Komisi III Ungkap Alasan RKUHP Bisa Jerat Pelaku Kumpul Kebo

18 September 2019 20:35 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani sebelum rapat dengar pendapat dengan masyarakat sipil, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9) Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani sebelum rapat dengar pendapat dengan masyarakat sipil, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9) Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan
ADVERTISEMENT
DPR segera mengesahkan revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam rapat paripurna.
ADVERTISEMENT
Tetapi jelang pengesahannya, terdapat beberapa poin revisi yang dinilai terlalu mengatur privasi warga negara. Aturan tersebut seperti pidana bagi pasangan yang belum menikah namun hidup dalam satu rumah atau kumpul kebo. Dalam Pasal 419 RKUHP, pelaku kumpul kebo terancam hukuman 6 bulan penjara.
Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, mengatakan alasan adanya pasal yang mengatur kumpul kebo lantaran menyesuaikan dengan budaya ketimuran.
"Sebagai orang timur yang namanya victim (korban) enggak hanya orang per orang, tapi juga bisa lingkungan sosial. Kan kalau misalnya orang Islam yang mayoritas di negeri ini, itu percaya dengan ajaran kalau ada yang berbuat zina terus menerus di tempat itu, malaikat enggak mau datang ke 40 rumah ke depan, ke kanan, ke kiri, ke belakang," ujar Arsul di DPR, Jakarta, Rabu (18/9).
ADVERTISEMENT
"Itu kan namanya konsep victim less crime yang berbeda dengan yang dianut oleh masyarakat barat. Ini kan bukan KUHP buat orang barat, ini kan untuk orang Indonesia," lanjutnya.
Arsul Sani saat diwawancara di Gedung DPR. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Arsul mengatakan, meski RKUHP mengatur privasi orang, namun pemberlakuannya tak kaku. Sebab meski pelaku kumpul kebo bisa dipidana, namun hanya bisa diproses jika ada pengaduan.
Dalam RKUHP saat ini, yang mengadu diperluas yakni bisa juga dilakukan oleh orang tua dan anak.
"Ini dibatasi, deliknya adalah delik aduan, baik untuk perzinaan. Yang membedakan dengan KUHP sekarang adalah siapa yang boleh mengadu diperluas. Kalau di KUHP sekarang kalau terjadi perzinaan itu hanya suami atau istri. Sekarang diperluas jadi orang tua atau anaknya," tutupnya.
ADVERTISEMENT