Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Kisah Sutopo Tingkatkan Literasi Yogyakarta Lewat Becak Perpustakaan
3 Maret 2019 15:41 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:02 WIB

ADVERTISEMENT
Minggu (3/3) siang, mendung bergelayut di langit Kota Yogyakarta. Sutopo (72) tampak bersantai, duduk di becak miliknya sembari membaca salah satu koran lokal. Pensiunan PNS Kodim 0734 Yogyakarta ini bukan tukang becak biasa, becaknya dipenuhi 100 buku yang berada di sisi kiri, kanan dan belakang penumpang.
ADVERTISEMENT
Tak heran orang kerap memanggilnya Sutopo Becak Perpustakaan. Setiap kali naik becak Sutopo, penumpang dapat membaca buku yang telah tersedia.
Senyum Sutopo merekah ketika ditemui kumparan di tempat mangkalnya yaitu di Jalan Tentara Pelajar, Jetis, Kota Yogyakarta.
“Saya baru nganter penumpang dari gereja mas jadi baru sampai di sini,” ujar Sutopo.
Meski hari Minggu, dia tetap membawa buku. Baginya membaca itu tak kenal hari libur. Buktinya, baru saja seorang pemulung menjumpainya menyampaikan permintaan maaf belum bisa mengembalikan buku lantaran belum tuntas membaca.
“Dia kan pemulung. Mencari barang-barang bekas. Saya kadang pesan tolong kalau kamu dapat buku berikan kepada saya. Buku itu walaupun jelek yang penting isinya,” katanya.
ADVERTISEMENT
Usai obrolan ringan di awal perjumpaan, Sutopo lantas bercerita bagaimana dia mencintai buku hingga kemudian melahirkan becak perpustakaan tersebut.
Niat ini berawal dari ketidaksengajaan. Pensiun pada tahun 2003 lalu, Sutopo merasa perlu mencari kegiatan lain. Dia tak ingin hidupnya menjadi sepi, tertekan secara psikis, lantas kemudian mati seperti rekan-rekannya. Sutopo ingin bergerak, bekerja, dan tetap hidup lebih lama.
“Begini pada dasarnya saya berlatar belakang suka membaca sejak 5 SD sudah menjadi anggota berbagai perpustakaan. Pada intinya saya suka membaca. Setelah pensiun pada 2003 saya memutuskan untuk mbecak di 2004. Bagi saya tidak ada kata pensiun saya harus tetap bekerja. Saya narik becak karena ada gerakan olahraga,” katanya.
ADVERTISEMENT
Bekerja sebagai tukang becak bukan hanya soal mengayuh tetapi juga menunggu. Waktu kosong ini dimanfaatkan Sutopo untuk membaca, kegiatan yang dia gemari. Mula-mula dia membawa lima buku di becak untuk dia baca sendiri.
“Waktu itu tahun 2004-2005 itu baru lima buku saya. Namun penumpang lihat saya seneng baca lalu mereka menyumbang buku kepada saya. Disumbang 40 buku hari berikutnya 40 lagi. Untuk menghargai penyumbang buku, saya bikin rak satu, rak satu dan hingga jumlahnya 100 buku di becak, 100 buku di rumah,” kata dia.
Perlahan jadilah becak ini serupa perpustakaan berjalan. Siapa pun boleh membaca. Banyak dari pelajar yang membaca di perpustakaan unik ini, apalagi Sutopo memang sering mangkal di seputar sekolah.
ADVERTISEMENT
“Saya juga prihatin anak-anak ngalor-ngidul (ke sana-ke mari) cuma bawa handphone keluar masuk internet. Mereka meninggalkan buku sehingga sibuk dengan handphone-nya. Menurut penilaian saya buku sumber ilmu pengetahuan tidak terbatas. Maka saya bertekad meningkatkan lagi semangat baca anak-anak,” kata dia.
Saat narik becak hingga Pasar Beringharjo, segmen pembaca pun sangat beragam, mulai dari pedagang, sesama tukang becak, hingga pemulung. Wajar bukunya pun beragam mulai dari buku anak-anak, buku inspirasi, hingga bermacam novel.
“Masyarakat bawah enggak mungkin masuk perpus yang sangat formal dan harga buku itu mahal, tidak terjangkau pemulung, pedagang. Maka silakan baca di sini gratis. Boleh juga dibawa pulang. Memang risikonya mudah meminjam sulit mengembalikan tapi bagi saya tidak masalah. Saya sudah berbahagia orang bangkit membaca,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Surati Jokowi
Menyediakan perpustakaan gratis lantas tak membuatnya puas. Sutopo saat ini tengah menyusun surat untuk Jokowi. Surat tersebut berisi kisah perjalanan hidupnya dan cita-citanya mempunyai becak listrik dengan lebih banyak buku.
“Belum terealisasi (suratnya) baru 75 persen saya tulis, suratnya malam hari. Nanti selesai lalu saya kirim dengan videonya. Tentang apa yang saya ceritakan mulai dari pendidikan sampai menjadi tukang becak dan perpustakaan.
Nanti becak ini saya ubah mungkin beliau (Jokowi) ada inisiatif sumbangan buku, syukur dananya supaya saya ubah becak listrik,” katanya.
Bapak dengan tiga anak ini berharap dengan becak listrik jangkauan perpustakaan akan semakin luas. Saat ini berat 100 buku saja sudah sama dengan satu orang penumpang.
ADVERTISEMENT
“Saya masih kuat karena sampai detik ini saya punya kebiasaan olahraga setiap dua hari sekali. Saya lari 30 menit, 15 kali push up, aerobik 10 menit, dan naik turun trotoar 100 kali. Total 45 menit,” kata dia.
Sutopo mengaku akan tetap bersemangat keliling dan bekerja. Meski diakui pendapatannya menurun usai bertebaran transportasi online. Dahulu pendapatannya rata-rata Rp 50 perhari, kini tak menentu.
“Kerja jam 6 pagi sampai jam 6 sore. Sejak ada ojek online paling banter tiga kali narik bahkan pernah tidak narik tapi tidak masalah bagi saya. Segala sesuatu pekerjaan pasti ada suka duka,” kata dia.