Kominfo Ungkap Cara Tim Monitoring Periksa Hoaks, Salah Satunya Ngecek di Media

21 September 2023 14:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pembicara Teguh Arifiyadi pada acara kumparan Anak Bangsa Curhat (ABC) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (20/9/2013). Foto: Melly Meiliani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pembicara Teguh Arifiyadi pada acara kumparan Anak Bangsa Curhat (ABC) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (20/9/2013). Foto: Melly Meiliani/kumparan
ADVERTISEMENT
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkapkan punya tim khusus untuk membasmi hoaks. Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Teguh Arifiadi bahkan menyebut memiliki 250 orang untuk posisi tersebut.
ADVERTISEMENT
Pekerjaan mereka pun tak hanya berkutat pada konten hoaks, tetapi juga judi online, radikalisme, hingga pornografi.
Dengan gaji Rp 7,5 juta, mereka dituntut untuk mampu mengoperasikan media sosial. Tak hanya itu, keahlian dalam menganalisis konten juga dibutuhkan.
Lantas, bagaimana cara tim tersebut memverifikasi hoaks?
"Cara analisisnya adalah menganalisis konten. Kalau untuk hoaks, itu mereka tugasnya harus memverifikasi," kata Teguh kepada kumparan, Kamis (21/9).
Ilustrasi Kominfo. Foto: Maxim Studio/Shutterstock
Menurut Teguh, pihaknya memiliki SOP tersendiri. Jika ada konten di media sosial yang terindikasi hoaks, kata dia, tim tersebut akan mencoba memeriksa kebenarannya terlebih dahulu dengan meminta klarifikasi pihak terkait. Timnya pun dibantu dengan tools-tools berbasis AI.
"Metode klarifikasi hoaks tuh macam-macam. Pertama kita follow the source, kita ikutin dulu sumbernya, sumber hoaksnya dari mana. Kalau itu misalnya dari orang, ya kita klarifikasi orangnya. Kalau itu dari media, kita klarifikasi medianya. Dari website, kita klarifikasi websitenya," kata dia.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama, kata Teguh, juga akan dilakukan apabila hoaks menyebar di instansi-instansi terkait, seperti konten hoaks yang menyebar di instansi kesehatan, pemerintah, hingga partai politik.
Selain itu, kata dia, tim juga akan melakukan cyber patrol (patroli siber). Tim monitoring konten juga akan menyelami dari hulu sampai ke hilir terhadap konten hoaks yang menyebar.
"Jadi tim monitoring konten itu juga patroli di internet, maupun di media sosial. Patroli ini untuk menemukan sumber, penyebaran, kemudian sebarannya ke ke mana saja. Lalu impact-nya, impression-nya, kemudian analisa terkait dengan potensi atau prediksinya," jelas Teguh.
Nah, jika sebuah konten yang terindikasi hoaks tak bisa diklarifikasi ke sumbernya, maka pihaknya akan bertanya kepada ahli. Selain itu, tim tersebut juga akan mencari penjelasan-penjelasan yang sifatnya ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan
ADVERTISEMENT
"Bisa juga kita mengambil referensi, namanya referensi dari sumber-sumber terpercaya. Misalnya kita ngambil informasi, ngambil informasi dari kumparan atau media-media yang kredibel lainnya, itu juga bisa menjadi salah satu referensi. Kira-kira itu metode verifikasinya," ungkapnya. .
Meski begitu, kata Teguh, tidak semua konten hoaks akan di-take down. Sebab, ada opsi lain seperti klarifikasi, rilis media, atau bisa juga dengan moderasi konten seperti meminta maaf dan menarik informasi.
"Kemudian hasil kerja mereka inilah yang akan jadi bahan para decision maker untuk membuat beberapa strategi penanganannya. Misalnya dari mulai strategi apakah perlu di-take down atau perlu hanya cukup klarifikasi, ataupun saya perlu langkah-langkah lain yang diperlukan oleh pemerintah misalnya," sambungnya.
ADVERTISEMENT