Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Koalisi Lapor COVID-19: Ada Dokter Ditekan Kepala Daerah untuk Kurangi Tes PCR
3 Juli 2020 12:07 WIB
ADVERTISEMENT
Koalisi Warga untuk Lapor COVID-19 (LaporCovid19.org) melaporkan adanya sejumlah dokter yang ditekan sejumlah kepala daerah untuk mengurangi tes PCR corona. Kok bisa?
ADVERTISEMENT
"Lapor COVID-19 mendapat informasi dari sejumlah dokter yang ditekan kepala daerah agar mengurangi tes PCR dan hanya memakai tes cepat antibodi agar kasus positif di daerah tidak bertambah. Daerah itu meliputi Nusa Tenggara Barat, serta Lamongan dan Kediri, Jawa Timur," cuit salah satu anggota Koalisi Warga untuk Lapor COVID-19 Ahmad Arif di akun Twitternya, Jumat (3/7).
Informasi ini pun dikonfirmasi oleh anggota koalisi lainnya, Irma Hidayana, yang juga bagian dari Konsultan Independen Kesehatan Masyarakat.
"Iya betul, ada laporan dari beberapa orang. Salah satunya nakes yang juga kolaborator kami," kata Irma kepada kumparan melalui pesan singkat.
Dikutip dari situs mereka, ada 8 ilmuwan COVID-19 yang menjadi kolaborator koalisi ini. Berikut daftarnya:
ADVERTISEMENT
Salah dari kolaborator adalah Halik Malik yang merupakan Humas IDI. Halik biasanya menjadi pihak yang mengkonfirmasi apabila ada nakes yang menjadi korban corona.
Namun, Irma belum memberikan penjelasan detail terkait dengan seberapa banyak laporan yang masuk terkait tekanan itu.
Menurut Lapor COVID-19, dengan kondisi ini, pemerintah sebaiknya meninjau ulang penggunaan tes cepat dengan antibodi yang rentan disalahpahami dan disalahgunakan. Kata mereka, perbanyaklah tes PCR.
"Sebaiknya pemerintah fokus memperbanyak tes PCR dan tidak memakai tes cepat antibodi untuk diagnosa. Apalagi, banyak tes cepat yang beredar ini tidak divalidasi. Tak ada negara lain sukses mengendalikan wabah dengan tes cepat antibodi ini sebagai diagnosa," kata Ahmad Arif.
ADVERTISEMENT
kumparan masih berusaha mengkonfirmasi kepala daerah yang dimaksud terkait hal ini.
Soal rapid test ini sebelumnya juga pernah disinggung oleh epidemiolog (ahli wabah) dari FKM Universitas Indonesia Pandu Riono. Ia menyarakan Presiden Jokowi menyetop rapid test corona.
"Saya sampaikan ke Pak Jokowi, mohon setop pemakaian rapid test antibodi, tidak bermanfaat, membuang biaya saja," kata Pandu kepada kumparan, Kamis (25/6).
Pandu menegaskan, akurasi rapid test tergolong rendah. Sebab, dalam prosesnya hanya menguji antibodi, bukan langsung ke material virusnya seperti pemeriksaan melalui PCR.
"Hasil rapid test tidak akurat, hanya deteksi antibodi yang lambat terbentuk. Jadi tidak sesuai dengan tujuan skrining, mendeteksi sedini mungkin penular," jelas dia.
"Harus hanya dengan PCR - orang yang membawa virus bisa terdeteksi. Stop rapid test!" tegas Pandu.
ADVERTISEMENT