Komisi V Minta Efisiensi Anggaran Tak Pengaruhi Akurasi Deteksi Gempa-Tsunami

11 Februari 2025 9:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Syaiful Huda saat dijumpai di kompleks parlemen, Jumat (6/9). Foto: Thomas Bosco/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Syaiful Huda saat dijumpai di kompleks parlemen, Jumat (6/9). Foto: Thomas Bosco/kumparan
ADVERTISEMENT
BMKG menyebut pemotongan anggaran 2025 yang proyeksinya mencapai 50 persen bisa menyulitkan. Sebab, bisa mempengaruhi kemampuan dan pemeliharaan alat-alat, termasuk alat deteksi dini gempa dan tsunami.
ADVERTISEMENT
BMKG mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp 1,423 triliun atau 50,35 persen. Semula mereka menerima Rp 2,826 triliun.
Wakil Ketua Komisi V Syaiful Huda menyebut, meski ada efisiensi, terkait hal-hal fundamental seperti akurasi alat deteksi dini bencana tak boleh dipotong.
"Tetep harus ada (jangan dipotong) karena memang ini prediksi dari temen temen BMKG, potensi potensi itu sudah disampaikan sejak awal, sudah sejak lama. Potensi sesar Selat Sunda, sesar Lembang, dan seterusnya," kata Syaiful pada Senin (10/2).
Menurutnya, bila akurasi kemudian menurun dari 90 persen menjadi 60 persen, itu bisa membahayakan publik.
"Mereka memprediksi (gempa kuat) bisa terjadi dalam waktu dekat.. Karena itu memang aalt deteksi dini terkait ini harus terus dipelihara dengan baik," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Saya meyakini kalau skema efisiensi itu tidak berbasis anggaran tahuanan, setahun gitu, tapi diturunkan sementara semuanya dikurangi 6 bulan masih bisa," tutupnya.
Ilustrasi gempa bumi. Foto: Inked Pixels/shutterstock
Sebelumnya, BMKG menilai efisiensi anggaran ini berdampak pada banyak Alat Operasional Utama (Aloptama) yang terancam. Sebab, kemampuan untuk pemeliharaan berkurang hingga sebesar 71 persen.
Hal ini menyebabkan observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempabumi, dan tsunami juga terganggu.
“Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempabumi dan tsunami menurun dari 90 persen menjadi 60 persen dan kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari 3 menit turun menjadi 5 menit atau lebih dan jangkauan penyebarluasan informasi gempabumi dan tsunami menurun 70 persen,” kata Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Muslihhuddin dikutip dari Antara, Senin (10/2).
ADVERTISEMENT
Adapun diketahui hampir 600 alat sensor untuk pemantauan gempa bumi dan juga tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan salah satu Aloptama yang dimiliki oleh BMKG dan mayoritas kondisinya saat ini sudah melampaui usia kelayakan.
Muslihuddin menambahkan, kajian tentang dinamika iklim dan tektonik jangka menengah dan panjang di Indonesia sulit terlaksana.
Termasuk modernisasi sistem dan peralatan operasional BMKG yang terhenti termasuk keselamatan transportasi udara yang membutuhkan akurasi 100 persen tidak terwujud, dan keselamatan transportasi laut terganggu.