Komisi II soal Tupon Korban Mafia Tanah: ATR/BPN Bisa Kembalikan Sertifikatnya

28 April 2025 14:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rumah milik Heri Setiawan (31), putra pertama Mbah Tupon. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rumah milik Heri Setiawan (31), putra pertama Mbah Tupon. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, mendorong agar kasus mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon (68), lansia buta huruf asal Bantul untuk diusut di pidana umum.
ADVERTISEMENT
Diduga ada penipuan dalam kasus ini. Pasalnya sertifikat atas lahan seluas 1.655 meter persegi milik Mbah Tupon tiba-tiba beralih nama dan dijaminkan ke bank tanpa sepengetahuannya.
“Kalau penipuan ranahnya pidana umum maka dari itu aparat penegak hukum harus masuk, siapa yang menipu, dan kalau perlu itu dijadikan tersangka,” kata Rifqi saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/4).
Spanduk bertuliskan "Tanah dan bangunan ini dalam sengketa" di RT 04 Dusun Ngentak, Kaluragan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul, kepada Mbah Tupon korban mafia tanah. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Komisi II menegaskan, apabila dalam proses pidana umum nantinya terbukti terjadi penipuan, maka putusan pengadilan tersebut akan menjadi dasar hukum yang kuat bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk mengembalikan hak atas tanah Mbah Tupon.
Melalui putusan itu, kementerian dapat menerbitkan kembali sertifikat atas nama pemilik asal sehingga hak Mbah Tupon dapat dipulihkan sepenuhnya.
ADVERTISEMENT
“Kalau nanti terbukti dari sisi pidana umum, bahwa itu betul-betul dilakukan penipuan, maka nanti Kementerian ATR/BPN atas dasar putusan pengadilan itu punya dasar untuk mengembalikan haknya dan menerbitkan sertifikat ke asal,” kata politisi NasDem itu.
Kasus Tupon ini bermula pada 2020 saat dirinya menjual sebagian tanahnya.
Saat itu total tanah Tupon 2.100 meter persegi. Tupon menjual sebagian tanahnya, seluas 298 meter persegi, ke seseorang berinisial BR. Tanah tersebut dijual Rp 1 juta per meternya.
Uang hasil penjualan tanah digunakan untuk membangun rumah anaknya yang berada di barat rumah Tupon. Selain menjual sebagian tanahnya, Tupon berinisiatif menghibahkan sebagian tanahnya untuk jalan dan gudang RT.
Singkat cerita, proses jual beli dan pecah sertifikat sudah rampung, tak ada kendala. Sertifikat tanah sisa seluas 1.655 meter persegi kembali ke Tupon. Namun BR masih memiliki utang pembayaran tanah senilai Rp 35 juta ke Tupon.
ADVERTISEMENT
Saat itu sekitar 2021-an, BR menawarkan utangnya ke Tupon untuk dilunasi dalam bentuk membiayai pecah sertifikat Tupon yang seluas 1.655 meter persegi. Sertifikat dipecah menjadi empat bagian yaitu untuk Tupon dan ketiga anaknya.
Ternyata sertifikat Tupon malah balik nama atas nama IF dan diagunkan di bank senilai Rp 1,5 miliar.
Pihak keluarga telah melaporkan terduga lima pelaku penipuan yakni BR (pembeli tanah 298 meter persegi), TR (perantara BR), TRY (notaris), AR (notaris), dan IF (nama di sertifikat 1.655 meter persegi milik Tupon) ke Polda DIY.

Polda DIY Mulai Usut

Dirreskrimum Polda DIY Kombes Pol Idham Mahdi mengatakan, sudah ada tiga saksi yang dimintai keterangan terkait kasus ini.
"Sudah ada tiga orang (yang dimintai keterangan)," kata Idham melalui pesan singkat, Senin (28/4).
ADVERTISEMENT
Idham tidak mendetailkan siapa saja tiga orang ini. Namun mereka berasal dari pihak pelapor.