Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Warga Bali dari organisasi Puskor Hindunesia, Aliansi Peduli Bali dan Komponen Rakyat Bali mengadukan Anggota DPD RI I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (AWK) ke Polda Bali.
ADVERTISEMENT
Mereka mengadukan AWK karena anggota DPD RI itu kerap mengklaim sebagai Raja Majapahit. Koordinator Komponen Rakyat Bali I Gusti Ngurah Nyoman Juniartha mengatakan klaim yang dibuat AWK itu sebagai pengaburan sejarah Kerajaan Majapahit.
“Kita ingin melaporkan kekeliruan yang dilakukan oleh AWK di Bali. Ini harus diluruskan. Fakta yang sebenarnya, sebab apa yang disampaikan oleh AWK ini bisa merusak tatanan tradisional Bali. Soal pengaburan sejarah, mengaku diri sebagai raja. Ini kan bisa merusak mental generasi muda kita,” kata Juniartha kepada wartawan di Polda Bali, Selasa (21/1).
Menurut Juniartha, AWK dalam beberapa kali aktivitas sosialnya, terutama dalam akun media sosialnya, kerap menyebut sebagai Raja Majapahit.
Juniartha juga menyebut AWK pernah dilantik sebagai Raja pada 31 Desember 2009 di Pura Besakih di Kabupaten Karangasem dengan nama Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna. AWK juga memiliki sebuah istana bernama Istana Mancawarna di Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, Bali serta sejumlah pengikut.
ADVERTISEMENT
Juniartha mengatakan AWK tidak ada keturunan atau silsilah kerajaan Majapahit di Bali.
“Dia bukan keturunan bangsawan kalau kita baca tradisi Bali, di Bali banyak puri (tempat tinggal para bangsawan keturunan raja di Bali, misalnya Kerajaan Raja Pertama di Denpasar disebut Puri Agung Denpasar), tapi enggak ada yang mau mengaku sebagai Raja Majapahit di Bali,” kata dia.
“Memang enggak ada keturunan Majapahit. Kalau Majapahit menaruh orangnya pada zaman dulu ketika Bali dikalahkan. Iya. Dalam Klungkung itu ada kerajaan dan keturunannya. (Majapahit menaklukkan Klungkung) Dibantu para Arya -Arya itu bukan dari weda. Ada Arya kencan, arya kepakisan dan lain sebagainya,”sambung Ngurah Harta.
Menurut dia, dalam beberapa tahun ke depan, dengan klaim diri sebagai Raja Majapahit oleh AWK ini, dapat berdampak negatif terhadap generasi muda. Generasi muda akan menganggap ada Kerajaan Majapahit di Bali.
ADVERTISEMENT
“Dua puluh tahun ke depan generasi muda kita bisa percaya loh di Bali ada kerajaan Majapahit. Karena di pelajaran sejarah di sekolah kan sekarang tidak seperti dulu. Intensif, endak ada sama sekali. Sehingga anak-anak muda yang ngumpul tidak paham tentang raja Majapahit,” kata dia.
Juniartha berharap agar AWK dapat meminta maaf dan meluruskan fakta sejarah. Bila permintaan maaf ada, laporan akan dicabut. Sebaliknya, proses hukum akan dilanjutkan bila AWK tak segera mengucap maaf kepada publik.
“Tolong jangan dikaburkan sejarah. Kalau dia mengakui dan datang minta maaf Kita akan cabut laporannya. Dan kita bersihkan nama dia laporan. Kalau enggak kita lanjut,” kata dia.
Aduan ini diterima dengan nomor 74/1/2020/ Ditreskrimsus. Kasubdit V Ditreskrimsus Polda Bali AKBP I Gusti Ayu Putu Suinaci mengatakan, perkara AWK ini masih diterima dalam aduan masyarakat (Dumas). Polisi masih mempelajari kasus ini.
ADVERTISEMENT
“Kita sudah terima dalam bentuk aduan. Kita tunggu prosesnya. Pengaduan yang kita terimadi kantor polisi ini yaa harus berproses mulai dari tahap pengumpulan keterangan, pengumpulan alat bukti,”kata Suinaci.
Suinaci mengatakan, dalam laporannya ini, pelapor dengan atas nama I Gusti Ngurah Nyoman Juniartha telah menyerahkan sejumlah bukti rekaman digital atas klaim AWK sebagai raja.
Sementara itu, AWK saat dimintai tanggapannya soal aduan dari warga Bali itu belum merespons. Dihubungi telepon selulernya aktif namun belum menjawab saat kumparan menelepon. Begitu juga pesan WhatsApp yang kumparan tulis, belum mendapat respons.