Kisah Prof Dr Sardjito Tak Pernah Ambil Gaji Saat Jabat Rektor UII

8 November 2019 14:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 6 tokoh. Keenam tokoh tersebut adalah Prof Dr M Sardjito, Prof KH Abdul Kahar Muzakkir, AA Maramis, KH Masjkur, Ruhana Kuddus, Sultan Himayatuddin. Dua dari enam tokoh yang mendapat gelar Pahlawan Nasional merupakan tokoh yang berasal dari Yogyakarta. Keduanya juga pernah menjabat sebagai rektor, UGM dan UII.
ADVERTISEMENT
Sardjito ini adalah rektor pertama Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1950-1961 dan rektor ketiga Universitas Islam Indonesia (UII) pada tahun 1964-1970.
Rektor UII, Fathul Wahid, menceritakan kisah keduanya saat menjabat sebagai rektor. Ia mengatakan, Sardjito merupakan pribadi yang sangat hebat, bahkan Sardjito tak mengambil gajinya selama menjadi rektor di UII.
“Dua mantan rektor kami dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh presiden. Beliau adalah Prof KH Abdul Kahar Muzakkir rektor UII pertama mulai UII berdiri tahun 1945-1960. Yang kedua adalah Prof Dr Sardjito beliau rektor ketiga kami dari tahun 1964-1970,” kata Fathul ditemui di Kampus Pusat UII di Jalan Kaliurang KM 14,5, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (8/11).
Doktor Sardjito. Foto: Wikimedia Commons
“Pak Sardjito juga sangat unik luar biasa. Beliau selama di UII tidak pernah mau menerima gaji, tidak mau terima uang sidang karena bagi beliau memberi akan membuat kita menjadi kaya,” kata Fathul.
ADVERTISEMENT
Nama Sardjito kemudian diabadikan sebagai nama gedung kuliah umum di UII. Semasa dipimpin Sardjito, UII menjadi kampus yang sangat pesat. Status kampus tersebut disamakan, fakultasnya mencapai 22 dan punya cabang di beberapa kota.
“UII asuhan beliau dari 1964-1970, Pak Sardjito membuka cabang UII di banyak kota. Ada Fakultas Kedokteran, ada Fakultas Peternakan, Teknik, dan Farmasi sampai beliau meninggal di tahun 1970. Beliau saat itu belum menyelesaikan masa amanahnya UII sudah tersebar di 8 kota dengan 22 fakultas. Itu adalah lebatnya buah yang ditanamkan Prof Sardjito,” ujar dia.
Namun ketika ada regulasi baru pemerintah UII harus melepas beberapa fakultasnya di luar kota untuk ada yang bergabung ke perguruan tinggi lain dan ada yang jadi perguruan tinggi baru.
ADVERTISEMENT
“Saat ini misalkan Fakultas Kedokteran di Solo bergabung dengan UNS menjadi Fakultas Kedokteran UNS. Ada juga tahun 50-an kita punya Fakultas Agama yang saat itu diminta oleh pemerintah akhirnya menjadi UIN Yogya,” ujar dia.
“Kita punya Fakultas Pedagogik dan akhirnya bergabung dengan UGM akhirnya menjadi IKIP Yogyakarta. Fakultas Peternakan Purwokerto nampaknya bergabung dengan universitas terdekat. Di Gorontalo sekarang menjadi UIN namanya. Jadi banyak sejarah. Di Madiun ada UII Madiun tapi tidak ada hubungannya kota,” ujar dia.
Sementara itu, pengajuan gelar pahlawan nasional bagi Sardjito sudah diperjuangkan UGM sejak 9 tahun silam. Sardjito dianggap sebagai pejuang dan ilmuan.
“Tahun 2011 tim mulai dan Juli 2012 sudah ada surat pengusulan,” jelas salah satu anggota tim pengusul, Sutaryo, dalam keterangan tertulisnya.
ADVERTISEMENT
Sutaryo mengatakan di bidang pendidikan Sardjito aktif di Budi Utomo. Sardjito juga diberi gelar sebagai peletak Pancasila sebagai dasar perguruan tinggi di Indonesia.
“Dia dikenal sebagai pendiri PMI dan banyak meneliti obat-obatan bagi rakyat maupun pejuang kemerdekaan. Ya sarjana komplet. Aktif di sosial, budaya, perdamaian dan seni rupa juga,” katanya.
Nama Dr Sardjito juga diabadikan sebagai nama rumah sakit besar di Yogyakarta, yaitu Rumah Sakit Umum Pusat Dr Sardjito.