Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Kolonel Priyanto Pembunuh Sejoli Nagreg: Divonis Seumur Hidup & Dipecat dari TNI
8 Juni 2022 7:38 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
Terdakwa kasus pembunuhan, Kolonel Infanteri Priyanto, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
ADVERTISEMENT
Priyanto dinilai oleh hakim terbukti terlibat dalam upaya pembunuhan terhadap sejoli bernama Handi Saputra (18) dan Salsabila (14) di Nagreg.
Sejoli itu tewas ditabrak oleh mobil yang ditumpangi oleh Priyanto dan dua anggota TNI lainnya.
"Mengadili, menyatakan terdakwa kolonel infanteri Priyanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kesatu pembunuhan dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer, dan kedua perampasan kemerdekaan orang lain yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan alternatif kedua, dan ketiga menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematiannya yang dilakukan secara bersama-sama," ujar hakim Brigjen Faridah Faisal dalam putusannya di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta, Selasa (7/6).
"Memidana terdakwa oleh karena itu dengan pidana pokok penjara seumur hidup," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Selain hukuman badan, majelis juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pemecatan Priyanto dari instansinya yakni TNI AD.
"(Menjatuhkan) pidana tambahan dipecat dari dinas militer," kata hakim Faridah.
Vonis hakim itu serupa dengan tuntutan oditur militer. Priyanto pada agenda sidang sebelumnya dituntut penjara seumur hidup terkait perkara tersebut.
Perbuatan Priyanto dinilai terbukti melanggar Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 328 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Hal Memberatkan Vonis Kolonel Priyanto
Vonis ini diambil hakim dengan mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Salah satu hal yang memberatkan, yakni Priyanto dididik untuk melindungi negara, bukan menghilangkan nyawa rakyat yang tidak berdosa.
"Bahwa terdakwa dalam kapasitasnya selaku prajurit berpangkat kolonel dididik, dilantik, dan dipersiapkan oleh negara untuk berperan dalam melaksanakan tugas-tugas selain perang yang dibebankan negara kepadanya dalam hakikatnya untuk melindungi kelangsungan dalam itu melindungi kelangsungan hidup negara dan masyarakat, bukan untuk membunuh rakyat yang tidak berdosa," kata hakim Brigjen Faridah Faisal dalam putusannya di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta, Selasa (7/6).
ADVERTISEMENT
Selain itu, perbuatan Priyanto juga dinilai telah mencoreng citra TNI sebagai sahabat masyarakat. Tak hanya citra TNI secara umum, tetapi juga citra kesatuan tempat ia mengabdi saat ini, TNI AD.
"Bahwa perbuatan terdakwa telah merusak citra TNI Angkatan Darat khususnya kesatuan terdakwa di masyarakat," lanjut Faridah.
Hakim juga menilai perbuatan Priyanto bertentangan dengan kepentingan militer yang senantiasa menjaga soliditas dengan rakyat dalam rangka mendukung tugas pokok TNI.
"Perbuatan terdakwa bertentangan dengan norma hukum yang tertuang dalam pancasila dan tidak mencerminkan nilai peri kemanusiaan yang beradab. Bahwa perbuatan terdakwa merusak ketertiban, keamanan, dan kedamaian dalam masyarakat," beber Faridah.
Kolonel Priyanto Juga Dipecat dari TNI
Selain divonis seumur hidup, Priyanto juga dijatuhi hukuman tambahan yakni dipecat dari TNI.
ADVERTISEMENT
"Memidana terdakwa oleh karena itu Kolonel Priyanto pidana pokok penjara seumur hidup, pidana tambahan dipecat dari dinas militer," ujar Hakim Ketua Brigjen Faridah Faisal dalam putusannya di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta, Selasa (7/6).
Faridah menyatakan bahwa Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pembunuhan berencana bersama-sama.
Dalam putusannya, sejumlah pertimbangan jadi dasar hakim untuk menjatuhkan vonis kepada Priyanto. Untuk hal yang meringankan, hakim menyebut Priyanto telah berdinas di TNI selama kurang lebih 28 tahun. Ia belum pernah dipidana maupun dijatuhi hukuman disiplin, serta menyesal atas perbuatannya.
Sedangkan, hal yang memberatkan karena perbuatan terdakwa telah merusak citra TNI AD.
"Perbuatan terdakwa bertentangan dengan kepentingan militer yang senantiasa menjaga solidaritas kepentingan rakyat dalam rangka tugas pokok TNI," ungkap Faridah.
ADVERTISEMENT
Terancam Kehilangan Hak Prajurit
Priyanto juga berpotensi kehilangan haknya sebagai prajurit TNI. Sebab, hakim juga menghukum pemecatan Priyanto dari TNI.
Hal ini disampaikan Jubir Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Chk Hanifan, usai Majelis Hakim memvonis Priyanto.
"Iya, jadi konsekuensi dari pemecatan itu semua hak-hak rawatan kedinasannya itu dicabut. Jadi sudah tidak ada lagi untuk menerima pensiun atau pun tunjangan-tunjangan lainnya," ujar Hanifan kepada wartawan di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta, Selasa (7/6).
