Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Komisi III Disorot usai Hakim Agung Sudrajad Dimyati Dijerat KPK
24 September 2022 22:03 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Padahal, Sudrajad Dimyati sebelumnya pernah tersandung isu dugaan suap dengan seorang anggota DPR saat mencalonkan diri menjadi Hakim Agung pada tahun 2013. Peristiwa itu dikenal dengan istilah 'lobi toilet'.
Namun setahun kemudian, Sudrajad kembali dicalonkan menjadi Hakim Agung, dan terpilih. Kala itu ia lolos dengan mengantongi 38 suara dari 50 anggota Komisi III.
Aktivis anti korupsi, Emerson Yuntho, mengatakan mestinya isu 'lobi toilet', meski oleh Komisi Yudisial disebut tidak terbukti, tapi bisa menjadi catatan rekam jejak tersendiri.
"Artinya apa, bisa saja sebenarnya bahwa secara rekam jejak orang ini [Sudrajad] bermasalah tapi ini tidak diketahui oleh DPR, atau diketahui tapi justru dibiarkan," kata Emerson dalam sebuah diskusi bertajuk Ada Tikus di Mahkamah Agung di Jakarta, Sabtu (24/9).
ADVERTISEMENT
Keterpilihan Sudrajad menjadi Hakim Agung pun menguak kecurigaan. Terkait adanya mafia hukum di turut bermain hingga transaksi di balik terpilihnya menjadi Hakim Agung.
"Dan ini yang kemudian banyak kecurigaan muncul jangan-jangan ada transaksional di balik pemilihan calon hakim agung itu di Mahkamah Agung," kata Emerson.
Bagi Emerson, kemungkinan-kemungkinan transaksi suap-menyuap dalam pemilihan Hakim Agung sangat memungkinkan. Ini menjadi ladang duit baru bagi mafia hukum.
"Dan bagi praktek mafia hukum bisa jadi ladang duit baru nih, jadi kalau mau menang, ya, dilihatnya ketika proses seleksi di DPRD fit and proper test. Kan, fit and proper test seringkali jadi 'fee and property'" ungkap dia.
Ia menyebut, bahwa ada rumor-rumor mengatakan; 'kalau mau suap-menyuap di proses pemilihan Hakim Agung, suapnya bukan duit lagi.
ADVERTISEMENT
"Suap-menyuapnya, transaksinya itu: 'nanti kalau dia jadi Hakim Agung, ya, dia bayarnya di perkara itu' jadi tadi tinggal pesen, tuh," jelasnya.
"Misalnya ada kasus nih, 'lu kan gue yang pilih bantuin dong' ya gitu-gitu," pungkasnya.
Pada kesempatan sama, Petrus Selestinus, seorang praktisi hukum, mengatakan hal senada. Bahwa proses rekrutmen Hakim Agung di Komisi III rentan dengan transaksi.
"Ya, apalagi Komisi III DPR RI juga merupakan oknum-oknum, bagian dari kaki tangan dari mafia peradilan. Mereka bisa masuk ke mana-mana, termasuk pasang orangnya di Mahkamah Agung.
Terlebih, tambah dia, di Komisi III juga ada beberapa yang punya kantor advokat, walaupun mereka tidak praktik. "Jadi kepentingan untuk membangun jaringan itu sangat, makanya orang seperti Dimyati, tuh, kok bisa lolos," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi mereka [Komisi III] itu, sesulit apapun mereka bisa loloskan. Tambah lagi, apa, Komisi Yudisial juga lemah," tambah dia.=
Isu 'Lobi Toilet'
Istilah 'Lobi Toilet' adalah sebutan yang disematkan kepada peristiwa dugaan upaya suap yang dilakukan Sudrajad yang kala itu sebagai calon Hakim Agung kepada salah satu DPR.
Dugaan upaya suap itu dilakukan di toilet. Itu asal muasal disebut atau dikenal dengan istilah "lobi toilet".
Dikutip dari Antara, dugaan suap itu terjadi usai uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung di Komisi III DPR RI, 18 September 2013. Saat itu, Sudrajad diduga melakukan pertemuan khusus dengan Bachrudin di toilet. Diduga, pertemuan itu terkait upaya penyuapan agar Sudrajad lolos menjadi hakim agung.
ADVERTISEMENT
Usai isu penyuapan itu mencuat, Sudrajad dan Bachrudin dipanggil Komisi Yudisial (KY) untuk dimintai keterangan. Namun dari hasil pemeriksaan KY, tidak terbukti adanya penyuapan.
"Tidak terbukti merencanakan atau merancang pertemuan serta tidak terbukti memberikan sesuatu dalam bentuk uang, surat atau lainnya kepada anggota DPR," kata juru bicara KY Asep Rahmat Fajar, 28 Oktober 2013.
MA pun menyatakan bahwa isu itu tidak terbukti. Atas hal tersebut, nama baiknya pun kemudian dipulihkan.
Sudrajad Dimyati kemudian dicalonkan lagi oleh Komisi Yudisial sebagai hakim agung pada 2014. Dan terpilih.
Sembilan tahun berselang, Sudrajad kembali tersandung kasus dugaan suap. Kali ini bukan sekadar isu. Ia dijerat sebagai tersangka oleh KPK.
Berawal dari OTT KPK pada 21 September 2022. KPK menangkap sejumlah pihak, termasuk pengacara hingga panitera pengganti dan PNS di MA.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pemeriksaan, terungkap adanya dugaan suap pengurusan perkara kasasi terkait gugatan koperasi simpan pinjam Intidana di Pengadilan Negeri Semarang. Gugatan itu diajukan Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto yang diwakili kuasa hukumnya Yosep Parera dan Eko Suparno.
Diduga mereka mengupayakan agar koperasi Intidana tetap dinyatakan pailit. Kedua pengacara itu kemudian melakukan pendekatan kepada sejumlah pegawai di MA yang dinilai bisa menjadi fasilitator kepada hakim. Tujuannya ialah agar kasasi dapat dikondisikan.
Sudrajad memang tidak ikut ditangkap dalam OTT. Namun Berdasarkan gelar perkara, KPK meyakini ada keterlibatannya. Ia diduga menerima Rp 800 juta melalui perantaraan PNS MA.
Di MA, Sudrajad yang juga lulusan S1 dan S2 di Universitas Islam Indonesia itu mengisi kamar Perdata.
ADVERTISEMENT
Merujuk situs MA, kasasi gugatan pailit itu tercatat dengan nomor perkara 874 K/Pdt.Sus-Pailit/2022. Sudrajad Dimyati duduk sebagai anggota majelis bersama dengan Hakim Agung Ibrahim. Sementara Ketua Majelis dipimpin Hakim Agung Syamsul Ma'arif.
Dalam putusan pada 31 Mei 2022, kasasi atas kepailitan itu dikabulkan oleh majelis.
Kini, Sudrajad sudah ditahan KPK. Tidak ada pernyataan dari Sudrajad saat dikonfirmasi mengenai perkara suap ini.
MA sendiri menyatakan prihatin dengan kasus ini dan siap kooperatif dengan KPK. Sementara, Sudrajad diberhentikan sebagai Hakim Agung.
Live Update