Kisah TKW Asal Kendal Terjerat Terorisme karena Medsos

26 Februari 2024 13:24 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemutaran film "Pilihan" di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura, Minggu (25/2). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pemutaran film "Pilihan" di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura, Minggu (25/2). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Media sosial menjadi salah satu wadah bagi para teroris untuk merekrut anggota baru terutama para pekerja migran asal Indonesia. Komplotan teroris berpura-pura sebagai sosok yang baik dan menjanjikan surga bagi para korbannya.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut sempat dialami oleh Listyowati mantan tenaga kerja wanita Hongkong asal Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, yang sempat terjerat terorisme kelompok ISIS karena media sosial. Kisah Listyowati pun dijadikan film berjudul "Pilihan" dengan chapter pertama bertajuk "Jebakan Media Sosial".
Lis sebelumnya bermimpi nasibnya akan membaik saat ia bekerja di Hongkong, karena ia baru bercerai dengan suaminya karena masalah KDRT. Ia kemudian berselancar di YouTube dan Facebook dan menemukan postingan kehidupan anak-anak yang menjadi korban perang di Timur Tengah
"Saya terus menyimak (konten-konten)," kata Lis, Senin (26/2).
Ilustrasi media sosial Facebook dan Instagram. Foto: Koshiro K/Shutterstock
Lis yang simpati kemudian terus mengikuti informasi itu hingga diarahkan bergabung ke sebuah grup di Facebook yang belakangan diketahui anggotanya merupakan simpatisan ISIS. Di grup itu, pun intens berkomunikasi dengan seorang pria bernama Arif.
ADVERTISEMENT
Arif terus mendorongnya ikut menyelamatkan anak-anak korban konflik agar nantinya bisa masuk surga setelah meninggal dunia. Di mata Lis, Arif merupakan sosok pria yang sangat baik dan Lis sangat menyukainya.
"Arif itu orangnya lembut, enggak pernah sekali pun ngomong kasar. Saya paling suka sama Arif karena itu," ujar dia.
Lis yang sudah kadung percaya itu juga kerap mengirimkan uang kepada Arif hingga totalnya mencapai jutaan rupiah. Arif mengatakan uang itu digunakan untuk membeli senjata dan bahan peledak.
Ilustrasi senjata. Foto: Shutter Stock
"Saya mau beli senjata, pengin punya skill. Kalau enggak nanti bisa mati konyol," imbuh Lis menirukan ucapan Arif.
Lis yang makin terpesona dengan Arif juga berniat pulang ke Indonesia dan membangun rumah tangga baru dengan pujaan hatinya itu. Namun, sayang rencana mereka tak pernah terwujud karena Arif ditangkap Densus 88/Antiteror di Kalimantan Barat karena merencanakan teror.
ADVERTISEMENT
Tak lama setelah pulang ke Indonesia, pada tahun 2020, Lis juga ikut diciduk Densus 88. Ia menjalani hukuman pidana 3 tahun penjara dan pada Juni 2023 dia bebas dari Lapas Perempuan Kelas IIA Semarang. Lis pun bertobat dan memperbaiki masa lalunya.
Ilustrasi pasukan Densus 88. Foto: Romeo Gacad/AFP
"Saya waktu bebas dari LPP Semarang tak menyangka (bisa bebas), saya langsung sujud syukur," kata Lis.
Sementara itu, produser film "Pilihan", Ani Ema Susanti Ani yang juga merupakan mantan PMI di Hong Kong itu, mengakui masih adanya stigma negatif sosok perempuan yang bekerja di luar negeri. Ia ingin menunjukkan bahwa semua manusia itu sama dan setara.
"Saya (dianggap) dapat gaji tinggi karena saya jual diri. Itu beneran membuat harga diri saya, mental saya, beneran jatuh gitu. Dan itu lama, proses menjadi normal, menjadi manusia yang sediakala itu lama," sebut Ani.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Teroris. Dok: Shutterstock
Lewat film yang sudah diputar di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura, Minggu (25/2), Ani berharap pekerja migran Indonesia bisa terhindar dari paham-paham radikalisme dan terorisme.
"Film ini jadi piranti edukasi kreatif bagi para PMI dalam melawan ekstremisme di dunia maya dan pendidikan adalah salah satu cara memutus mata rantai kemiskinan," kata Ani.
Tahun 2015-2017, berdasarkan data Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), sekitar 43 WNI di Hong Kong terpapar paham radikal teror.
Data Kementerian Luar Negeri Indonesia pun mencatat ada 430 WNI yang dideportasi dari Turki karena akan bergabung kelompok radikal teror di Suriah.