Komitmen Pemerintah Bawa Pulang dan Rawat Benda Pusaka dari Belanda

8 Desember 2020 9:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Patung Gajah berbahan perunggu pemberian atau hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand saat berkunjung ke museum ini tahun 1871. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Patung Gajah berbahan perunggu pemberian atau hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand saat berkunjung ke museum ini tahun 1871. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Museum Prinsenhof di Delft, Belanda mengembalikan 1.500 benda budaya bersejarah kepada Indonesia melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pemulangan tersebut merupakan hasil kesepakatan pemerintah Belanda dengan pemerintah Indonesia yang prosesnya telah dimulai sejak 2015.
ADVERTISEMENT
Secara simbolik, sebilah keris Bugis lebih dulu diserahkan ke Indonesia oleh Perdana Menteri Belanda Mark Rutte kepada Presiden Joko Widodo dalam kunjungan resminya ke Indonesia 23 November 2016 lalu. Kemudian disusul dengan pengembalian 1.499 benda pusaka lainnya yang tiba di Tanah Air pada 23 Desember 2019 lalu.
Kepala Sekretariat Kepresidenan, Heru Budi Hartono, dalam webinar bertajuk, "BRI Dukung Upaya Pemerintah Lestarikan Sejarah dan Budaya Indonesia ", mengatakan bahwa repatriasi yang dilakukan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda telah digaungkan sejak 1968.
“Pemerintah Indonesia telah berupaya untuk mengembalikan benda bersejarah tersebut ke Tanah Air dengan melakukan negosiasi dengan Pemerintah Belanda. Negosiasi antarkedua negara ini baru terealisasi mulai tahun 1970,” kata Heru.
ADVERTISEMENT
Kala itu, Ratu Juliana secara simbolis mengembalikan naskah Negara Kertagama kepada mantan Presiden Soeharto. Namun, naskah itu baru benar-benar dikembalikan ke Indonesia pada 1972.
Ilustrasi keris yang tersimpan di museum Foto: Dok. Wikimedia Commons
Lima tahun berlalu, Belanda kembali memulangkan aset bersejarah milik Indonesia pada 1977, berupa payung, Prajnaparamita, pelana dan tombak Pangeran Diponegoro, serta 243 benda pusaka Lombok hasil invasi militer di Puri Cakranegara tahun 1894. Sementara, repatriasi kali ini merupakan yang terbesar dan bersejarah.
''Dan ini adalah momentum bagi kita untuk terus melakukan lobi, melakukan semangat kita dengan Pemerintah Belanda, untuk bisa repatriasi benda-benda sejarah itu ke pangkuan Ibu Pertiwi,'' tambah Heru.
Sebagai warisan sejarah yang sangat berharga, pemerintah pun berencana untuk melakukan Revenant Research, di mana tim peneliti dari Belanda akan berkolaborasi dengan tim peneliti Indonesia dalam hal mengembalikan barang-barang pusaka yang ada. Sejarawan & Pemimpin Redaksi Historia Bonnie Triyana, mengatakan dengan Revenant Research akan terdapat interaksi untuk saling bertukar pengetahuan, bertukar pengalaman yang pada akhirnya bisa menghasilkan pengetahuan bersama dalam sejarah.
ADVERTISEMENT
“Karena (benda pusaka) kan heritage, ya, jadi kita ingin memproduksi ilmu pengetahuan. Sehingga orang ingin belajar sesuatu tidak hanya pengembalian. Jadi itu yang sedang kami lakukan, dalam artian kami juga ikut (proses) bagaimana mengembalikan barang-barang ini,” ujar Bonnie.
Sejarawan, Pemimpin Redaksi Historia Bonnie Triyana Foto: Alfadillah/kumparan
Tak hanya itu, pemerintah juga kini tengah mewacanakan membangun museum baru untuk memfasilitasi benda bersejarah yang baru dipulangkan dari Belanda. Terlebih, kapasitas Museum Nasional saat ini sudah tak memadai untuk menjadi tempat tinggal ribuan benda bersejarah tersebut.
“Mengingat benda bersejarah yang dimiliki Indonesia saat ini berjumlah 193 ribu, saya berharap museum baru kelak dapat merepresentasikan nilai-nilai sejarah yang terkandung dalam koleksi peninggalan tersebut,” tutur Kepala Museum Nasional, Siswanto.
Sementara itu, Heru juga mendorong rencana pemerintah untuk membangun museum baru. Ia mengimbau agar lintas kementerian, seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar lekas membangun museum baru untuk menjadi rumah dari ribuan benda-benda bersejarah tersebut.
ADVERTISEMENT
''Saran saya yang berwenang mungkin Kemendikbud, Kemenkeu sudah mulai dipikirkan membangun museum. Menurut saya dua atau tiga tahun ke depan harus mulai bangun (museum). Enggak mungkin diletakkan di Museum Nasional, sudah terlalu penuh,’’ ujar Heru.
Kepala Sekretariat Presiden, Heru Budi Hartono Foto: Alfaddillah /kumparan
Heru juga mengusulkan agar Kementerian Kebudayaan dan Museum Nasional agar semakin gencar mendorong pemerintah Belanda untuk mengembalikan benda-benda sejarah lainnya milik Indonesia ke Tanah Air. Bahkan, ia berharap pihak terkait juga dapat merayu negara-negara di Eropa lainnya, seperti Denmark, Rusia, Jerman, dan Spanyol untuk mengembalikan koleksi sejarah Indonesia.
