Komisi X: Kesempatan Kuliah Kecil, Hanya 14% Siswa Lanjut ke Perguruan Tinggi

9 November 2022 14:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisi X DPR RI Rapat Dengar Pendapat dengan Forum Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Komisi X DPR RI Rapat Dengar Pendapat dengan Forum Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi X DPR, Dede Yusuf, menyampaikan keprihatinannya terkait rendahnya siswa yang berhasil meneruskan ke jenjang pendidikan lebih tinggi, baik itu diploma ataupun Sarjana 1 (S1).
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan dalam rapat Komisi X DPR RI dengan Forum Silaturahmi Doktor Indonesia (Forsiladi), di Gedung DPR, Rabu (9/11).
“Kesempatan mendapat pendidikan tinggi itu kecil, rata-rata hanya 14 persen dari jumlah siswa kita yang bisa berhasil meneruskan ke jenjang lebih tinggi,” ujar Dede, Rabu (9/11).
Hal itu dibenarkan oleh Ketua Dewan Pengurus Wilayah Forsiladi DKI Jakarta Dr. Taufiqurahman. Bahkan di wilayah dekat kota-kota besar seperti Banten, dari 60 ribu lulusan SMA hanya 45 ribu yang dapat lanjut ke jenjang lebih tinggi.
Taufiq menyebutkan sejumlah hambatan para siswa yang tidak mampu melanjutkan jenjang lebih tinggi. Pertama adalah biaya yang mahal. Terutama dalam situasi pandemi, ungkapnya, tak sedikit orang tua siswa yang terkena PHK atau mengalami kerugian usaha sehingga tidak mampu membiayai anak-anaknya masuk ke perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Kedua, adanya korupsi dan kesenjangan dalam kualitas hidup siswa-siswa di Indonesia. Di satu sisi ada anak yang dapat melanjutkan kuliahnya sampai ke luar negeri dengan biaya tinggi, namun di sisi lain ia harus putus sekolah.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (kiri) berjabat tangan dengan Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf. Foto: ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
“Yang mungkin punya uang banyak bisa minimal ke Singapore dan Malaysia, atau tingkat Asia di Jepang, lebih baik bisa ke Amerika atau Australia. Kalau punya uang bisa masuk. That’s the problem about education,” ungkap Taufiq.
Sementara itu, perguruan tinggi swasta memiliki masalah dalam mencari mahasiswa baru. Tak sedikit mahasiswa yang keluar di tengah masa perkuliahan sebab orang tuanya tak mampu membiayai akibat dampak pandemi.
“Tak sedikit gaji tenaga pendidik dipotong dan suka tidak suka, kebijakan kampus yang harus menerapkan efisiensi,” tandasnya.
ADVERTISEMENT