Komisi VIII DPR Akan Panggil Menag: SE Speaker Masjid Tak Bisa Digeneralisir

1 Maret 2022 13:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisi VIII Yandri Susanto saat rapat kerja nasional (Rakernas) 2020 Ditjen Binmas Islam Kemenag RI. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komisi VIII Yandri Susanto saat rapat kerja nasional (Rakernas) 2020 Ditjen Binmas Islam Kemenag RI. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi PAN Yandri Susanto menilai Surat Edaran (SE) Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas alias Gus Yaqut soal pengaturan pengeras suara di masjid tak bisa digeneralisir di seluruh Indonesia. Ia mengungkap, Komisi VIII akan mengadakan rapat kerja dan meminta Menag mengevaluasi SE tersebut.
ADVERTISEMENT
"SE itu tidak bisa digeneralisir. Tidak bisa dilakukan sama rata Sabang sampai Merauke. Itu pasti timbulkan persoalan. Karena misal di Sumatera itu rumah orang jauh-jauh dari masjid, jarang-jarang, kalau cuma 100 desibel enggak kedengaran," kata Yandri saat dihubungi, Selasa (3/1).
"Maka itu perlu dievaluasi, ditinjau, dengan melihat kearifan lokal dan kondisi daerah masing-masing. Nanti waktu raker akan kami bahas dengan Pak Menag. Supaya tidak kabur dan banyak gorengannya," imbuh dia.
Yandri mengingatkan, di sejumlah wilayah seperti Banten, Sumatera Barat, Aceh, dan padat pondok pesantren, kumandang azan hingga mengaji dari speaker masjid sudah menjadi budaya. Selain itu, ia menyoroti SE terkait speaker masjid tak memiliki sanksi, sehingga harusnya dapat diatur oleh Pemda masing-masing.
ADVERTISEMENT
"Kebiasaan mereka selama ini. Dan memang dari SE enggak ada sanksi, jadi kalau enggak ada sanksi menurut saya diserahkan saja ke Pemda atau tokoh masyarakat sekitar, biar mereka berembuk bagaimana yang terbaik. Biar enggak ada salah paham," papar dia.
Menag Yaqut Cholil Qoumas memimpin upacara Hari Amal Bhakti (HAB) ke-76 di Kantor Kementerian Agama. Foto: Kemenag RI
"Kalau digeneralisir banyak penolakannya. Di Bali misal layak diatur, tapi setahu saya di Bali Islamnya juga sudah sangat toleran kok. Mau NU, Muhammadiyah. Saya juga sering ke NTT tertib, kemudian Manado atau Papua," tambahnya.
Soal pernyataan Gus Yaqut yang membandingkan azan dan gonggongan anjing, Yandri menilai sudah ada klarifikasi dan tak perlu dipersoalkan.
Ia memaklumi apabila tetap ada yang tersinggung, namun ia berharap masyarakat melakukan koreksi terhadap Gus Yaqut dengan beradab.
ADVERTISEMENT
"Boleh demo, kan bagian dari aspirasi masyarakat, tapi tetap pakai adat ketimuran. Jangan sampai justru kita mengoreksi suatu kebijakan tapi dengan cara tidak beradab. Saya kurang setuju kalau [demo dengan banner] mukanya Pak Menag [diedit pada] badannya anjing. Itu tidak beradab," ujarnya.
"Pak Menteri kan sudah klarifikasi tidak ada membandingkan suara azan dengan anjing, walaupun itu bersamaan [menyangkut] dengan bahasan toa dengan anjing. Memang kurang tepat tapi tidak ada niat Menag membandingkan," lanjut Yandri.
Di sisi lain, Yandri meminta ke depannya, pejabat negara termasuk Gus Yaqut untuk berbicara dengan bijak. Jangan sampai membuat pernyataan yang justru menuai kontroversi publik.
"Siapa pun dia, bukan hanya Menag, namanya pejabat negara kalau bicara hati-hati. Tidak menimbulkan polemik atau kontroversi. Karena ketika itu sudah keluar dari pembicaraan pejabat pasti ramai. Digoreng-goreng, dipelesetkan," pesannya.
ADVERTISEMENT
"Maraknya sosmed yang tidak terkontrol. Ya itu akan jadi persoalan sendiri dan gaduh. Jadi siapa pun pejabat bukan hanya Menag kalau bicara hati-hatilah, seperlunya saja. Tidak perlu jadi kontroversi," pungkas dia.