Kisah Warga Tanah Tinggi Jakpus: Terhimpit di Rumah Sempit, Tidur pun Gantian

27 April 2025 19:45 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di RW 12, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat pada Minggu (27/4/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di RW 12, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat pada Minggu (27/4/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
ADVERTISEMENT
Jakarta mungkin menjadi sebuah kota yang diimpikan oleh segelintir orang. Kemajuan kota ini selalu menjadi daya tarik masyarakat daerah lain untuk menapakinya.
ADVERTISEMENT
Gedung tinggi, mal besar, gemerlap lampu tempat hiburan, kesempatan kerja yang luas, dan lain sebagainya bisa ditemukan dengan mudah di Jakarta. Jalanan besar, rumah mewah, apartemen berkelas, semua berserakan di sana.
Namun, Jakarta selalu memiliki sisi lainnya, yang jarang mendapatkan sorot kamera. Di tengah kota ini, gang dengan lebar setengah meter yang memaksa pejalan kaki untuk memiringkan badannya agar bisa lewat ternyata masih sangat bisa ditemukan.
Seperti di RW 12, Kelurahan Tanah Tinggi, Kecamatan Johar Baru, Jakarta Pusat. Bagaimana tidak, di sekeliling RW ini, lebar jalanan besar hanya berjarak kurang dari 1 Km.
Warga hidup berimpit-impitan di pemukiman padat dengan rumah seadanya.
Balai warga RW 12, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat pada Minggu (27/4/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Rata-rata rumah di sana hanya memiliki luas 2x3 meter hingga 3x4 meter. Satu rumah sempit itu bisa ditinggali sekeluarga besar berjumlah hingga belasan orang.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini memaksa mereka harus tidur bergatian. Sebab jika semua tidur di waktu yang bersamaan, rumahnya tak muat menampung.
Ketua RW 12, Imron Buchari, menjelaskan fenomena itu bisa terjadi karena satu rumah berukuran 2x3 bahkan bisa dihuni 4-5 keluarga sekaligus.
“Orang tuanya punya anak lima, berumah tangga. Karena daya ekonomi tidak mampu, ya masih KTP sana,” ujarnya saat ditemui kumparan, Minggu (27/4).
“Anak kecil itu ya tinggal di situ sama orang tuanya, cucunya. Nah, sementara anak-anaknya ya, pencarian mereka juga tidak ada yang tetap. Ada yang ngamen, terpaksalah,” sambungnya.
Imron menyebut, warganya tak mampu membeli rumah lagi. Mau tak mau, mereka membuat sistem tidur gantian.
“Artinya tidurnya ganti-gantian,” ujar dia.
Balai warga RW 12, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat pada Minggu (27/4/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Tidur tak tuntas menjadi persoalan. Mengatasinya, Imron mempersilakan warga-warganya untuk tidur di balai warga. Meski tak ada kamar, warga-warganya diizinkan tidur di sana setiap malam. Mereka bisa tidur di kursi kayu panjang, hingga sebuah panggung yang ada di sana.
ADVERTISEMENT
“Kebetulan kita, kebetulan (balai warga) agak menunjang. Yang di sini di belakang kita dibangun WC umum, MCK,” ujar Imron.
“Di belakang ini. Di belakang 24 (WC), Jadi agak praktis dia. Rumah warga yang tidak ada WC. Makanya dia praktis tidur di sini. Nanti dia mandi,” sambungnya.
Sebenarnya, kondisi di RW 12 ini sudah disorot pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi. Beberapa program juga sudah direncanakan untuk mereka, termasuk relokasi ke rusun.
Namun, Imron mengatakan bahwa warganya tak mau dipindahkan. Mereka sudah kepalang nyaman tinggal di sana, meski dengan segala kekurangannya.
“Nah itu ya kembali lagi ke pribadi masing-masing, ‘wah saya nggak mau’. Termasuk itu. Mau dibangun lagi kayak begini (rusun), nggak mau. Akhirnya agak mengalah lah sedikit. Udah renov aja,” katanya.
Toilet umum RW 12, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat pada Minggu (27/4/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Kini, beberapa rumah di sana memang tengah direnovasi. Tampak, kuli bangunan sedang membangun kembali beberapa rumah sempit yang ada di RW itu.
ADVERTISEMENT
Renovasi rumah itu dibuat melalui program Berbenah Kampung. Penyelenggaranya adalah Yayasan Buddha Tzu Chi yang bekerja sama dengan beberapa kementerian, seperti Kementerian PKP dan Kementerian Dalam Negeri.

