisa mencoba back up," tuturnya.
Rencana Buka Bengkel Suku Cadang Lagi
Pada 2009 silam ketika ingin konsentrasi penuh ke burung hantu, Lim memutuskan menyerahkan usaha bengkelnya ke kakaknya. Dia meninggalkan tempat nyaman dan hidup berkecukupan di Sedayu.
"Tak kasih kakak saya. Di Sedayu sana," katanya.
Lalu apakah Lim akan selamanya mengabdikan hidup pada riset burung hantu?
"Wah, belum tahu. Kalau dihitung otak bisnis nggak jalan. Capek. Menghabiskan energi," terangnya.
"Tidak tahu sampai kapan, kalau sudah nyerah ya wis (ya sudah)," terangnya.
Di akhir perbincangan ini, Lim menyatakan keinginannya membuka bengkel suku cadang lagi. Dia mengaku selama ini uangnya habis. Tabungan pun tak ada.
ADVERTISEMENT
"Sing ana duite (yang ada uangnya)," ucapnya
Lim merasa perlu menyeimbangkan hidupnya kembali. "Mulai mikir kayaknya harus diseimbangkan. Mikir kebun, lagi coba mau bikin kebun," tuturnya.
Oh iya, minuman racikan Pak Lim tadi baru sempat saya seruput di akhir perbincangan. Meski sudah dingin, rasanya tetap segar, manis dan menghangatkan. Pertanda pertemuan yang mengesankan.