Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Sopir Taksi Hong Kong yang Jadi Pejuang Garda Depan Pandemi Corona
1 Maret 2022 12:17 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Ambulans dan pasukan paramedis yang dikerahkan semakin tak mampu membendung kebutuhan warga.
Demi membantu nakes dan operator ambulan yang kewalahan, pemerintah telah menyiapkan armada khusus untuk membantu membawa mereka ke rumah sakit.
Sejak awal Februari ini, pihak rumah sakit meminta warga yang terkonfirmasi positif COVID-19 usai tes rapid antigen untuk segera menuju RS dengan kendaraan pribadi atau naik taksi, demi menghindari penggunaan transportasi umum.
Kebijakan ini awalnya menuai berbagai kritik dan dinilai justru dapat menimbulkan transmisi lebih lanjut di kalangan masyarakat.
Tak lama kemudian, pemerintah mengumumkan tujuh klinik pemerintah akan diubah untuk menerima pasien COVID-19.
Kemudian, 300 pengemudi taksi diundang untuk bergabung dengan armada untuk membawa pasien corona ke klinik secara gratis.
ADVERTISEMENT
Pasien yang membutuhkan tumpangan dapat melakukan pemesanan melalui situs web layanan. Permintaan mereka akan diberikan oleh pusat panggilan taksi ke pengemudi di armada COVID-19.
Taksi-taksi anti-epidemi ini ditandai dengan label bergaris biru dan putih.
Pengemudi taksi yang mendaftar akan diberi bayaran sebanyak Rp 5,5 juta setiap harinya.
Mereka harus mengikuti berbagai instruksi untuk melindungi diri mereka dan mencegah penularan. Para sopir taksi juga dilarang untuk mengangkut penumpang lain selain pasien corona.
Kucurkan Dana demi Keamanan
Mars Chan termasuk di antara kelompok sopir taksi pertama yang bergabung. Selama 14 hari sejak Jumat (25/2) lalu, Chan secara eksklusif mengangkut penumpang yang terinfeksi virus corona.
Dari jam 8 pagi sampai sekitar jam 6 sore, setiap harinya Chan membawa antara enam dan sembilan penumpang COVID-19.
ADVERTISEMENT
Angka itu lebih kecil ketimbang sekitar 20 perjalanan yang biasanya dia lakukan saat beroperasi sebagai taksi normal.
Sebagai upaya pencegahan penularan, perwakilan dari asosiasi taksi memasok pengemudi dengan mesin penyaring udara untuk dipasang di kursi penumpang depan.
Mobil-mobil pun dengan lapisan fotokatalis, yang dapat menekan bakteri dan virus pada permukaan.
Sebelum memulai pekerjaan barunya, Chan juga diberi berbagai fasilitas sebagai bentuk pencegahan transmisi seperti jubah sekali pakai, pelindung wajah, sarung tangan, hingga masker medis.
Namun, Chan masih skeptis. Kepada Hong Kong Press, ia mengungkapkan para ahli kesehatan menilai masker tak bisa melindunginya 100% dari transmisi virus. Ia pun memilih untuk menggunakan masker gas yang ia beli sendiri.
Selain masker gas, Chan mau tak mau mengeluarkan uang untuk membeli penyaring udara tambahan, cairan pemutih (bleach), serta tisu sterilisasi untuk membersihkan interior mobilnya setiap hari sesuai instruksi.
ADVERTISEMENT
Minus semua biaya—mencakup biaya sewa mobil, gas, biaya terowongan, dan perlengkapan kebersihan dan pelindung—Chan mengaku menghasilkan sekitar Rp 3,6 juta per hari.
Jumlah itu hanya sedikit lebih banyak dari pada hari kerja normal selama gelombang kelima.
Tekanan fisik dan psikis pekerjaan
Aturan yang diberikan kepada sopir taksi COVID-19 mengharuskan jendela mobil tetap terbuka, memungkinkan aliran udara maksimum dan dengan demikian mengurangi kemungkinan penularan dalam ruang terbatas.
