Komisi X Pertanyakan Peran Satgas Antibullying di SMA Binus Simprug

18 September 2024 15:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf di ruang rapat Komisi X, Rabu (19/6/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf di ruang rapat Komisi X, Rabu (19/6/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi X, Dede Yusuf, menanggapi dugaan kasus bullying di SMA Binus Simprug. Saat ini kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan, padahal Kementerian Pendidikan, Budaya dan Ristek (Kemendikbudristek) sebetulnya telah punya regulasi untuk mengatur bullying ini.
ADVERTISEMENT
Aturan itu tertuang dalam Permendikbud No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (Permendikbudristek PPKSP).
Permendikbud ini mewajibkan dibuatnya Satuan Tugas (Satgas) untuk mengurus masalah bullying di sekolah.
“Ketika terjadi bullying di dalam sekolah, satgas kekerasan anti-bullying itu yang harus bertanggung jawab. Nah apakah di swasta ada? Karena kalau di negeri semua ada,” kata Dede.
Satgas Anti-bullying juga disebut tidak efektif. Pasalnya, petugas yang masuk hanya bersifat penyuluh dan pembimbing saja, mereka tak punya bagian dalam penegakan hukum.
“Jadi kalau misalnya melaporkan sampai ke polisi dan menggunakan pengacara, ini kan kaitannya jadi harus ada yang dipenjara. Jadinya kan panjang sekali, padahal kalau satgas itu bekerja dengan baik dan sekolah tidak membiarkan maka hal-hal semacam ini tidak perlu terjadi,” ucap Dede.
ADVERTISEMENT
Dede juga mempertanyakan ketersediaan satgas di Binus. Satgas ini seharusnya terdiri dari orang tua, guru, kepala sekolah hingga petugas keamanan sekolah.
Siswa SMA Binus School Simprug berinisial RE yang diduga menjadi korban bullying memberikan keterangannya di Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
"Sehingga tidak serta merta permasalahan ini harus diangkat ke penegak hukum. Bisa diselesaikan oleh satgas tadi,” ucap Dede.
Yang terjadi di Binus, RE yang mengaku sebagai korban bully, menggunakan pengacara dan siap untuk berperkara. Begitu pun dengan pihak Binus, yang menggandeng pengacara top pula.
RE juga melaporkan kawan-kawannya ke kepolisian. Sehingga kasus ini sudah masuk ke ranah penyelidikan.
“Akhirnya endingnya bukan lagi soal pendidikan tapi jadinya proses gugat menggugat, ketika sudah ada proses gugat menggugat artinya proses pendidikannya sudah kacau sudah tidak terjadi karena masuknya ranah hukum,” terang Dede.
ADVERTISEMENT
Maraknya kasus bullying di sekolah telah lama menjadi concern Komisi X DPR yang berfokus pada pengawasan bidang pendidikan itu. Dede mengatakan, masalah hukum yang terlibat pada kasus bullying menyebabkan kasus semakin kompleks.
“Selama ini kan datangnya ke komisi X lalu kita panggil pihak sekolah nanti diselesaikan dengan jalur pendidikan. Kalau masuk ke ranah hukum datangnya ke komisi III,” pungkas Dede.