Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Koalisi Masyarakat Sipil Pertanyakan Aturan TNI Jaga Kejaksaan hingga ke Daerah
11 Mei 2025 17:59 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Koalisi Masyarakat Sipil merespons kebijakan TNI AD yang menugaskan prajuritnya untuk mengawal dan menjaga Kejaksaan di seluruh daerah. Kebijakan ini merupakan nota kesepahaman TNI AD dan Kejaksaan.
ADVERTISEMENT
"Koalisi Masyarakat Sipil menilai bahwa perintah ini bertentangan dengan banyak peraturan perundang-undangan, terutama Konstitusi, UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara dan UU TNI sendiri yang mengatur secara jelas tugas dan fungsi pokok TNI," demikian keterangan tertulis Koalisi Masyarakat Sipil, Minggu (11/5).
Koalisi Masyarakat Sipil itu merupakan gabungan dari beberapa LSM, seperti Imparsial, Amnesty International Indonesia, Centra Initiative, KontraS, PBHI, YLBHI, Human Right Working Group (HRWG), ELSAM, WAlHI, SETARA Institute, hingga DeJure.
Mereka menilai penugasan prajurit TNI AD menguatkan dugaan adanya intervensi militer di ranah sipil. Menurut mereka, tugas TNI AD harus fokus di bidang pertahanan.
"Pengerahan seperti ini semakin menguatkan adanya intervensi militer di ranah sipil khususnya di wilayah penegakan hukum," jelasnya.
ADVERTISEMENT
"Apalagi, hingga saat ini belum ada regulasi tentang perbantuan TNI dalam rangka operasi militer selain perang (OMSP) terkait bagaimana tugas perbantuan itu dilaksanakan," sambungnya.
Koalisi Masyarakat Sipil mempertanyakan apa yang menjadi dasar pengerahan pasukan perbantuan kepada Kejaksaan. Mereka berpandangan bahwa MoU tersebut secara nyata telah bertentangan dengan UU TNI.
"Pengamanan institusi sipil penegak hukum kejaksaan tidak memerlukan dukungan berupa pengerahan personel TNI karena tidak ada ancaman yang bisa menjustifikasi mengharuskan pengerahan satuan TNI. Pengamanan institusi sipil penegak hukum cukup bisa dilakukan oleh misalkan satuan pengamanan dalam (satpam) kejaksaan. Dengan demikian surat telegram itu sangat tidak proporsional terkait fungsi perbantuannya dan tindakan yang melawan hukum serta undang-undang," imbuhnya.
Lebih lanjut, Koalisi Masyarakat Sipil juga berpandangan bahwa surat perintah tersebut berpotensi mempengaruhi independensi penegakan hukum di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Penjelasan TNI
Sebelumnya, perintah pengerahan prajurit TNI ke kejaksaan di seluruh wilayah ini tertuang dalam Surat Telegram Panglima Nomor: TR/422/2025 tertanggal 5 Mei 2025.
Surat tersebut berisi perintah untuk menyiapkan dan mengerahkan personel beserta alat kelengkapan dalam mendukung pengamanan Kejati dan Kejari di seluruh wilayah Indonesia.
Dalam Surat Telegram Panglima yang beredar, disebut akan ada 1 pleton (30-50 prajurit) yang akan dikerahkan untuk mengamankan kantor Kejati. Sementara untuk kantor Kejari ditempatkan 1 regu (8-13 prajurit).
Kepala Dinas Penerangan TNI AD, Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, menjelaskan bahwa jumlah penempatan personel ini hanya merupakan gambaran secara normatif. Berbeda dengan yang akan diterapkan nantinya.
Dia juga memastikan bahwa TNI AD akan bertugas secara profesional dan menjunjung tinggi aturan hukum sebagai pedoman setiap kegiatan.
ADVERTISEMENT
"Saya perlu menegaskan bahwa surat telegram tersebut tidak dikeluarkan dalam situasi yang bersifat khusus, melainkan merupakan bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin dan preventif, sebagaimana yang juga telah berjalan sebelumnya," kata Wahyu dalam keterangannya, Minggu (11/5).
Wahyu menjelaskan, pengamanan yang dilakukan TNI untuk Kejaksaan ini memang bukanlah hal yang baru. Pasalnya, dalam institusi Kejaksaan pun ada satuan Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer (Jampidmil).
"Sehingga kehadiran unsur pengamanan dari TNI merupakan bagian dari dukungan terhadap struktur yang ada dan diatur secara hierarkis," ungkapnya.