Komisi I soal Netralitas Jokowi Disinggung di PBB: Itu LSM, Tak Apple to Apple

19 Maret 2024 19:15 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid bersama Ketua LSF Rommy Fibri Hardianto saat kegiatan sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri di Arya Duta Hotel Kota Medan, pada Kamis (20/7/2023). Foto: Tri Vosa/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid bersama Ketua LSF Rommy Fibri Hardianto saat kegiatan sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri di Arya Duta Hotel Kota Medan, pada Kamis (20/7/2023). Foto: Tri Vosa/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Meutya Hafid buka suara soal kritik terhadap netralitas Presiden Jokowi di Pemilu 2024 pada sidang PBB. Katanya, apa yang disampaikan itu bukan mewakili pandangan negara.
ADVERTISEMENT
"Itu kalau forum di PBB itu ada memang yang forum terbuka. Jadi ini bukan mewakili negara, ini sebuah LSM yang berada di Senegal. Jadi saya rasa sebagai pertanyaan ya silakan saja. Tinggal nanti Kemlu perlu menjawab, bahwa kita tuh bersyukur kita baru melakukan hajatan besar (G20). Dan berhasil aman, damai, transparan," kata Meutya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (19/3).
"Artinya pengamat internasional itu juga hadir di Indonesia untuk amati pemilu kita. Dan saat ini sudah lebih dari 10 negara yang sudah mengakui dan memberikan selamat kepada incoming president atau Presiden terpilih," imbuhnya.
Presiden Jokowi meresmikan pelaksanaan Inpres Jalan Daerah di Sumatera Utara. Foto: Kris/Biro Pers Sekretariat Presiden
Menurutnya, apa yang disampaikan anggota komite Bacre Waly Ndiaye harus disikapi proporsional. Katanya, negara lain justru banyak yang sudah mengakui kelancaran Pemilu di Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Jadi artinya ya harus apple to apple kalau membandingkan. Ini satu, sebuah LSM, dengan segala hormat LSM juga penting untuk demokratisasi. Tapi ada 1 LSM di Senegal, lalu ada banyak kepala negara yang juga sudah akui pemilu di Indonesia. Jadi itu saja," katanya.
Meutya enggan menanggapi lebih lanjut soal Kemlu yang tak bersuara di forum itu karena waktunya tak sempat. Intinya, bagi dia, apa yang disampaikan hal wajar.
"Jadi semua bisa bertanya. Termasuk kan LSM di Indonesia juga ada yang bertanya. Jadi itu hal yang wajar, hal yang biasa. Yang jelas saat ini juga kita sudah diakui oleh banyak kepala negara, lebih dari 10 negara besar. Negara-negara sahabat kita yang sudah akui, bahkan hasil dari pemilu. Jadi saya rasa itu ya enggak papa sebagai pernyataan, pertanyaan, toh sudah dijawab oleh Kemlu," urainya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, netralitas Jokowi di Pilpres 2024 dipertanyakan pada pertemuan Komite HAM PBB (CCPR) pada Selasa (12/3). Perwakilan RI yang berada di sana tidak menjawab pertanyaan tersebut.
Hal ini disinggung anggota komite Bacre Waly Ndiaye. Dia menyinggung mekanisme pencalonan putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
“Pada Februari 2024 Indonesia menggelar pemilihan presiden. Kampanye digelar setelah putusan di menit akhir mengubah syarat pencalonan dan memperbolehkan anak presiden ikut pencalonan,” kata Bacre pada pertemuan tersebut dikutip dari tayangan UNTV.