Komisi II Desak Kemendagri Buat Aturan Turunan Penunjukan Pj: Tindak Lanjuti MK

24 Mei 2022 13:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Politikus NasDem Saan Mustopa. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Politikus NasDem Saan Mustopa. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
Penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra As'aduddin menjadi Penjabat (Pj) Bupati Seram Bagian Barat menuai polemik. Pasalnya, Andi saat ini tercatat sebagai anggota TNI aktif dan menjabat Kepala BIN Sulawesi Tengah.
ADVERTISEMENT
Terkait hal ini, Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan sebaiknya Kemendagri segera membentuk aturan turunan penunjukan penjabat (Pj) sesuai pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Sebaiknya karena MK sudah memberikan pertimbangan kepada pemerintah terkait dengan penunjukan Pj, sebaiknya supaya tidak mengalami problem seperti hari ini, pemerintah sebaiknya membuat turunan dari pertimbangan MK," kata Saan di Gedung DPR, Senayan, Selasa (24/5).
Saan menuturkan aturan turunan harus dibuat Kemendagri secara tertulis dan formal agar penunjukan Pj dapat dilakukan secara transparan.
"[Aturan turunan] dalam bentuk peraturan tertulis secara formal yang agar proses penunjukan ini bisa dilakukan secara transparan prinsip-prinsip demokrasinya bisa dikedepankan," tutur dia.
Menurutnya, pertimbangan MK penting untuk ditindaklanjuti oleh Kemendagri. Sehingga mekanime penunjukan Pj tak lagi menuai polemik.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, ia menjelaskan jika TNI/Polri aktif ditunjuk sebagai Pj, dikhawatirkan akan menimbulkan dwifungsi anggota TNI/Polri seperti Orde Baru.
"Ini, kan, ada kekhawatiran misalnya terkait anggapan yang lalu, tentang nanti lahirnya TNI-Polri masuk ke ranah-ranah sipil, dulu ada dwifungsi, hal seperti itu ada kekhawatiran seperti ini kembali muncul. Hal-hal seperti ini tentu harus dihindari," tandas Saan.
Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD menyebut MK memperbolehkan anggota TNI aktif menjadi Pj kepala daerah jika sudah bertugas di luar institusi asal, seperti yang terjadi pada Brigjen TNI Andi Chandra As'aduddin yang tengah bertugas di BIN.
"Menurut putusan MK anggota TNI/POLRI yang tidak aktif secara fungsional di institusi induknya tapi ditugaskan di institusi atau birokrasi lain itu bisa menjadi Penjabat Kepala Daerah. Misalnya mereka yang bekerja di BNPT, KemenkoPolhukam, Kemenkum-HAM, BIN, Setmil, Lemhanas, dan lain-lain. Aturan dan putusan MK mengatur begitu. Brigjen Chandra itu sudah lama dipekerjakan di BIN," ucap Mahfud.
ADVERTISEMENT
Dalam putusan MK nomor 15/PUU-XX/2022, disebutkan bahwa hanya TNI-Polri yang sudah tidak aktif yang bisa menjadi Pj Kepala Daerah.
Berikut pertimbangan putusan MK nomor 15/PUU-XX/2022:
"Lebih lanjut, UU 5/2014 menyatakan “Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN dan Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Pengisian Jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit TNI dan anggota Polri dilaksanakan pada Instansi Pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU 34/2004) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU 2/2002) [vide Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) UU 5/2014].
Jika merujuk pada ketentuan Pasal 47 UU 34/2004 ditentukan pada pokoknya prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Sementara itu, prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Dalam hal prajurit aktif tersebut akan menduduki jabatan-jabatan tersebut harus didasarkan atas permintaan pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian serta tunduk pada ketentuan administrasi yang berlaku dalam lingkungan departemen (kementerian) dan lembaga pemerintah nondepartemen dimaksud. Sedangkan, dalam ketentuan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 ditentukan anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. “Jabatan di luar kepolisian" dimaksud adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kepala Polri.
Ketentuan ini sejalan dengan UU 5/2014 yang membuka peluang bagi kalangan non-PNS untuk mengisi jabatan pimpinan tinggi madya tertentu sepanjang dengan persetujuan Presiden dan pengisiannya dilakukan secara terbuka dan kompetitif serta ditetapkan dalam Keputusan Presiden [vide Pasal 109 ayat (1) UU 5/2014]. Selain yang telah ditentukan di atas, UU 5/2014 juga membuka peluang pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi yang dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka dan kompetitif [vide Pasal 109 ayat (2) UU 5/2014]. Jabatan pimpinan tinggi dimaksud dapat pimpinan tinggi utama, pimpinan tinggi madya dan pimpinan tinggi pratama [vide Pasal 19 ayat (1) UU 5/2014].
ADVERTISEMENT
Artinya, sepanjang seseorang sedang menjabat sebagai pimpinan tinggi madya atau pimpinan tinggi pratama, yang bersangkutan dapat diangkat sebagai penjabat kepala daerah."