Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Indonesia, tanah airku. Tanah tumpah darahku,
Di sanalah aku berdiri. Jadi pandu ibuku.
ADVERTISEMENT
Baris pertama lagu Indonesia Raya itu menyiratkan ibu sebagai tanah air. Dan kita, bangsa Indonesia, adalah pandu serta pelindung bagi sang ibu.
Beberapa lagu nasional lain juga dengan jelas menggunakan kata “ibu pertiwi” sebagai metafora dari tanah tumpah darah, seperti lagu Ibu Pertiwi dan Indonesia Pusaka.
Mengapa “ibu pertiwi”?
Sementara kata “pertiwi” diartikan sebagai bumi, dewi yang menguasai bumi, dan atau tanah tumpah darah.
Berdasarkan penelusuran kumparan, “pertiwi” merujuk pada salah satu dewi sakti dalam ajaran Hindu, yakni Dewi Pertiwi --dalam bahasa Sanskerta prthivi yang merupakan Dewi Bumi.
ADVERTISEMENT
Nama lain dari Dewi Pertiwi adalah Bhumi, Bhuma Devi, atau Bhudevi. Dewi Bumi ini berpasangan dengan Bapak Langit, Dyaus Pita.
Ibu Bumi dan Bapak Angkasa ini menjadi metafora dalam bidang pertanian. Ibu Bumi, menurut Andrianus Sudarmanto, salah satu pengajar bahasa Universitas Surakarta, menyimbolkan tanah tempat berpijak, lahan tempat bersemi dan tumbuhnya benih. Sementara Bapak Langit atau Bapak Angkasa adalah sumber air.
Hal tersebut juga bertalian dengan kisah Dewi Sri atau Dewi Padi yang melambangkan tanah pertanian dan kesuburan.
“Sejak dulu, ibu itu sudah dianggap ‘sakti’. Cerita-cerita rakyat di Nusantara pada umumnya selalu dimulai dari semacam buluh bambu, kemudian keluar buih, lahirlah putri dan menghasilkan suatu masyarakat tertentu,” jelas Felicia N. Utorodewo yang biasa disapa Ibu Sis, Dosen Linguistik Fakultas llmu Budaya Universitas Indonesia, kepada kumparan, Senin (6/2).
ADVERTISEMENT
Konsep ibu sebagai tanah air bukan cuma dikenal di Nusantara, tapi juga di negara-negara belahan bumi lain seperti Rusia, Kanada, Australia, dan Hungaria yang mengenal istilah motherland.
“Ibu” menjadi personifikasi bumi atau alam karena keduanya memiliki karakter sama: memberi dan menopang kehidupan. Sama halnya seperti perempuan yang juga memiliki karakter dan kekuatan serupa dalam menghasilkan dan memelihara kehidupan.
Ibu memiliki nilai sakral karena menjadi satu-satunya pintu bagi lahirnya kehidupan. Kita bisa menelusurinya bukan hanya dari ajaran Hindu, tapi juga kebudayaan Mesopotamia yang mengenal Ishtar sebagai dewi kehidupan.
“Ibu dalam berbagai kebudayaan memiliki peran penting. Meski tidak menonjol, tapi juga tidak kecil,” ucap Ibu Sis.
ADVERTISEMENT
Namun, konsep itu kemudian mengalami sedikit perubahan makna terkait ideologi tertentu.
“Bahasa itu kan bagian dari budaya. Jadi semula enggak ada kepentingan-kepentingan ideologi dan sebagainya. Itu (ideologi) baru ditempelkan kemudian,” kata Ibu Sis.
Konsep ibu pertiwi atau mother earth dianggap sebagai sudut pandang umum dalam melihat peran gender dan konsep femaleness yang diekspresikan dalam kehidupan sosial.
Cynthia Enloe, profesor serta peneliti Kajian Gender dan Wanita Clark University Amerika Serikat, mengatakan bahwa konsep ibu pertiwi telah digunakan secara politis oleh lelaki untuk menekan perempuan hanya pada satu peran: ibu.
Ibu yang dimaksud adalah seseorang yang bertugas melahirkan dan mengurus anak. Tak lebih dari itu.
Meskipun dalam sejarahnya, ibu memiliki makna yang jauh lebih luas dan dalam.
ADVERTISEMENT
“Untuk laki-laki, motherland juga membentuk peran maskulin yang dalam pikiran mereka. Mengamuflase aksi dan kebijakan yang menindas (tanah air),” ujar Enloe kepada kumparan.
Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Mas intannya terkenang
Hutan gunung sawah lautan
Simpanan kekayaan
Kini ibu sedang susah
Merintih dan berdoa