Komisi II Ingin PSU Pilkada Jadi Akhir: Kalau ke MK Jangan Putuskan PSU Lagi

21 April 2025 15:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polisi berjaga di depan gedung Mahkamah Konstitusi saat melakukan pengamanan sidang pengucapan putusan sela (dismissal) sengketa Pilkada 2024 di Jakarta, Selasa (4/2/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Polisi berjaga di depan gedung Mahkamah Konstitusi saat melakukan pengamanan sidang pengucapan putusan sela (dismissal) sengketa Pilkada 2024 di Jakarta, Selasa (4/2/2025). Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi II DPR, Rifqinizamy Karsayuda menyoroti pemilihan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 yang saat ini tengah dilakukan. Beberapa daerah dilakukan PSU setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan pemohon pada gelaran Pilkada.
ADVERTISEMENT
Rifqi berharap PSU ini hanya dilakukan satu kali saja setelah ada putusan hukum mengikat yakni dari MK. Sebab, menurutnya, apabila hasil PSU kemudian digugat kembali ke MK, maka akan semakin lama daerah mendapat pemimpin definitif.
“Saya tentu sangat berharap PSU ini menyudahi babakan terkait dengan belum mendapatkannya kepala daerah yang definitif, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” kata Rifqi kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (21/4).
“Kita dulu pernah punya praktik itu. Kenapa? Satu, kita tidak akan mendapatkan kepala daerah yang definitif. Periodisasi kepala daerahnya tidak 5 tahun. Yang PSU ini saja mungkin hanya 4,5 tahun. Kalau PSU di atas PSU bisa jadi 3-3,5 tahun,” imbuhnya.
Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda. Foto: Haya Syahira/kumparan
Apabila daerah yang dilakukan PSU kemudian digugat ke MK dan diputuskan lagi untuk digelar PSU, Rifqi menilai hal itu tidak sejalan dengan efektivitas dan efisiensi anggaran untuk membiayai PSU.
ADVERTISEMENT
Politisi NasDem ini berharap kepada MK agar hasil PSU yang kemudian digugat kembali ini tidak diputuskan untuk kembali digelar PSU. Ia memberikan rekomendasi agar, apabila ditemukan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) maka diserahkan untuk diproses hukuman pidananya dan memutuskan putusan lain selain PSU.
“Tapi kalau terburuk, Mahkamah Konstitusi menemukan adanya pelanggaran terstruktur sistematis dan masif, saya memohon juga kepada Mahkamah untuk memberikan putusan misalnya mendiskualifikasi calon itu, dan memutuskan calon dengan perolehan setelah itu, untuk kemudian ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah atas dasar pertimbangan anggaran dan kepastian hukum atas pemerintahan tadi,” tutup dia.
Pekerja mengangkat kotak suara saat pendistribusian logistik pemungutan suara ulang (PSU) di gudang logistik KPU Kutai Kartanegara di Tenggarong, Kukar, Kalimantan Timur, Kamis (17/4/2025). Foto: M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO
Sebelumnya diketahui sebanyak tujuh daerah yang sudah dilakukan PSU kembali menggugat hasilnya ke MK.
ADVERTISEMENT
“Kalau untuk yang pas PSU kemudian masih ada gugatan lagi, sampai saat ini kami menerima informasi dari 7 tempat ya, 7 kabupaten, kota,” kata Anggota KPU RI August Mellaz kepada wartawan di Bawaslu, Jakarta, Selasa (15/4).
Tujuh daerah yang kembali mengajukan gugatan ke MK adalah Kabupaten Puncak Jaya, kemudian Kabupaten Siak, kemudian Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Buru, Kabupaten Pulau Taliabu, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Talaud.