news-card-video
13 Ramadhan 1446 HKamis, 13 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Kisah Warga Bekasi Tinggal di Bantaran Kali: Ogah Relokasi, Ingin Kompensasi

13 Maret 2025 19:48 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara banjir merendam perumahan Pondok Gede Permai, Jatirasa, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (4/3/2025).  Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara banjir merendam perumahan Pondok Gede Permai, Jatirasa, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (4/3/2025). Foto: Fakhri Hermansyah/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Perumahan Pondok Gede Permai (PGP), Kecamatan Jatiasih, merupakan salah satu kawasan yang terdampak banjir paling parah di Kota Bekasi beberapa waktu lalu. Lokasi perumahan itu berada di samping kali Bekasi. Tak ayal sebagian warga bermukim di bantaran kali.
ADVERTISEMENT
PGP diketahui dibangun pada tahun 1990-an dan salah satu perumahan tertua di Kota Bekasi. Sejak pertama didirikan, banjir menjadi hal yang biasa merendam kawasan itu.
Bendahara RW 10 Kelurahan Jatirasa, Tarto, mengatakan kini banjir kian mengkhawatirkan, sebab ketinggian air melebihi tinggi tanggul yang ada.
"Saya di sini sudah lama sekali, beli di PGP hasil kerja di Jakarta. Sekarang saya juga yang diberi tanggungjawab menjaga mesin air jika banjir tiba," terang Tarto, Kamis (14/3).
"Saya pertama di sini banjir ya masih 50-70 centimeter karena tanggul masih rendah. Sejak saya disini setiap tahun bertarung dengan banjir," tambahnya.
Menurut dia, banjir besar dengan debit air tinggi terjadi 5 tahun sekali. "Setiap tahun dan selalu terjadi siklus lima tahunan, debit air tinggi. Hingga kita warga di sini harus menambah lantai rumah menjadi 2 lantai, jika tidak mau harta benda habis terendam setiap tahunnya. Saat ini banjir disini mencapai 4 meter paling tinggi," kata dia.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2020, Tarto mendapat informasi dari utusan Pemkot Bekasi untuk relokasi. Namun relokasi itu hanyalah informasi yang belum ada tindak lanjut hingga saat ini.
Terkait rencana relokasi, Tarto, menolak apabila dipindahkan ke rusun. Dia baru setuju dipindahkan apabila mendapat kompensasi.
"Jika memang rencana relokasi itu ada dan terjadi dan pilihannya hanya dipindahkan ke rusun, saya menolak. Jika relokasinya kami diberikan kompensasi, maka saya terima," ujarnya.
"Entah berapa pantas ya sesuai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) saja, yang jelas saya pribadi menolak jika relokasi pindah ke rusun. Maka kalau harganya pantas saya dan keluarga ingin pulang kampung saja, syukur kalau kompensasinya bisa beli hunian lagi di kampung," sambungnya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bersama Menteri ATR/BPN Nusron Wahid duduk bersama membahas soal pengaturan tanah di daerah aliran sungai di Jawa Barat agar banjir besar tak terulang.
ADVERTISEMENT
Hasilnya disepakati kawasan sempadan atau bantaran sungai di Jabar akan diklaim oleh negara.
Dedi menerangkan dalam rapat yang dihadiri 27 bupati dan wali kota di Kompleks Wali Kota Depok pada Selasa (11/3), sepakat untuk berkomitmen dan mensinkronkan setiap daerah dalam menyusun tata ruang yang sehat dengan pengukuran tanah di sempadan sungai oleh Pemda Provinsi Jawa Barat.
Dengan pengukuran ini, fungsi sungai akan dikembalikan sesuai dengan peruntukannya, dalam arti badan sungai diperlebar kembali dan kapasitas tampung airnya menjadi normal.
Dedi mengatakan Kementerian ATR/BPN akan menerbitkan sertifikat sempadan sungai yang nanti akan dipegang balai besar sungai wilayah. Sehingga, sertifikat kawasan sempadan sungai tidak lagi dimiliki oleh perorangan atau perusahaan.