Komisi X soal 3 Tersangka Kasus dr Aulia: Coreng PPDS, Kampus Harus Berbenah

26 Desember 2024 14:51 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
dr. Aulia Risma Lestari. Foto: Dok. Undip
zoom-in-whitePerbesar
dr. Aulia Risma Lestari. Foto: Dok. Undip
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Komisi X Fraksi PKB DPR RI Lalu Hadrian Irfani menanggapi penetapan tiga tersangka kasus kematian dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang.
ADVERTISEMENT
Ketiga tersangka itu yakni Kepala Program Studi (Prodi) Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) dr Taufik Eko Nugroho, Kepala Staf Medis Prodi Anastesi Undip Sri Maryani, dan senior dr Aulia berinsial ZYA.
Lalu Ari, sapaan akrab Lalu Hadrian Irfani mengapresiasi langkah polisi yang telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dr Aulia meski penetapan tersangka itu cukup lama.
"Kami apresiasi kerja keras polisi dalam mengusut dan menetapkan tiga tersangka dalam kasus bullying yang menyebabkan kematian dr Aulia," kata Lalu Ari dalam keterangannya, Kamis (26/12).
Lalu Ari mengatakan, kasus bullying dr Aulia harus menjadi pelajaran bagi PPDS di perguruan tinggi lainnya. Kasus ini telah mencoreng nama baik kampus, terutama pendidikan kedokteran.
ADVERTISEMENT
Legislator asal Dapil NTB II itu menegaskan, kampus yang menyelenggarakan PPDS harus berbenah dan membersihkan proses pendidikan dari berbagai praktik yang menyimpang.
"Perguruan tinggi yang menyelenggarakan PPDS harus melakukan perbaikan. Jangan ada lagi bullying, jangan ada lagi pemerasan, dan jangan ada praktik-praktik menyimpang lainnya. Stop!," ucap Lalu Ari.
KPK sudah 4 tahun di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dia menegaskan, kajian KPK terkait pelaksanaan PPDS harus menjadi pelajaran. Hasil kajian KPK mengungkapkan kebobrokan program pendidikan tersebut.
Misalnya, terkait biaya tambahan mulai Rp 1 juta hingga Rp 25 juta yang harus dikeluarkan selama PPDS. Biaya itu tidak resmi dan tidak bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.
Selain biaya tambahan, ada juga pungutan dari peserta PPDS yang digunakan untuk berbagai hal. Misalnya, kebutuhan dosen untuk touring motor atau sepeda.
ADVERTISEMENT
Temuan KPK mengungkapkan peserta PPDS biasanya bekerja sama dengan teman seangkatannya untuk memenuhi kebutuhan dosen atau senior mereka. Hal itu jelas memberatkan peserta PPDS.
Tidak hanya itu, peserta PPDS juga diminta menunjukkan saldo rekening saat tahapan wawancara dalam proses seleksi PPDS. Berdasarkan survei KPK, terdapat 58 responden yang mengaku diminta untuk menunjukkan saldo tabungannya.
Sebanyak 6 responden di antaranya menunjukkan saldo tabungan dengan nominal lebih dari Rp 500 juta, 4 responden dengan saldo Rp 250-500 juta, 11 responden dengan saldo Rp 100-250 juta, dan 19 responden dengan saldo kurang dari Rp 100 juta.
"Kampus yang memiliki PPDS harus berbenah. Jangan ada lagi dr Aulia, dr Aulia lain yang menjadi korban," tandas Lalu Ari.
ADVERTISEMENT