Kominfo Tugaskan 250 Orang untuk Monitoring Hoaks, Gajinya Rp 7,5 Juta per Bulan

20 September 2023 14:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
clock
Diperbarui 14 November 2023 11:48 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembicara Teguh Arifiyadi pada acara kumparan Anak Bangsa Curhat (ABC) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (20/9/2013). Foto: Melly Meiliani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pembicara Teguh Arifiyadi pada acara kumparan Anak Bangsa Curhat (ABC) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (20/9/2013). Foto: Melly Meiliani/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) membeberkan cara pemerintah dalam melawan hoaks. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Teguh Arifiyadi menyebut, ada 250 orang yang dipekerjakan untuk memverifikasi konten di internet.
ADVERTISEMENT
"Saya punya tim, tim saya ada sekitar 250 orang. Tugasnya memonitor konten internet Indonesia. Dan dari 250 orang itu 24 jam kerjanya 3 shift," kata Teguh di acara Anak Bangsa Curhat yang digelar kumparan di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Rabu (20/9).
Para pembicara dalam acara kumparan Anak Bangsa Curhat (ABC) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (20/9/2013). Foto: Melly Meiliani/kumparan
Setiap tahunnya, kata dia, Kominfo selalu merekrut pegawai fresh graduate untuk memverifikasi hoaks. Mereka akan digaji sebesar Rp 7,5 juta per bulan. Sementara untuk bidang IT, kata dia, gajinya di atas Rp 10 juta.
"Tim monitoring konten. Jadi isu apa pun di Indonesia kami monitor," katanya.
Menurut Teguh, dirinya tak terlalu khawatir dengan ancaman hoaks terhadap generasi milenial atau generasi Z. Sebab, kata dia, mereka memiliki kemampuan untuk memverifikasi hoaks dengan cepat dan mudah.
ADVERTISEMENT
"Yang dikhawatirkan digital imigran itu para pengguna internet pemula tapi dari orang-orang tua," katanya.
Para peserta menghadiri acara kumparan Anak Bangsa Curhat (ABC) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (20/9/2013). Foto: Melly Meiliani/kumparan
Teguh sendiri kerap menjadi ahli dalam kasus UU ITE. Jumlah perkaranya pun mencapai 1.500 kasus. Sebagian besarnya adalah kasus hoaks maupun ujaran kebencian. Kebanyakan pelakunya, kata dia, adalah ibu-ibu.
"Mereka menyebarkan hoaks di Depok. Pagi-pagi bangun tidur ada WA grup pengirim salah satu ustaz dia cuma baca judulnya langsung share," ceritanya.
Suasana acara kumparan Anak Bangsa Curhat (ABC) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (20/9/2013). Foto: Melly Meiliani/kumparan
Teguh lalu menyinggung soal perbedaan Pemilu 2019 dan 2024. Menurutnya, temperatur saat ini lebih adem dibanding jelang Pemilu 2019 silam.
"2018 sebelum pemilu (2019) temperatur naik sekali sampai 80 derajat. Sekarang hanya 20 derajat. Kenapa? Karena pada kapok dengan apa yang terjadi di 2019," katanya.
ADVERTISEMENT
Teguh menduga masyarakat kini semakin pintar. Selain itu, kata dia, ketiga bacapres saat ini adalah orang yang memiliki relasi yang sangat bagus dengan presiden.
"Itu membuat temperatur terkendali," ujar Teguh.
Menurut Teguh, jumlah hoaks pemilu pada 2019 mencapai 656 hoaks. Sebagai gambaran, kata dia, jumlah hoaks pemilu jelang Pemilu 2024 sudah mencapai 58 hoaks.
"Kita prediksi tahun depan (2024) akan lebih tinggi," katanya.
Para peserta mengikuti acara kumparan Anak Bangsa Curhat (ABC) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (20/9/2013). Foto: Melly Meiliani/kumparan
Faktor yang bikin lebih tinggi, kata dia, bukan karena tensi atau temperatur naik. Namun karena cara bikin hoaks lebih mudah. Banyak fitur aplikasi dan teknologi yang kini bisa digunakan.
"Tapi pemilihnya jauh lebih cerdas jadi tidak perlu terlalu khawatir juga," pungkasnya.
Kumparan Anak Bangsa Curhat sendiri merupakan salah satu rangkaian dari kampanye Pemilupedia kumparan. Tujuannya untuk mendorong generasi muda lebih kritis di musim pemilu.
ADVERTISEMENT
Di edisi perdana, tema yang didiskusikan bertajuk "Early Voters Secret Mission: Melawan Hoaks di Musim Pemilu". Tema tersebut dipilih dengan tujuan mendorong generasi muda agar lebih kritis di musim pemilu. Sebanyak 300 mahasiswa UMY hadir dalam diskusi tersebut.
Pembicara yang hadir selain Teguh Arifiadi adalah Dr. Fajar Junaedi, S.Sos, M.Si (Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi UMY ), Esther Nathalia Lubis (Influencer sekaligus CEO & Founder Produktifkuy), serta Justian Pilar Prambar Galaphuri (Ketua Korps Mahasiswa Ilmu Komunikasi)