Koalisi Masyarakat Sipil Somasi Jokowi Lagi, Singgung Kecurangan Pemilu

7 Maret 2024 14:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Koalisi Masyarakat Sipil layangkan somasi kedua kepada Presiden Jokowi di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis (7/3/2024). Foto: Zamachsyari/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Koalisi Masyarakat Sipil layangkan somasi kedua kepada Presiden Jokowi di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis (7/3/2024). Foto: Zamachsyari/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
48 Organisasi yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil melayangkan somasi kedua kepada Presiden Joko Widodo. Somasi tersebut disampaikan langsung oleh Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Kamis (7/3).
ADVERTISEMENT
"Hari ini kita mewakili sejumlah masyarakat sipil, ada kurang lebih 48 orang, 48 organisasi dan juga 11 individu yang melayangkan somasi kedua, karena somasi pertama sudah kita layangkan dan juga sudah kita kirimkan kepada Sekretariat Negara tertanggal 9 Februari," kata Dimas kepada wartawan.
Dalam somasi tersebut, Dimas menyampaikan ada 3 poin yang diminta pihaknya kepada Jokowi. Pertama, Dimas menjelaskan soal adanya kecurangan sebelum pelaksanaan pemilu, adanya cawe-cawe Jokowi, dan juga keterlibatan menteri aktif yang juga ikut berkampanye tanpa adanya keterbukaan informasi publik mengenai status menteri yang berkampanye.
Selain itu, Dimas juga menyinggung soal peran presiden dalam mencegah pola kepemimpinan yang bebas dari korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). Menurutnya, praktik KKN terjadi dalam pemerintahan Jokowi.
ADVERTISEMENT
"Nah yang ketiga, adalah bagaimana kami juga menyoroti Pak Presiden yang tidak sama sekali aktif dan juga tidak sama sekali mampu untuk melakukan kontrol terhadap penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu," ujarnya.
Lebih jauh, Dimas menjelaskan, pihaknya memberikan tenggat waktu 7 hari agar presiden merespons somasi tersebut. Pihaknya juga menyampaikan 5 poin tuntutan kepada Jokowi.
"Terutama, poin pertama kami meminta presiden meminta maaf secara publik. Yang kedua kami meminta presiden untuk memanggil dan melakukan upaya menegur kepada para menteri aktif yang terlibat dalam sejumlah rangkaian-rangkaian kecurangan dan juga rangkaian-rangkaian dalam konteks tidak netral dalam posisi sebagai pejabat publik dan juga pejabat kampanye terhadap salah satu paslon, dan yang selanjutnya adalah berkaitan dengan pemberhentian ketua KPU dan Bawaslu," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Terakhir, Daniel menjelaskan, apabila somasi kedua itu juga tidak direspons oleh presiden. Pihaknya akan mengambil jalur hukum.
"Maka kami rasa somasi ini nantinya akan bermuara terhadap aspek hukum, atau perlawanan melalui jalur hukum, mas gitu. Nah jalur hukum apa sih yang bisa ditempuh?" kata dia.
"Yang tadi saya sampaikan, ada tiga hal yang seenggaknya bisa kami lakukan sebagai langkah korektif atau langkah check and balance yang dilakukan oleh warga negara terhadap pemerintahan gitu ya termasuk melalui Ombudsman, dan juga melalui instrumen pengadilan," tandas dia.
Seorang warga binaan memasukan surat suara Pemilu 2024 kedalam kotak suara di TPS khusus Lapas Salemba, Jakarta, Rabu (14/2/2024). Foto: Erlangga Bregas Prakoso/ANTARA FOTO

Koalisi Masyarakat Sipil Layangkan Somasi Pertama ke Presiden, Tuntut Jokowi Minta Maaf ke Rakyat

Koalisi Masyarakat Sipil melayangkan somasi terhadap Presiden Jokowi. Somasi dilayangkan atas dasar rangkaian peristiwa yang dinilai kecurangan serta ketidaknetralan yang terjadi dalam proses Pemilu 2024 ini.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari situs KontraS, Koalisi menilai perbuatan Jokowi menjurus pada kecurangan serta penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).
Mereka menyebut keculasan Presiden dalam prosesi menjelang Pemilu dimulai. Pada saat menyatakan akan melakukan politik cawe-cawe demi kepentingan bangsa dan negara.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka untuk maju dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2024 juga disoroti Koalisi.
Selain itu, pernyataan Jokowi soal ‘boleh kampanye, boleh memihak’ selama gelaran Pemilihan Umum pun menjadi sorotan. Disusul kemudian masifnya penyaluran bansos yang disinyalir untuk kepentingan elektoral.
Nilai anggaran bansos di tahun 2024 pun disebut melonjak tinggi, yakni sebesar Rp 496,8 triliun. Menyaingi nilai bansos pada masa pandemi COVID-19.
Hal lainnya ialah ramainya kritikan dari berbagai civitas academica terkait situasi terkini Indonesia yang dinilai tidak sedang baik-baik saja. Namun, kemudian kritikan itu berujung dugaan adanya intimidasi. Bahkan dituding sebagai tindakan partisan.
ADVERTISEMENT
"Bagaimana para menteri, terutama menteri yang menjadi pendukung Prabowo-Gibran juga melakukan labelling terhadap berbagai seruan yang dilakukan oleh kampus-kampus, oleh guru besar, terkait dengan mengkritisi kepemimpinan Jokowi, bahwa yang dilakukan oleh kampus disebut sebagai tindakan partisan, tindakan kepentingan elektoral, tindakan politik praktis, dan seterusnya," kata Direktur Eksekutif Lokataru Foundation Delpedro Marhaen dalam konferensi pers di kantor YLBHI, Jakarta, Jumat (9/2).
"Bagi Lokataru, labelling tersebut adalah bentuk bahwa ketidakmampuan Presiden Jokowi dan pemerintah dalam menerima kritik yang disampaikan civitas academica," sambungnya.
Koalisi Masyarakat Sipil mencatat terdapat setidaknya 121 kasus kecurangan dan pelanggaran yang meliputi dukungan ASN terhadap Capres-Cawapres tertentu, kampanye terselubung, dukungan terhadap kandidat tertentu, politisasi bansos, dukungan pejabat publik pada kontestan tertentu, penggunaan fasilitas negara, hingga intimidasi terselubung. Adapun berbagai bentuk pelanggaran tersebut terjadi sejak Penetapan Capres-Cawapres (13 November 2023) hingga 31 Januari 2024.
ADVERTISEMENT