Komisioner HAM PBB: Dunia Harus Bantu Krisis Myanmar Sebelum Terlambat

24 September 2021 1:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Polisi menembakkan gas air mata ke aras pengunjuk rasa selama demonstrasi menentang kudeta militer di Mandalay, Myanmar, Rabu (3/3).  Foto: STR/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Polisi menembakkan gas air mata ke aras pengunjuk rasa selama demonstrasi menentang kudeta militer di Mandalay, Myanmar, Rabu (3/3). Foto: STR/AFP
ADVERTISEMENT
Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, Michelle Bachelet, memperingatkan potensi bencana HAM Myanmar di bawah kepemimpinan militer.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya kekhawatiran ini, Bachelet mendesak aksi masyarakat internasional untuk mencegah perburukan konflik.
“Konsekuensi nasional [dari konflik] sangat buruk dan tragis. Konsekuensi kawasan juga bisa menjadi berat,” ujar Bachelet dalam keterangannya, Kamis (23/9), dikutip dari Reuters.
“Komunitas internasional harus melipatgandakan upaya mereka dalam mengembalikan demokrasi dan mencegah konflik yang lebih luas sebelum terlambat,” tegasnya.
Krisis politik di Myanmar semakin memburuk usai militer menggulingkan pemerintahan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu.
Naiknya kekuatan militer mengakhiri demokrasi satu dekade Myanmar dan memicu penolakan besar-besaran, baik dari rakyatnya maupun komunitas internasional.
Menurut PBB, lebih dari 1.120 warga sipil tewas terbunuh sejak kudeta tersebut. Sebagian besar dari korban tewas saat terjadinya bentrok antara pasukan militer dan para demonstran. Selain itu, ribuan orang lainnya dilaporkan ditahan oleh militer.
ADVERTISEMENT
Kelompok bersenjata penentang Jenderal Min Aung Hlaing, pimpinan militer, terbentuk di berbagai wilayah Myanmar. Mereka kerap terlibat dalam bentrok yang menyebabkan ribuan warga sipil melarikan diri. Salah satu negara tujuan yang baru-baru ini dibanjiri pengungsi Myanmar adalah India.
Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, Michelle Bachelet Foto: REUTERS/Eric Vidal
Bachelet mengatakan, pasukan militer Myanmar menggunakan senjata dalam melawan warga sipil. Senjata yang mereka gunakan seharusnya khusus untuk konflik militer. Selain itu, militer Myanmar juga meluncurkan serangan udara dan artileri terhadap rakyat pro-demokrasi.
Media lokal di Myanmar melaporkan kekerasan fatal di setidaknya lima wilayah dan negara bagian berbeda pada Kamis (23/9). Dalam aksi itu, milisi yang bersekutu dengan pemerintahan bayangan Myanmar dikabarkan menggunakan bom rakitan dalam melawan militer.
Militer Myanmar kerap menyebut pemerintahan bayangan tersebut sebagai “teroris” yang kampanyenya akan gagal.
ADVERTISEMENT
Negara-negara Barat mengecam dengan keras aksi militer ini dan menjatuhkan sanksi terhadap Myanmar. Tetapi, sejumlah pakar berpendapat tindakan yang lebih tegas harus dilakukan, seperti embargo senjata.
Menurut Bachelet, Myanmar telah gagal memenuhi five point of consensus yang telah disetujui dengan ASEAN pada 24 April lalu.
“Ini menggarisbawahi perlunya kebijakan akuntabilitas yang kuat. Ini juga termasuk dalam menghadapi komitmen yang mereka buat kepada pemimpin ASEAN,” tegasnya.