Komisi X DPR Dukung Rencana Nadiem Hapus UN

11 Desember 2019 14:25 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Foto: Kelik Wahyu Nugroho/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisi X DPR yang membidangi masalah pendidikan mendukung rencana Mendikbud Nadiem Makarim untuk menghapus ujian nasional atau yang disebut Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) atau UN (Ujian Nasional). Menurut Wakil Ketua Komisi X Dede Yusuf, USBN sebenarnya bukan indikator kelulusan, melainkan alat ukur standardisasi kemampuan siswa.
ADVERTISEMENT
"Namun dalam perkembangannya, (USBN) berubah menjadi standar kelulusan, jadi banyak sekolah, kabupaten, provinsi, yang memaksakan agar seolah-olah lulus semua dan siswa jadi sekadar menghafal jawaban yang akan keluar," kata Dede kepada kumparan, Rabu (11/12).
Menurut Dede Yusuf, pemikiran tersebut harus diubah. Apalagi, kompetensi antara daerah urban dan daerah-daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) tidak bisa disamakan.
Ilustrasi ujian SBMPTN Foto: UGM
"Paradigma survei kemampuan, apakah perlu semua siswa atau cukup sampling saja. Karena antara daerah urban dengan daerah 3T juga akan berbeda pola pendidikan, sarana dan prasarana, kompetensi. Tidak bisa disamakan," jelasnya.
Meski demikian, Dede Yusuf mengingatkan agar kebijakan Kemendikbud tersebut bisa konsisten. Ia juga menyarakan, agar Kemendikbud membuat kebijakan yang bersifat jangka panjang.
"Harus ada sustainable policy, artinya kebijakan yang sifatnya 5 tahunan dan ada yang jangka panjang 10 tahun ke atas. Karena pendidikan pada dasarnya adalah investasi jangka panjang. Tapi harus dimulai dari sekarang juga," tutur Dede Yusuf.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Dede Yusuf, Wakil Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian juga mendukung kebijakan Nadiem itu. Ia juga menyarankan agar Nadiem mempelajari pola pendidikan di negara-negara dengan nilai Program for International Student Assesment (PISA)-nya tinggi, misalnya China.
"Tiongkok berhasil mencapai posisi pertama dalam pencapaian PISA, padahal jumlah siswanya sangat besar. Patut dipelajari lebih dalam bagaimana mereka melakukannya," kata Hetifah.
Ke depan, Hetifah mengingatkan, transisi dari sistem yang lama ke yang baru tentu tidak mudah. Pemerintah daerah, sekolah, guru, siswa, dan orangtua murid harus mendapatkan sosialisasi dan pendampingan yang serius dari pemerintah pusat.
"Masih ada waktu 2 tahun. Maksimalkan terutama untuk menyampaikan ke para guru bagaimana metode mengajar yang baik untuk melatih skill-skill yang akan diujikan”, tandas Hetifah.
ADVERTISEMENT
Keputusan untuk menghapus USBN tersebut dilontarkan Nadiem saat bertemu kepala Dinas Pendidikan dari seluruh Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (11/12). Nadiem menyebut, tahun 2020 akan menjadi tahun terakhir penyelenggaraan USBN.
Namun, di tahun terakhir ini, proses penyelenggaraan USBN akan berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Sebab, seluruh ujian akan diselenggarakan oleh pihak sekolah saja.
“Penyelenggaraan UN tahun 2021 akan diubah menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter, yang terdiri dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerik), dan penguatan pendidikan karakter,” kata Nadiem.