Menurut dia, keputusan ini tentu saja merujuk pada pertimbangan hakim yang menyatakan Priyanto tak layak dipertahankan sebagai prajurit TNI.
"Majelis hakim memutuskan mengabulkan putusan oditur militer. Dan mengenai layak tidak layaknya terdakwa untuk dipertahankan sebagai prajurit menurut majelis bahwa terdakwa sudah tidak layak lagi dipertahankan sebagai prajurit. Karena tadi, sifat perbuatan terdakwa itu dianggap sudah tidak memenuhi lagi," ucap Hanifan.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, seluruh putusan untuk mencabut hak Priyanto, menurut Hanifan, tak bisa serta merta langsung dilakukan. Menurutnya, pihak oditur masih harus menunggu putusan berkekuatan hukum tetap.
Saat ini, vonis itu belum inkrah. Masih ada upaya banding yang bisa diajukan.
"Ini kan masih ada upaya hukum ya dari putusan ini, kita lihat tadi mereka masih berpikir berarti masih ada waktu 7 hari terhitung dari hari ini ke depan masih ada waktu untuk berpikir, menyatakan, mengambil sikap menerima putusan atau mengambil upaya hukum banding," ungkap Hanifan.
Oditur Militer Buka Peluang Banding
ADVERTISEMENT
Oditur Militer Tinggi Kolonel Sus Wirdel Boy menyatakan pihaknya membuka kemungkinan untuk mengajukan banding atas putusan majelis hakim dalam perkara yang menjerat nama Prajurit TNI Angkatan Darat (AD) Kolonel Infanteri Priyanto.
ADVERTISEMENT
Dalam perkaranya, Priyanto dijatuhi vonis penjara seumur hidup karena dinilai terbukti terlibat dalam pembunuhan terhadap sejoli, Handi Saputra dan Salsabila.
Hakim menilai Priyanto terbukti dalam tiga dakwaan. Yakni pembunuhan berencana sebagaimana dakwaan pertama (Pasal 340 KUHP), perampasan kemerdekaan orang lain sebagaimana dakwaan kedua (Pasal 333 KUHP), dan menghilangkan mayat untuk menyembunyikan kematian sebagaimana dakwaan ketiga (Pasal 181 KUHP).
"Untuk putusan yang kita pertimbangkan yang pertama itu jenis pidananya, berapa lama pidana, bagaimana pembuktian unsur atau pasal yang dibuktikan, yang ketiga status barang bukti," ujar Kolonel Wirdel Boy kepada wartawan di Pengadilan Militer Tinggi II, Jakarta, Selasa (7/6).
Meskipun vonis penjara seumur hidup sudah sesuai dengan tuntutan, Oditur menyebut ada perbedaan dalam pasal yang diterapkan. Yakni dakwaan kedua.
ADVERTISEMENT
Sebab, jaksa meyakini dakwaan kedua yang terbukti ialah penculikan sebagaimana dakwaan Pasal 328 KUHP. Perbedaan itu yang kemudian akan dipertimbangkan Oditur soal kemungkinan banding.
"Di dalam tuntutan, kita kan menuntut kemarin pasal 340, 328 penculikan, sama yang menghilangkan mayat. Sementara untuk pasal yang kedua, kan dibuktikan oleh majelis hakim bahwa itu merampas kemerdekaan. Itu merupakan salah satu celah nanti untuk kita bisa melakukan banding," sambungnya.
Wirdel Boy menambahkan, bahwa keputusan untuk mengajukan banding juga dapat diambil Oditur merujuk pada status penentuan barang bukti yang tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim.
Oditur menilai bahwa seluruh alat bukti yang diajukan dalam perkara seharusnya dapat dirampas. Mengingat statusnya sebagai alat yang digunakan dalam tindak pidana.
ADVERTISEMENT
"Kemarin kami meminta bahwa karena mobil sama HP dipakai untuk memudahkan mereka melakukan tindak pidana ya seharusnya itu dirampas karena menjadi alat dipakai untuk melakukan tindak pidana. Jadi perbedaan ini bisa menjadi argumentasi atau dalil kita mengajukan upaya banding," ucap Wirdel Boy.
Akan tetapi keputusan untuk mengajukan banding tersebut, menurut Wirdel, masih harus disampaikan dan didiskusikan kembali dengan atasannya yakni Kepala Oditur. Diskusi itulah, yang menurut Wirdel akan dilakukan dalam waktu pikir-pikir selama tujuh hari yang diberikan majelis hakim.
"Di dunia peradilan militer, banding ini kita harus membicarakan dulu dengan kepala nantinya. Jadi oditur militer juga menunggu petunjuk dari kepala apakah kita akan melakukan upaya banding atau tidak," kata Wirdel Boy.
ADVERTISEMENT
"Iya, konsultasi. Untuk tujuh hari itu sudah ketentuan Undang-Undang bahwa kita diberikan hak, baik oditur militer maupun terdakwa melalui penasihat hukumnya melakukan pikir-pikir selama tujuh hari," pungkasnya.