‘’Saya mengusulkan dengan adanya pengembalian 1.500 nanti, kita nggak tau kapan, tahun depan lagi mungkin Pak Sis dan kawan-kawan gencar melobi pemerintah Belanda, bukan Pemerintah Belanda saja tetapi juga di Eropa ada 10 negara, ada Denmark, Rusia, Jerman, Spanyol, terus Austria yang semua memiliki benda-benda sejarah Indonesia,’’ tutur Heru.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, Bonnie mengamini wacana pemerintah yang berencana menyediakan rumah baru bagi benda-benda bersejarah yang baru saja pulang ke kampung halaman itu. Menurut Bonnie, sebelum wacana tersebut terealisasi, alangkah baiknya jika pemerintah membenahi manajemen museum di Indonesia agar lebih berkembang dan menjadi komersil.
''Yang berikutnya saya mau soroti sebelum ada ide bikin museum baru yang sangat bagus tapi mungkin kita harus liat peraturannya ya. Tapi saya lihat kenapa museum kita nggak berkembang, dia (museum) tidak bisa menjadi semi komersil untuk menghidupi dirinya sendiri jadi tergantung pada anggaran negara terus,'' tutur Bonnie.
Pengunjung mengamati keris Kanjeng Kiai Nogo Siluman dalam pameran Pamor Sang Pangeran di Museum Nasional, Jakarta, Minggu (1/11). Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
Ia mengambil contoh museum Schipol di Bandara Amsterdam, Belanda. Bonnie menjelaskan bahwa museum tersebut dapat berkembang dan dikomersilkan lantaran didukung oleh masyarakatnya sendiri melalui dana publik tanpa terus bergantung dengan anggaran pemerintah.
ADVERTISEMENT
Bandara tersebut, sebut Bonnie, dapat menghasilkan produk lokal dengan brand museum itu sendiri. Setiap pengunjung yang masuk ke museum tersebut diminta untuk membeli produk-produk lokal, yang dimaksudkan sebagai royalti kepada Range Museum.
''Museum ini bisa ngembangin diri. Museum Schipol di Bandara Amsterdam itu ada kios-kios yang menjual barang-barang, waffle atau hadiah atau souvenir atau mereknya itu Range Museum sering ada lukisan Rembrandt, lukisannya Van Gogh itu punya mereknya merek Range Museum,'' tutur Bonnie.
''Itu sebagian royalti bayarnya masuk ke Range Museum, jadi dana itu bisa mengembangkan museum. Mereka punya digital koleksi yang tidak semua dipamerin, tetapi ada pameran temporer yang mereka bikin misalkan 2 tahun sekali,'' lanjutnya.
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di gedung Museum Nasional, Jakarta, Senin (8/6). Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Menurut Bonnie, langkah Belanda dalam membudidayakan kreativitas pengrajin lokal dapat ditiru oleh Indonesia sebagai cara untuk melestarikan warisan budaya serta mendorong perkembangan museum. Ia juga menyarankan agar Indonesia terus mengembangkan diri dalam mempromosikan karya-karya yang dipamerkan, salah satunya dengan konsep digital.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, sejalan dengan Pemerintah Indonesia, Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga turut melakukan beberapa upaya untuk melestarikan warisan budaya Tanah Air.
Pimpinan Wilayah BRI Yogyakarta Erizal, mengatakan bahwa bentuk sinergi yang diberikan oleh BRI adalah dengan mengadakan event-event, baik wilayah maupun daerah. Salah satunya dengan mengadakan parade budaya melalui Pesta Rakyat Simpedes.
''Nah, Pesta Rakyat Simpedes itu ada event yang disebut parade budaya nusantara. Itu menampilkan semua budaya yang ada di daerah masing-masing dan itu di setiap wilayah dilaksanakan mulai dari keseniannya. Kemudian pakaian daerah, kemudian lagu-lagu daerah semuanya ditampilkan pada event-event tersebut,'' ujar Erizal.
Pimpinan Wilayah BRI Yogyakarta Erizal Foto: Alfadillah/kumparan
Selain tingkat wilayah, event budaya tersebut dilakukan secara nasional setiap bulan Februari. Selain mengadakan perayaan budaya, bentuk dukungan BRI untuk mendukung pelestarian budaya dengan memberikan stimulus kepada pelaku usaha seni lokal.
ADVERTISEMENT
''Kedua bentuk dukungan dari BRI adalah sponsor. Sponsor ini kita mendukung semua produk-produk berbudaya, produk-produk ekonomi berbasis budaya untuk ikut event-event nasional, seperti di event Inacraft itu kita mengusung para pengusaha batik dan jarik yang ada di daerah ini untuk ikut pameran itu di Jakarta,'' tutur Erizal.
Menariknya, dalam melestarikan warisan budaya Tanah Air, BRI juga membangun museum sejarah yang menceritakan secara historis perjalanan Bank BRI sejak zaman Belanda, Jepang, hingga kemerdekaan. Museum BRI yang terletak di Purwokerto ini juga menyuguhkan alat-alat yang digunakan dalam pelayanan keuangan dari zaman ke zaman.
Selain itu, di Museum BRI juga ditampilkan sejumlah mata uang Indonesia yang beredar sejak zaman Belanda, Jepang, kemerdekaan. Erizal menekankan bahwa pelestarian warisan budaya menjadi komitmen utama BRI dalam mendukung pemerintah pusat.
ADVERTISEMENT
''Jadi, komitmen BRI sudah jelas bahwa budaya ini merupakan bagian yang terpenting untuk mendukung bisnis BRI ke depannya. Mau enggak mau, BRI yang namanya Bank Rakyat Indonesia tentu harus melayani masyarakat dan siap untuk melestarikan budaya masyarakat di Indonesia ini,'' tutup Erizal.
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona).