Komisi X DPR Minta Babinsa Jadi Pembina Sekolah untuk Cegah Bullying

4 Oktober 2023 9:55 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi bullying di Korea Selatan. Foto: Rawpixel.com/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bullying di Korea Selatan. Foto: Rawpixel.com/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf, mendorong pelibatan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk menjadi pembina bagi siswa di sekolah, sebagai bagian dari Bimbingan Penyuluhan (BP). Ia menilai pelibatan APH akan berperan mengatasi pelanggaran yang dilakukan siswa, termasuk perilaku bullying yang kini tengah marak terjadi.
ADVERTISEMENT
Menurut Dede, pembina teritorial seperti Babinsa dan Bhabinkamtibmas dapat mengatasi berbagai bentuk ‘kenakalan’ seperti bullying siswa dengan memberikan disiplin edukatif. Sebab Babinsa dari TNI dan Bhabinkamtibmas dari Polri merupakan unsur aparat yang bersentuhan langsung dengan pembinaan terhadap masyarakat.
"Guru BP itu harusnya diambil dari penegak hukum bisa Bhabinkamtibmas atau Babinsa. Tapi itu harus disepakati bersama, sehingga penegakan disiplin di lingkungan sekolah dilakukan sesuai dengan Tupoksinya," kata Dede Yusuf, Rabu (4/10).
Politikus Partai Demokrat ini menilai, peran guru saat ini telah berubah menyusul perkembangan zaman. Tidak seperti masa yang lampau saat guru bisa tegas memberi sanksi kepada murid, guru saat ini hanya bisa berfokus pada pengajaran akademik dan konseling.
“Guru atau kepala sekolah umumnya takut melakukan pendisiplinan karena kuatir diadukan ke penegak hukum. Dan guru tidak pernah belajar cara melakukan sanksi fisik yang benar,” tutur Dede.
ADVERTISEMENT
“Akhirnya guru memilih untuk lepas tangan kalau ada masalah karena sering terjadi justru guru yang akhirnya berurusan dengan hukum,” sambung legislator dari Dapil Jawa Barat II ini.
Dede pun mendorong adanya revisi Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP). Sebab menurutnya, aturan tersebut belum maksimal dalam mencegah kekerasan di satuan pendidikan.
"Aturan di Permendikbud sekarang lemah dalam implementasi di sekolah. Menurut saya Permendikbud itu harus menyepakati tentang edukatif disiplin. Jadi penegakan disiplin secara edukatif,” ujarnya.
Politikus Demokrat mengatakan, banyaknya kasus kekerasan atau bullying yang melibatkan anak sekolah terjadi karena saat ini implementasi pemberian disiplin di sekolah sangat kurang. Bahkan dalam Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023, tidak ada sanksi tegas atas pelanggaran.
ADVERTISEMENT
“Fungsi pengawasan dan pendidikan, dilepas ke satuan sekolah. Padahal, banyak satuan sekolah belum mendapatkan sosialisasi atau advokasi. Banyak guru kalau saya tanya, mereka tidak berani bersikap,” ungkap Dede.
Sejumlah personel TNI Angkatan Darat yang bertugas sebagai Babinsa berjalan di dekat sepeda motor bantuan di Grand City Mall, Surabaya, Jawa Timur, Senin (13/2/2023). Foto: Didik Suhartono/Antara Foto
Karena itu, pelibatan unsur APH dianggap akan lebih efektif mendisiplinkan siswa. Fungsi APH adalah sebagai pengawas dalam pembinaan siswa, khususnya dalam hal pemberian sanksi disiplin. Apalagi saat ini peran BP di sekolah tidak begitu terasa.
“Untuk mengatasi pelanggaran di sekolah, harus ada guru BP. Dulu guru BP ditakuti. Jadi sekarang bisa dengan bantuan Babinsa atau Polisi. Supaya nanti kalau guru melempar pakai kapur, besoknya tidak langsung dipanggil Polisi,” imbau mantan pemain sinetron ini.
“Guru sekarang bukan tupoksinya memberikan hukuman karena sebatas mengajar. Ada BP pun lebih pada konseling aja. Yang menegakkan hukum sanksi disiplin itu nggak ada, jadi nggak ada yang ditakutin di sekolah,” tutupnya.
ADVERTISEMENT