Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kisah WN Palestina Ditangkap Israel Saat Pulang Sekolah, Bebas 8 Tahun Kemudian
26 November 2023 12:12 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Air mata haru dan bahagia tak kuasa ditahan oleh seorang warga Palestina Sawsan Bakeer, saat kembali melihat putrinya, Marah Bakeer, yang baru dibebaskan usai mendekam di balik jeruji Israel selama 8 tahun lamanya.
ADVERTISEMENT
Setelah 8 tahun tak bertemu, Sawsan tampak terpukau dengan anak gadisnya yang kini tumbuh menjadi perempuan dewasa berusia 24 tahun.
Maklum, ingatan terakhir yang dimiliki Sawsan soal Marah masih berupa perempuan yang masih remaja, lugu, dan belum mengalami bagaimana kejamnya perilaku penjajah Israel.
"Saya sudah bilang Marah cantik," kata Sawsan kepada wartawan, sambil memeluk putrinya dengan air mata haru mengucur di pipi.
"Bukan karena dia putri saya, sungguh, tapi Marah memang cantik, dan Anda harus melihatnya sendiri," tambahnya, disambut senyuman Marah yang tak kalah semringah.
Marah merupakan salah satu dari 39 wanita dan anak-anak Palestina yang dibebaskan di bawah kesepakatan gencatan senjata Hamas dan Israel gelombang pertama, pada Jumat (24/11).
ADVERTISEMENT
Ditangkap Saat Pulang Sekolah
Dikutip dari Al Jazeera, sebelum ditangkap pasukan penjajah, Marah adalah siswi sekolah menengah atas berusia 16 tahun. Dia bersekolah di SMA al-Maimouna, Syekh Jarrah, Yerusalem Timur yang diduduki.
Setiap hari, Marah berjalan kaki dari rumahnya di Beit Hanina untuk ke sekolah — melintasi pinggiran jalan tol yang membentang antara Yerusalem Timur dan Barat.
Hingga akhirnya, hari kelam itu tiba. Pada 12 Oktober 2015, sepulang sekolah Marah jalan kaki ke rumahnya usai beraktivitas seperti biasa, tanpa terbesit pikiran bahwa kehidupan dia sebagai remaja normal bakal berubah 180 derajat.
Tiba-tiba, Marah yang sedang berjalan kaki menjadi sasaran timah panas hingga dia tersungkur di trotoar. Dengan 12 luka tembak di lengan dan tangan — dia merasakan tubuhnya ditopang pasukan Israel, sebelum ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
ADVERTISEMENT
Kala itu, Marah dituding mencoba menikam seorang perwira Israel — tuduhan yang disangkal oleh Marah dan keluarganya.
Meski tidak ada bukti pendukung dan usianya yang masih di bawah umur, Marah tetap dijatuhi hukuman pidana, yakni 8 tahun 6 bulan penjara.
Di saat usianya yang masih sangat belia, Marah harus menghadapi masa-masa sulit di penjara dan berada jauh dari pelukan serta kasih sayang sang ibu. Hal itu, kata Marah, acap kali membuatnya merasa terpukul dan kerinduan terhadap keluarga pun tak terelakkan.
"Ada banyak masa-masa sulit di penjara, tetapi sama seperti orang lain yang menjalani hidup, masa-masa itu berlalu. Penjara sangat sulit karena saya masih muda [ketika dipenjara] dan saya membutuhkan kasih sayang ibu saya dan dukungan keluarga saya," ungkap Marah.
ADVERTISEMENT
"Meskipun ada banyak rekan sesama tahanan yang merawat dan membantu saya, tidak ada yang bisa menggantikan kasih sayang seorang ibu," tambahnya, seraya memeluk erat Sawsan.
Jadi Tokoh 'Politik'
Seluruh kesulitan, kesengsaraan, dan masa-masa ketika dia jauh dari keluarga — membuat Marah tumbuh menjadi perempuan yang kuat dan tangguh. Selama bertahun-tahun di penjara, Marah menjelma menjadi semacam tokoh politik yang mewakili seluruh suara tahanan perempuan di penjara Damon, Israel bagian utara.
Adapun penjara Damon adalah lokasi para tahanan perempuan dan anak di bawah umur Palestina ditahan.
Setelah serangan bersejarah Hamas pecah 7 Oktober lalu, Israel pun memindahkan Marah beserta para pemimpin penjara lainnya menuju penjara lain di Jalame. Di sana, Marah ditempatkan di sel isolasi, tak diizinkan berinteraksi dengan siapa pun, atau memperoleh informasi dari dunia luar.
ADVERTISEMENT
"Itu adalah waktu yang sangat sulit karena mereka menjauhkan saya dari yang lain, dan itu terjadi selama perang. Saya tidak tahu apa yang terjadi pada mereka dan itu sangat mempengaruhi saya," ungkap Marah.
Selama 6 minggu, Marah berada di sel isolasi dan di dalam kepalanya dipenuhi oleh berbagai pertanyaan: bagaimana kondisi keluarga, apa yang terjadi, dan apakah semua akan baik-baik saja?
"Yang lebih sulit lagi, saya tidak tahu apa-apa tentang keluarga saya. Tapi saya tahu Tuhan akan melindungi mereka," tambahnya.
Dibebaskan dari Penjara
Hingga kemudian, kabar baik datang — Marah dikeluarkan dari sel isolasinya pada Rabu (22/11), tanpa mengerti apa yang sedang terjadi.
"Ketika saya tidak kembali ke sel saya, saya tahu ada kesepakatan yang sedang dinegosiasikan, tetapi saya tidak tahu apa detailnya," kata Marah. Adapun saat itu, Israel dan Hamas mengumumkan adanya kesepakatan gencatan senjata selama 4 hari untuk melakukan jeda kemanusiaan dan pertukaran tawanan.
Pada Jumat (24/11) pagi, Marah akhirnya diberi tahu bahwa dirinya terpilih menjadi salah satu tawanan yang akan dibebaskan di bawah kesepakatan gencatan senjata tersebut.
ADVERTISEMENT
Menjelang pembebasan Marah pun, keluarganya mengatakan bahwa mereka tidak memiliki informasi tentang kapan Marah akan pulang hingga Israel menyerbu rumah mereka. Mereka juga diberi tahu oleh Israel, tidak boleh ada perayaan atau euforia apa pun ketika Marah pulang nanti.
"Marah pulang ke rumah kami hari ini. Kami baru saja menerimanya, tetapi mereka [pasukan Israel] mengancam akan menyerbu rumah dan menangkap saya jika kami merayakannya," kata ayah Marah, Jawdat.
Live Update