Komisi II Usul Ada Pembatasan Gugatan Hasil Pemilu ke MK dalam Revisi UU Pilkada

5 Mei 2025 12:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, mengusulkan adanya pengaturan soal pembatasan pengajuan gugatan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Aturan tersebut dituangkan dalam Revisi UU Pilkada terbaru.
ADVERTISEMENT
"Ke depan permasalahan gugatan ke MK RI diperlukan pembatasan gugatan paslon ke MK RI, yang termuat dalam aturan norma yang tegas dalam UU Pemilihan Kepala Daerah, mengenai jangka waktu penyelesaian sengketa gugatan PHP (perselisihan hasil Pilkada) di MK," kata Dede saat rapat bersama KPU, Bawaslu, dan Kemendagri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/2).
Dede mengatakan, jika gugatan ini tidak dibatasi ia khawatir permasalahan sengketa tidak pernah usai dan akan terus berlarut-larut dan memakan waktu masa jabatan kepala daerah.
"Terus terulang lagi seperti yang terjadi di pilkada sebelumnya yang berlangsung lama, lebih dari 2 tahun. Sehingga memakan waktu masa jabatan kepala daerah," ujar Dede.
Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf bersama Wakil Ketua Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin memimpin rapat kerja dan RDP dengan Wakil Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan DKPP di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/2/2025). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
Salah satu proses sengketa pemilu yang paling berpolemik dan memakan waktu panjang adalah Pilkada di Yalimo, Papua. Prosesnya berlangsung sekitar 15 bulan sejak pemungutan suara pada 9 Desember 2020 hingga penetapan kepala daerah terpilih pada Maret 2022.
ADVERTISEMENT
Saat itu, MK memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) karena calon bupati Erdi Dabi terlibat kasus kecelakaan lalu lintas yang menewaskan satu orang, sehingga didiskualifikasi. PSU digelar pada 26 Januari 2022 dan dimenangkan oleh pasangan Nahor Nekwek–John Wilil.
Dede juga mengingatkan agar jangan sampai ada PSU berulang yang kembali terjadi usai PSU pertama kemarin. Ia khawatir anggaran tiap daerah tidak mampu lagi untuk menyelenggarakan PSU.
"Faktor anggaran juga menjadi salah satu isu, ketika kita kemarin berbicara penambahan tapi ternyata tidak bisa ditambah, dan beberapa daerah sudah teriak tidak punya alokasi anggaran lagi untuk melaksanakan pemilihan. Ada anggaran rakyat yang terpakai besar-besaran dan hasilnya belum jelas," kata Dede.

Anggaran Jangan Jadi Korban

Anggota Komisi VI DPR dari fraksi PDIP, Deddy Yevri Hanteru Sitorus. Foto: DPR RI
Hal serupa disampaikan anggota Komisi II Deddy Sitorus. Deddy menilai, penyelenggaraan PSU harus sangat hati-hati. Sebab, pada akhirnya yang menjadi korban adalah anggaran yang berasal dari uang rakyat.
ADVERTISEMENT
"Melihat tadi pemaparan itu penyebab PSU dan segala macam itu lebih banyak penyebab kesalahan di penyelenggara dan peserta. Kenapa yang dikorbanin masyarakat dan anggaran. Ini apa begini cara kita mengelola pemerintah kalau begini yang rugi siapa," kata Deddy dalam rapat.
Karena itu, penyelenggaraan lagi PSU bagi daerah yang sudah menjalankan PSU harus sangat ketat. Sebab, di sejumlah daerah juga belum ada anggaran.
"Kita betul-betul menegakkan hukum kepemiluan ini supaya yang jadi korban jangan anggaran lagi dan rakyat lagi," tutur dia.
"Tolonglah kita menyelamatkan demokrasi. Jangan karena hal-hal prosedural administrasi justru mengorbankan yang lebih besar," ucap dia.