Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
KLHK Sesalkan Beruang Madu Dibantai dan Dimasak Rendang
5 April 2018 16:27 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
ADVERTISEMENT
Beberapa waktu lalu warganet dihebohkan oleh aksi empat warga yang membantai empat ekor beruang madu di Riau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyayangkan aksi warga yang membantai empat ekor beruang madu di Riau.
ADVERTISEMENT
Tak hanya membantai, mereka juga memasak daging beruang madu menjadi rendang. Para warga itu kemudian menyantapnya.
Kepala Seksi Penegakan Hukum KLHK Wilayah II Sumatera, Edo Hutapea, menjelaskan hewan beruang madu adalah hewan yang dilindungi di Indonesia karena populasinya yang semakin sedikit.
"Larangan ini padahal sudah dalam bentuk undang-undang, dan regulasinya sudah ada bahwa membunuh hewan yang dilindungi tidak boleh, ini kurangnya pengetahuan masyarakat saja sampai mereka membunuh beruang madu yang dilindungi itu," ujar Edo saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Kamis (5/4).
Menurutnya masyarakat harus sudah mengetahui jenis hewan apa saja yang dilindungi oleh pemerintah. Pria yang akrab disapa Eduard tersebut juga menyebutkan melakukan penyuluhan untuk memberikan edukasi terhadap masyarakat sangat diperlukan agar mengurangi pembantaian hewan-hewan yang dilindungi oleh pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Sangat perlu sekali edukasi itu ke masyarkat, namun bukan dari kami yang mengedukasi, tapi dari Direktorat Jendral Konservasi Sumber Saya Alam," ucapnya.
Edo menyebutkan para pelaku berinisial JS, GS, ZDS, dan E. Pihak Gakkum KLHK juga membawa barang bukti berupa daging beruang yang sudah dipotong, sepucuk senapan angin dan tali jeratan beruang.
Dia juga mengatakan keempat pelaku ditangkap setelah tersebarnya sebuah video pembantaian beruang madu di media sosial Facebook.
"Di dalam video mereka terlihat sedang menguliti beruang tersebut untuk dimakan," ujar Edo.
Para tersangka dijerat hukum dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman lima tahun penjara.