Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Komisi X DPR Kritik PHK Ribuan Guru Honorer: Istilah Cleansing Terlalu Sadis
19 Juli 2024 10:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Ramai informasi mengenai pemberhentian ribuan guru honorer dari tempat mereka mengajar, usai diminta mengisi formulir cleansing oleh Disdik Jakarta. Kebijakan tersebut menuai kritik Komisi X DPR.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf menilai program cleansing terhadap guru honorer itu kurang humanis.
"Cleansing itu kata yang terlalu sadis, cleansing itu kan pembersihan atau seperti membasmi. Itu tidak boleh," kata Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf, Jumat (19/7).
Disdik Jakarta berdalih, pihak sekolah mengangkat guru honorer itu tanpa rekomendasi sehingga harus ada penertiban. Mengenai hal tersebut, Dede meminta agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai mitra Komisi X DPR menjadi fasilitator terhadap pihak-pihak terkait.
“Kemendikbudristek harus segera mengklarifikasi dengan Dinas Pendidikan Jakarta. Dari informasi yang saya terima, ini adalah Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (TLHP) BPK,” tuturnya.
Selain itu, politikus Demokrat itu juga mengungkapkan, para stakeholder terkait harus duduk bersama untuk mencari jalan keluar bagi tenaga pengajar honorer tersebut. Ia mengatakan, guru honorer juga ikut berjasa bagi dunia pendidikan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Bisa Sebabkan Kekurangan Guru
Tak hanya itu, Dede mengatakan, program cleansing guru honorer ini dapat menyebabkan kekurangan tenaga pengajar. Dan hal ini dikhawatirkan dapat mengganggu proses belajar mengajar.
“Kebijakan cleansing guru honorer bisa menyebabkan kekurangan guru di sekolah yang pada akhirnya mengganggu proses belajar mengajar. Pada akhirnya anak-anak yang akan dirugikan. Apalagi ini baru memasuki tahun ajaran baru sekolah,” ujar dia.
“Seharusnya Disdik juga bisa mencari tahu kenapa sekolah-sekolah mengangkat para guru honorer ini. Mungkin karena beban sekolah yang sudah terlalu besar sehingga membutuhkan tambahan guru yang belum bisa diakomodir oleh Pemerintah,” imbuhnya.
Menurutnya, pemecatan guru honorer dengan istilah ‘cleansing’ itu juga tidak sesuai dengan semangat yang tengah dilakukan negara terkait perbaikan nasib guru honorer. Dede mengingatkan, UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN telah menegaskan komitmen Pemerintah untuk menyelesaikan penataan tenaga non-ASN paling lambat Desember 2024.
ADVERTISEMENT
“Artinya seharusnya nasib tenaga honorer, termasuk guru honorer, bisa membaik. Bukan justru mengalami kemunduran,” kata dia.
“Kita berbicara tentang nasib lebih dari 100-an lebih guru yang sudah berjasa terhadap pendidikan anak-anak kita. Semestinya Pemda lebih bijaksana, tidak asal main cut seperti itu,” tutup Dede.
Sejauh ini, Disdik DKI Jakarta berencana melakukan cleansing terhadap 4 ribu guru honorer. Solusinya, mereka menyebut akan ada seleksi 1.900 formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang akan dibuka Kemendikbud di tahun ini.