Komnas HAM: Lapas Pakem Mau Disiplinkan Warga Binaan, tapi Caranya Salah

7 Maret 2022 13:43 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik menghadiri konferensi pers terkait hasil pemantauan dan penyelidikan Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta.  Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik menghadiri konferensi pers terkait hasil pemantauan dan penyelidikan Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengapresiasi upaya pembenahan yang dilakukan petugas Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta atau Lapas Pakem di Kabupaten Sleman, DIY, terhadap sistem pemasyarakatan.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, pembenahan tersebut tak dijalankan sesuai aturan sebagaimana mestinya. Komnas HAM menemukan dugaan tindak kekerasan hingga upaya merendahkan martabat para warga binaan saat memantau dan menyelidiki perkara itu.
"Standar ini banyak sekali dilanggar dalam bentuk kekerasan, perendahan martabat, pelecehan seksual, dan lain-lain. Walau tujuan tadi katanya adalah untuk mendisiplinkan, tapi kan mendisiplinkan adalah satu hal lain dan perendahan martabat itu tidak bisa ditoleransi," kata Ahmad dalam konferensi pers yang digelar secara daring melalui kanal Youtube Komnas HAM, Senin (7/3).
Temuan itu diperkuat pula dari keterangan para eks warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang mengaku sempat memperoleh perlakuan tidak menyenangkan dari para petugas.
Menurut Ahmad, perbuatan itu telah melanggar Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia, yang diadopsi oleh PBB adan diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Kita menemukan berbagai pelanggaran yang ini tadi bertentangan dengan konvensi antipenyiksaan, perendahan martabat manusia, dan penghukuman tidak manusiawi," ucap Ahmad.
"Nah, di dalam konvensi antipenyiksaan dan perendahan martabat dan penghukuman tidak manusiawi itu, itu jelas sekali ada banyak pasal-pasal. Sudah menjadi bagian dari hukum nasional kita karena sudah diratifikasi oleh Presiden Habibie tahun 1998," lanjut Ahmad.
Sejumlah eks narapidana Lapas Narkotika Kelas II A Yogyakarta yang berada di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman mengadu ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan

Kerja Sama dengan Kemenkumham

Kekerasan di dalam lapas di Indonesia, bukan kali ini saja terjadi. Sering terulangnya kejadian itu membuat Komnas HAM bekerja sama dengan Kemenkumham memantau jalannya proses pemasyarakatan di lapas.
Hal itu dimaksudkan agar kekerasan terhadap WBP dapat ditekan seminimal mungkin.
"Komnas HAM sebetulnya punya kerja sama dengan Kemenkumham, diikat di dalam satu kerja sama yang selama ini memang fokusnya, pertama dalam pemantauan seperti sekarang ini telah kita lakukan. Yang kedua ada dalam rangka perbaikan sistem," kata Ahmad.
ADVERTISEMENT
"Nah, dalam rangka perbaikan sistem ini kami kerja sama dengan 4 lembaga negara lain melakukan asesmen secara rutin kepada LP di Indonesia, termasuk rutan yang dikelola oleh polisi," pungkasnya.
Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Tama Tamba di Lapas Narkotika Klas II A Yogyakarta atau Lapas Pakem di Sleman, Rabu (10/11). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Kasus dugaan kekerasan oleh petugas lapas ini mencuat setelah eks napi melaporkan penyiksaan di Lapas Pakem ke Ombudsman DIY tahun lalu. Salah satunya adalah Vincentius Titih Gita Arupadatu (35).
Dia memaparkan kejadian pemukulan dengan kayu, selang, hingga kelamin sapi di sana.
Tindakan kepada napi lain yang dilakukan petugas juga tidak kalah keji, yaitu pelecehan seksual seperti diminta masturbasi dengan menggunakan timun yang dilubangi isinya serta diberi sambal.