Klarifikasi soal Video Viral PDP Corona Tak Dilayani di RS Mitra Keluarga Bekasi

20 Maret 2020 16:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi virus corona. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi virus corona. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Ritapunto, warga Bekasi, sempat viral setelah video curhatannya soal RS Mitra Keluarga Bekasi beredar di media sosial. Rita yang saat itu datang untuk memeriksa kondisi kesehatannya merasa ditelantarkan oleh pihak rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Pihak rumah sakit sudah memberikan klarifikasi terkait kejadian ini. Mereka membantah menelantarkan pasien. Menurut pihak RS, saat itu Rita datang untuk tes COVID-19 karena baru pulang dari negara terjangkit wabah corona.
"Pasien datang ke Rumah Sakit pada tanggal 12 Maret 2020, dengan keluhan batuk, pilek, sesak dan riwayat perjalanan ke negara terjangkit, serta pernah kontak dengan pasien terkonfirmasi positif di negara tersebut. Pasien menyampaikan ingin melakukan pemeriksaan untuk memastikan apakah terkena infeksi COVID - 19 atau tidak," tulis manajemen RS Mitra Keluarga Bekasi dalam siaran pers yang diunggah di website resmi mereka, 17 Maret 2020.
Ilustrasi Virus Corona. Foto: Shutter Stock
Saat dilakukan pemeriksaan fisik, menurut RS Mitra Keluarga, pasien tidak demam, tidak tampak sesak, tidak menunjukkan gejala COVID-19 berat (Uncomplicated Illness) dan kondisi pasien baik. Pasien juga telah diberikan edukasi untuk melaksanakan isolasi mandiri.
ADVERTISEMENT
Soal tes COVID-19, karena RS Mitra Keluarga bukan RS rujukan pemerintah dan tidak memiliki fasilitas untuk melakukan pemeriksaan COVID-19, maka pasien diarahkan ke RS rujukan.
"Pasien dianjurkan untuk memeriksakan diri secara mandiri ke RS Rujukan yang mempunyai fasilitas pemeriksaan COVID-19, dalam hal ini RSPI Sulianti Saroso," katanya.
"Mari hentikan membuat dan atau mengedarkan berita yang belum jelas kebenarannya. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi kita semua," imbuhnya.
Rita kemudian angkat bicara soal klarifikasi rumah sakit dan detail kejadian sebenarnya. Dia merasa klarifikasi yang diberikan oleh pihak rumah sakit tidak sesuai. RS dalam siaran pers sebelumnya menyebut Rita datang untuk melakukan pemeriksaan COVID-19, padahal menurutnya, dia datang untuk pemeriksaan biasa.
ADVERTISEMENT
"Mohon kepada RS Mitra Keluarga Bekasi untuk membuka kembali CCTV di RS Anda untuk meng-cross check apakah saya berbohong atau mengada-ngada, dan kemudian merilis seolah-olah saya datang untuk minta tes COVID-19," kata Rita dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Jumat (20/3).
Menurut Rita, klarifikasi yang dibuat olehnya ini untuk menghilangkan fitnah, rumor ataupun anggapan mencari sensasi. "Saya siap mempertanggungjawabkan secara penuh, sadar dan tanpa tekanan pihak mana pun," ucapnya.
Rita memulai klarifikasinya dengan penjelasan soal liburannya selama 30 hari ke Eropa pada tanggal 11 Februari 2020 lalu. Ada sejumlah negara yang dikunjungi yakni Prancis, Swiss, Italia, Austria, Hungaria, Slovakia, Jerman, Ceko, Belanda, dan Belgia.
Suasana di Amersfoort, Belanda. Foto: Dok. Arumsari Widhi Astuti
Tanggal 10 Maret, Rita kembali ke Tanah Air dari Brussel via Bangkok. Di Bandara Soekarno-Hatta, Rita menjalani skrining dengan scanner, suhu tubuhnya 36,5 derajat dan dinyatakan sehat. Rita juga menjelasakan riwayat perjalannya di Eropa hingga akhirnya diminta untuk melakukan pemeriksaan oleh dokter jaga di bandara.
ADVERTISEMENT
"Menurut dokter, saya terindikasi mengalami batuk alergi, dan ditanya sejak kapan batuk ini muncul. Saya informasikan saya mengalami badan sakit, hampir tidak bisa jalan, dan demam menggigil serta batuk tanpa dahak di Kota Amsterdam Belanda pada tanggal 5 Maret 2020," katanya.
"Karena saya akan bertemu family, saya minum obat Paralen Grip untuk first aid. Dokter bandara minta saya untuk periksa ke rumah sakit jika masih kurang nyaman dengan tubuh saya. Kemudian diberikan kartu kuning skrining dinyatakan sehat," tambahnya.