Pekan lalu, Chan diharuskan mengemudi di tengah angin kencang dan hujan saat suhu turun hingga di bawah 10 derajat Celcius.
Selama satu hari penuh, Chan menahan angin dingin bersama penumpangnya yang sakit, sementara bagian dalam taksinya basah oleh hujan. Kacamatanya berkabut, menghalangi penglihatan ketika mengemudi.
ADVERTISEMENT
Hari itu, Chan mengaku pulang dengan kepala yang rasanya hendak pecah.
Selain itu, Chan mengaku pekerjaan ini sangat mempengaruhi kondisi psikisnya. Di hari pertama, ia hampir patah semangat di tengah hari akibat stres luar biasa.
Selain kegelisahan akan kemungkinan terinfeksi, Chan juga mengatakan bahwa pekerjaan ini membuatnya merasa kesepian dan terasing.
Chan dihindari orang-orang bak sebuah wabah berjalan.
Tak sedikit rekan kerja menghakimi pilihannya. Mereka mengolok-ngoloknya, menuding Chan ikut serta dalam ‘pertunjukan’ pemerintah demi menunjukkan kesetiaan dan jiwa pro-pemerintahnya.
“Mereka membenci saya,” ujarnya dengan sedih. “Saya merasa didiskriminasi.”
Terkadang, ketika ia memiliki waktu luang ia akan melakukan live-streaming di kanal YouTube yang ia operasikan bersama istrinya.
Mengobrol dengan penonton-penontonnya membuat Chan merasa tak sendiri, memberinya dukungan emosional yang ia butuhkan selama jam kerja.
ADVERTISEMENT
Lebih dari 2.000 pesanan setiap harinya
ADVERTISEMENT
Presiden Asosiasi Pemilik & Dealer Taksi Ng Kwan-sing mengatakan bahwa program ini dapat meraup sebanyak 2.000 pesanan setiap harinya.
Menurut Ng, masalah utama usaha ini adalah penumpang yang melakukan pemesanan taksi meskipun mereka belum mendapatkan janji klinik, atau mereka yang membuat beberapa pemesanan untuk memastikan mereka akan tiba di klinik tepat waktu.
Ia menyarankan, pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mewajibkan penumpang memesan taksi menggunakan nomor referensi janji temu mereka.
Di akhir minggu kedua, ada kemungkinan pemerintah akan melakukan penambahan pengemudi.
Ada permintan besar di antara pengemudi untuk bergabung dengan program ini. Namun, tak semua orang memenuhi persyaratan seperti vaksinasi dosis lengkap atau mampu menggunakan smartphone dengan baik.
ADVERTISEMENT
Melihat keberhasilan taksi COVID-19, pemerintah telah menambahkan sekitar 200 minibus ke dalam program pengantaran pasien dan anggota keluarganya.
Membantu Warga Hong Kong Menyelamatkan Diri
Meski mengetahui beberapa pengemudi terinfeksi COVID-19, Ng mengaku tidak mengetahui jumlah pastinya.
Chan mengatakan dia mendengar dari pengemudi lain bahwa sekitar lima hingga 10 pengemudi taksi COVID-19 telah tertular virus corona, kurang dari satu minggu setelah bekerja.
Walaupun dihantui berbagai risiko dan beban, Chan masih ingin membantu warga Hong Kong memperoleh perhatian medis yang mereka perlukan.
Chan mengaku dia mengambil pekerjaan itu karena dia percaya, “Warga Hong Kong harus menyelamatkan diri mereka sendiri,” dan dia ingin menjadi bagian dari upaya itu.
“Saya ingin angka infeksi turun, jadi pemerintah tak bisa membuat kami terikat lebih lama lagi,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Chan akan terus mengemudikan taksi anti-epideminya. Menurutnya, rasa terima kasih dan penghargaan yang ditunjukkan para penumpang tak ada bandingannya dengan apa yang akan dia alami pada hari kerja biasa.
Reporter: Airin Sukono