Kisah Sultan Qaboos: Kudeta Ayah dan Penjaga Teluk Hormuz

11 Januari 2020 12:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sultan Oman, Qaboos bin Said al-Said. Foto: AFP/MOHAMMED MAHJOUB
zoom-in-whitePerbesar
Sultan Oman, Qaboos bin Said al-Said. Foto: AFP/MOHAMMED MAHJOUB
ADVERTISEMENT
Penguasa Oman, Sultan Qaboos, meninggal dunia di usia ke 79, pada Sabtu (11/1). Semasa hidup Sultan Qaboos dianggap sebagai sosok pengubah Oman.
ADVERTISEMENT
Sultan Qaboos lahir pada 18 November 1940, di Salalah, sebelah selatan Oman. Ketika itu Oman adalah negara terisolasi dan tertinggal jauh dari dunia modern.
Pada saat Sultan Qaboos lahir, ibu kota Muscat tak punya listrik dan aliran air. Bahkan, sehabis magrib pintu masuk kota dikunci rapat.
Sultan Oman, Qaboos bin Said al-Said. Foto: AFP/ANDREW CABALLERO-REYNOLDS
Ayah Sultan Qaboos, Sultan Said bin Taimur, memerintah Oman dengan gaya sangat konservatif.
Sultan Said melarang banyak hal. Mulai dari mendengar musik di radio dan memakai kacamata hitam dianggap melanggar hukum.
Sultan Said bin Taimur mempunyai wewenang untuk menentukan siapa warganya yang boleh menikah dan mendapat pendidikan.
Qaboos bin Said al Said Foto: Wikimedia Commons
Karena merupakan anak penguasa, semasa muda Qaboos mendapat banyak keistimewaan, termasuk melanjutkan pendidikan di Inggris.
Ia bersekolah di salah satu akademi militer elite, Sandhurst Royal Military Academy sampai lulus pada 1962.
ADVERTISEMENT
Usai lulus, Sultan Qaboos bergabung dengan batalyon infanteri Inggris di Jerman. Selesai bertugas, Sultan Qabooes kembali Oman atas perintah sang ayah.
Dari 1964 sampai 1970, Sultan Qaboos tinggal di istana kerajaan di Salalah. Ia tidak diberi tugas kesultanan apapun pada periode tersebut.
Sultan Oman, Qaboos bin Said al-Said. Foto: AFP/GEORGES GOBET
Semasa itu pula, Sultan Qaboos menaruh kekecewaan besar terhadap sang ayah. Beberapa sumber dekat mengatakan, Sultan Qaboos kecewa lantaran ayahnya menganggap enteng peran tentara Oman mengalahkan pemberontak.
Pada 1967, ketika ekspor minyak dimulai, Oman yang tadinya melarat tiba-tiba kebanjiran uang. Di sini lah permasalahan baru muncul.
Sultan Said, tak mau membelanjakan uang hasil penjualan minyak Oman untuk pembangunan infrastruktur.
Sultan Qaboos tak tinggal diam. Diam-diam dia meminta bantuan Inggris untuk menggulingkan ayahnya.
ADVERTISEMENT
Pada 23 Juli 1970, kudeta tak berdarah terjadi di istana Oman. Sultan Qaboos menyingkirkan ayahnya dari kekuasaan.
Setelah dikudeta, Sultan Said kabur keluar Oman. Ia menghabiskan hayat di pengasingannya di Inggris.
Era Baru Oman
Sultan Oman, Qaboos bin Said al-Said. Foto: AFP
Mulai 1970, kekuasaan Oman sepenuhnya berada di tangan anak muda berusia 29 tahun, Sultan Qaboos. Banyak PR yang mesti diselesaikan Qaboos saat baru pertama kali memerintah.
Infrastruktur buruk, sedikitnya pekerja terampil hingga tidak adanya lembaga pemerintah satu per satu harus dibereskan Qaboos.
Bersamaan dengan itu, Qaboos turut memimpin perang melawan pemberontak Dhofar. Untuk mengalahkan pemberontak, Qaboos meminta bantuan tiga negara, Inggris, Iran dan Yordania.
Bukan cuma lewat kekuatan, Qaboos menawari pemimpin pemberontak pekerjaan. Akhirnya, dalam enam tahun pemberontakan di Oman sepenuhnya selesai.
ADVERTISEMENT
Selain di dalam negeri, kiprah Qaboos juga terlihat di dunia internasional. Saat revolusi Islam terjadi di Iran pada 1979, Qaboos menjadi garda terdepan penjaga selat Hormuz. Di selat itu, hampir seperlima kapal pembawa minyak melintas.
Khawatir krisis di Iran meluas di ke Timur Tengah, Qabooes mengambil langkah. Ia berjanji akan tetap membuat selat Hormuz terbuka.
Janjinya ditepati dengan menandatangani perjanjian dengan Amerika Serikat pada 1980. Dengan adanya pernjanjian tersebut. oman mengizinkan AS untuk menggunakan fasilitas militernya dalam keadaan darurat.