Besoknya saat sudah berada di rumah, Rita merasa tidak bisa tidur karena batuk dan dada panas. Awalnya dia berpikir hanya jetlag perbedaan waktu di Indonesia dan Eropa. Tanggal 12 Maret, Rita menuju kantor imigrasi Bekasi untuk memperpanjang paspor dan batuk terus berulang. Akhirnya atas saran keluarga dia diminta untuk melakukan isolasi diri karena sedang ada wabah corona.
ADVERTISEMENT
"Saya pikir, sebelum saya “karantina diri sendiri” saya butuh obat dan saya hanya percaya dengan obat dokter," ujarnya.
Petugas di depan ruang isolasi RSPI Sulianti Saroso, Jakarta, Selasa (3/3). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Oleh karena itu, dia datang ke Rumah Sakit Mitra Keluarga Bekasi sekitar pukul 11.15 WIB. Setelah bertanya dengan bagian informasi soal keluhan batuknya akhirnya Rita memutuskan untuk melakukan pemeriksaan di bagian internis atau penyakit dalam.
Dokter internis bertanya soal keluhan Rita yakni batuk tidak berdahak dan dada panas. Suhu tubuh saat diperiksa 37,2 derajat. Menurutnya, dokter tersebut sangat ramah dan memberikan informasi dengan baik. Rita juga menjelaskan riwayat perjalanan dia selama di Eropa, dan pernah satu ruangan di Cafe Venezia dengan pengunjung yang belakangan diketahui positif COVID-19.
"Tiba-tiba dokter internis meminta saya menaikkan masker lebih tinggi menutup hidung. Dan menyatakan “Ibu ini kategori PDP” maskernya harus benar betul pakainya. Dan selanjutnya beliau minta izin untuk menelepon kolega beliau. Selesai telepon, saya diajak ke sebuah ruangan seperti IGD, tapi dipisahkan dan disuruh tunggu," katanya.
ADVERTISEMENT
Sekitar 10 menit Rita menunggu di ruang tersebut. Kemudian datang dokter lainnya yang mengatakan Rita adalah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan harus menjalani tes swab, tetapi tidak bisa di RS Mitra Keluarga, Rita diminta ke rumah sakit rujukan pemerintah.
"Saya jawab “baik dokter” nanti saya menuju ke RS rujukan tersebut. Lalu saya tanyakan apakah ada surat pengantar dan lainnya? Beliau jawab tidak perlu. Ibu langsung datang dan sampaikan kartu kuning yang dari bandara ini, nanti mereka paham," kata Rita.
Dokter juga bertanya apakah Rita sudah berinteraksi dengan anggota keluarga. Saat itu Rita baru berinteraksi dengan suami sebab anak-anaknya sedang berada di Jakarta. Dokter meminta agar Rita segera ke RS rujukan dengan naik taksi. Rita sempat bilang akan balik ke rumah dulu untuk ambil pakaian dan kendaraan pribadi, namun dokter menyarankan untuk langsung ke RS Rujukan.
ADVERTISEMENT
"Aduh ibu jangan pulang dulu, jangan bertemu dengan siapa-siapa dulu dan jangan mampir-mampir, harus langsung ke RS rujukan terserah ibu pilih yang mana," kata dokter seperti ditirukan Rita kala itu.
Infografik Waspada Virus Corona. Foto: Andri Firdiansyah Arifin/kumparan
Rita yang masih dalam kondisi bingung itu akhirnya memutuskan untuk berangkat ke RS Sulianti Saroso dengan taksi online. "Hati yang gundah dan tentunya kecewa. Obat tidak dapat, tidak boleh bertemu keluarga tapi boleh naik taksi," katanya.
Sambil duduk di lobi menunggu gerimis reda, dalam kondisi bingung dan syok, Rita juga tidak paham seberapa bahaya PDP hingga tidak boleh bertemu keluarga, maka Rita membuat video yang akhirnya viral itu.
"Logika saya, kalau seorang di-suspect PDP dan berbahaya berkeliaran, kenapa boleh naik taksi? Tapi tidak boleh bertemu keluarga atau ganti kendaraan pulang ke rumah? Apakah tidak ada protokol yang lebih manusiawi dalam menangani orang yang dinyatakan PDP?" ucap Rita.
ADVERTISEMENT
Rita menegaskan bahwa awal kedatangannya ke RS adalah untuk berobat karena batuk dan predikat status PDP diberikan oleh dokter RS Mitra Keluarga Bekasi, bukan oleh dia pribadi.
Dia juga meminta agar pemerintah serius melakukan skrining dan Rapid Test COVID-19 kepada masyarakat terutama yang memang secara sukarela sudah menyatakan dirinya baru saja datang dari negera wabah corona tanpa perlu dipersulit dengan alasan 'kondisi sehat'.
"Untuk mengurangi kepanikan sebaiknya dilakukan kemudahan orang-orang yang merasa dirinya baru dari datang negara wabah untuk dapat periksa swab tanpa disudutkan seolah-olah baper dan sebagainya. Mohon jangan playing God," tutup Rita.