Koalisi Masyarakat Sipil Desak Polri Transparan Usut Tewasnya Brigadir Yosua

28 Juli 2022 13:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto alm. Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Foto alm. Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Koalisi Masyarakat Sipil menggelar konferensi pers bertajuk Berkaca Kasus Polisi Tembak Polisi: Momentum Perbaikan Polri secara daring di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Kamis (28/7). Konferensi ini juga berkaitan dengan tewasnya Brigadir Yosua di rumah dinas Kadiv Propam nonaktif, Irjen Ferdy Sambo.
ADVERTISEMENT
Anggota Koalisi Masyarakat Sipil yang berasal dari Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Lalola Ester mendesak agar Polri transparan dalam penangan kasus tewasnya Brigadir Yosua.
"Jangan sampai ini sebuah upaya hanya sekadar menjalankan formalitas, atau upaya lokalisasi yang berujung penyalahgunaan wewenang. Polri harus membuka diri, dan melibatkan pihak ketiga," kata Ester dalam tayangan Youtube ICW.
Menurut Ester, citra Polri dipertaruhkan dalam penangan kasus tersebut. Sebab, dia khawatir kekerasan yang dibiasakan akan menjadi momok menakutkan di masyarakat.
"Karena dengan cara itu pertama soal keamanan, bayangkan anggota korsa bisa diperlakukan seperti itu, minim transparansi dan akuntabilitas. Bagaimana kita sebagai publik," ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut, ada 5 faktor penting dalam penangan kasus Brigadir Yosua selain transparansi.
ADVERTISEMENT
Salah satunya status Irjen Ferdy Sambo dalam Polri yang masih mengemban sebagai ketua satgas.
Direktur Internasional Amnesty Indonesia, Usman Hamid di Polda Metro Jaya, Selasa (9/7). Foto: Raga Imam/kumparan
"Lapis pertama pengawasan internal oleh Divpropam dan oleh Irwasum, ini sulit berjalan karena beriris dengan pimpinan tertinggi pengawasan propam. Ini sulit berjalan karena Kadiv Propam seperti disebutkan masih tercatat sebagai satgas khusus yang dibentuk Kapolri yang di dalamnya ada anggota Polri termasuk polisi yang mengusut kasus brigadir J," ucapnya.
Selanjutnya, menurut Usman, Presiden Jokowi dan menteri terkait harus mengambil peran dalam kasus ini. Bahkan, anggota DPR juga harus memanggil Kapolri.
"Kedua pengawasan eksekutif oleh presiden dan pejabat kementerian. Pengawasan politik dari kontrol anggaran dari DPR, bahkan sampai sekarang belum dipanggil Kapolri," imbuhnya.
Terakhir, Usman juga menyinggung Kompolnas yang tidak jaga jarak dengan Polri dalam kasus ini. Padahal Kompolnas sebagai unsur pengawas kepolisian.
ADVERTISEMENT
"Kompolnas harus jaga jarak dengan lembaga yang diawasinya dalam kasus ini terkesan kurang berjarak sehingga pengawasan kurang berjalan efektif. Menko Polhukam sering memberi pernyataan berbeda dengan anggota Kompolnas," tandasnya.