Terimpit di Gang Sempi

Gang-gang sempit itu dihuni oleh warga dengan kondisi rumah seadanya.
Gang pertama yang kumparan datangi masih bisa dilewati oleh sepeda motor, meski bila ada motor melaju dari arah berlawan, pengendara harus pepet-pepetan.
Semakin masuk ke dalam, gang-gang di RW 12 ini makin sempit. Awalnya gang masih bisa dilewati oleh dua pejalan kaki. Lama-lama hanya satu pejalan kaki. Hingga akhirnya ketemu lah satu gang yang bahkan badan harus dimiringkan untuk lewat.
“Bayangin kalau ada orang meninggal,” ucap Imron.
Saking padatnya, ada sebuah gang yang tak mendapatkan sinar matahari sama sekali. Penyebabnya adalah kanopi rumah dengan rumah di seberangnya saling menempel karena berjarak kurang dari 1 meter.
ADVERTISEMENT
Salah satu warga yang tinggal di sana adalah Ainun. Ia tinggal di sana dengan enam orang lainnya yang merupakan ayah, ibu, dan tiga adiknya.
Lantai 1 rumahnya hanya berukuran sekitar 3x4 meter. Namun mereka tak sampai harus tidur bergantian, sebab masih ada lantai 2 di atas.
“Kalau di rumah mama kan tiga lantai, jadi nggak. Jadi bapak di bawah sama adek aku, aku di atas sama adek, mama sama adek lagi di tengah,” ujar Ainun.
Suasana di RW 12, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat pada Minggu (27/4/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Ainun tak mau bila ada tawaran untuk pindah dari rumahnya. Katanya, kalau mau direnovasi saja.
“Ya boleh, kalau direnovasi boleh, dibangun boleh, cuma kalo dipindahin kan anaknya banyak kalau bapak kan, kayaknya cuma dapet tiga kamar doang kayaknya sempit, barangnya kan banyak. Daripada kita dipindahin mendingan kita di rumahnya sendiri,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
Warga lainnya yang tinggal di pemukiman padat ini adalah Lilis, Kevin, dan Ayi. Mereka tinggal seatap di sebuah rumah dua lantai yang masing-masing luasnya 3x4 meter.
Selain mereka, total ada delapan orang yang tinggal di rumah itu. Sama dengan Ainun, mereka tak mau bila disuruh pindah.
“Nggak ah (kalau direlokasi). Tawaran mulu, capek berbenahnya. Mendingan di rumah ini sendiri lah, nggak usah pindah-pindah lah,” ucap Lilis.
Katanya, lebih baik direnovasi saja, tapi dengan syarat, renovasinya harus sungguh-sungguh. Mereka tak mau bila renovasinya hanya menambal-nambal tembok yang terkikis atau atap yang mulai bocor.
“Renovnya, renov semua bang, jangan cuma ditambal-tambal, diganti-ganti doang gitu,” ujar Ayi.
"Ibarat kata kan, oke lah kita terima kasih dibangun, entar 4 tahun 5 tahun kemudian begitu lagi (rusak lagi) sama aja kan,” timpal Kevin.
ADVERTISEMENT

Warga RW 12 Juga Sulit Cari Kerja

Berat untuk menjadi warga RW 12 Tanah Tinggi ini. Selain harus tinggal di rumah sempit karena faktor ekonomi, mereka juga sulit mencari kerja.
Ayi dan Kevin curhat, katanya daerah tinggal mereka sudah di-blacklist oleh banyaknya perusahaan.
“Jangankan perusahaan, semua leasing pun kena. Mau apa kek susah. Karena memang udah di sini tuh Tanah Tinggi dan Johar Baru tuh udah zona merah bagi mereka,” ujar Ayi.
“Ibaratnya udah di-blacklist,” timpal Kevin lagi.
Suasana di RW 12, Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat pada Minggu (27/4/2025). Foto: Abid Raihan/kumparan
Kondisi ini menurut mereka sangat menyulitkan. Cap itu menurut mereka seharusnya sudah dihapus. Warga RW 12 sangat ingin kerja. Yang mereka inginkan sekarang hanyalah kesempatannya.
“Asalkan ada lowongan seperti itu pasti orang-orang, sekitar kita nih kayak semacam yang nganggur yang gelandangan, yang nggak punya rumah, asal kerja dia rajin, pasti mau bang. Gitu lho,” ujar Kevin.
ADVERTISEMENT
Ketua RW, Imron tak menampik hal tersebut. Namun, Imron memastikan, bahwa sekarang kelakuan tak baik warganya, seperti menodong, tawuran, dan lain sebagainya sudah tak separah zaman dulu lagi.
“Kita tidak munafik. Di mana pun wilayah ya ini yang perlu diantisipasi, narkoba. Kalau kriminal artinya titik aman, istilahnya penodongan sudah tidak ada sama sekali,” ujar Imron.
“Kolaborasi dengan RW gimana? Kalau ada gesekan antar warga kita selesaikan. Supaya tidak meluas,” tandasnya.