Komnas HAM: Peristiwa Paniai 7-8 Desember 2014 Pelanggaran HAM Berat

17 Februari 2020 17:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers Komnas HAM tentang pelanggaran HAM berat peristiwa Paniai pada 7 dan 8 Desember 2014. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Komnas HAM tentang pelanggaran HAM berat peristiwa Paniai pada 7 dan 8 Desember 2014. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Komnas HAM telah merampungkan penyelidikan kasus kekerasan di Paniai, Papua, 7-8 Desember 2014. Kasus bentrok antara aparat TNI dan sipil itu menewaskan 4 warga sipil dan melukai 21 orang lainnya.
ADVERTISEMENT
"Setelah mendapatkan keterangan dari berbagai pihak bahwa peristiwa Paniai 7-8 Desember itu pelanggaran HAM berat," kata Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik, di kantornya, Senin (17/2).
Ketua tim ad hoc penyelidikan kasus ini, M Choirul Anam, menjelaskan dalam kejadian tersebut, terjadi kekerasan terhadap penduduk sipil yang dilakukan oknum aparat TNI. Warga meninggal karena luka tembak dan tusuk.
Sementara ada 21 orang lainnya mengalami luka akibat penganiayaan. Peristiwa ini, kata Anam, tak lepas dari status Paniai sebagai daerah rawan dan adanya kebijakan penanganan daerah rawan di kawasan itu.
Konferensi pers Komnas HAM tentang pelanggaran HAM berat peristiwa Paniai pada 7 dan 8 Desember 2014. Foto: Muhammad Lutfan Darmawan/kumparan
Tak dijelaskan lebih jauh terkait apa yang sebenarnya terjadi saat itu sehingga kekerasan oleh oknum TNI dilakukan terhadap warga sipil. Hal itu, kata Anam, masih bagian dalam proses penyelidikan dan belum bisa disampaikan.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan UU 26 tahun 2000 Pasal 7 dan pasal 9 masuk dalam kategori kejahatan terhadap kemanusiaan. Apakah syarat sistematis dan meluas terpenuhi? Kalau enggak terpenuhi kami juga enggak akan menyimpulkan itu," kata Anam.
Anam juga belum menjelaskan bukti yang Komnas HAM temukan dalam investigasinya. Sebab, hal itu sudah masuk dalam substansi penyelidikan dan sifatnya rahasia. Namun, segala hal dalam investigasi termasuk uji balistik sudah dilakukan.
"Tapi kami mengutarakan metodenya, metode kerja kami meminta semua keterangan aktor yang penting mulai dari aktor paling bawah sampai paling atas mulai dari orang di lapangan sampai orang yang ambil kebijakan," ungkapnya.
Foto aerial Kampung Obano di Distrik Paniai Barat, Papua, Kamis (29/11/2018). Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Anam menyebut, pihaknya telah memeriksa 26 saksi, meninjau dan memeriksa TKP di Enarotali, Kabupaten Paniai. Komnas HAM juga memeriksa beberapa dokumen, diskusi dengan ahli, dan juga menelaah berbagai informasi terkait peristiwa.
ADVERTISEMENT
"Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut, disimpulkan bahwa anggota TNI yang bertugas pada medio peristiwa tersebut, baik dalam struktur komando Kodam XVII/Cendrawasih sampai komando lapangan Enarotali, Paniai, Papua, diduga sebagai pelaku yang bertanggung jawab," ungkapnya.
Anam mengatakan, berkas penyelidikan tersebut telah diserahkan kepada Jaksa Agung pada tanggal 11 Februari 2020 lalu untuk diusut tuntas. Hal itu sesuai ketentuan UU tentag Pengadilan HAM.
"Komnas HAM berharap kasus ini segera dapat berproses ke Pengadilan," pungkasnya.
Saat dikonfirmasi, Kepala Staf Presiden, Moeldoko, menilai peristiwa Paniai merupakan kejadian yang tiba-tiba. Moeldoko mengklaim tak ada instruksi atas peristiwa tersebut. Saat peristiwa terjadi, Moeldoko menjabat Panglima TNI.
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, di Gedung KSP. Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
"Perlu dilihat lah yang benar. Paniai itu sebuah kejadian yang tiba-tiba. Harus dilihat dengan baik itu, karena tidak ada kejadian terstruktur, sistematis. Enggak ada. Tidak ada perintah dari atas. Tidak ada. Tidak ada kebijakan yang melakukan hal seperti itu. Jadi supaya dilihatnya dengan cermat jangan sampai nanti membuat kesimpulan yang tidak tepat," kata Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jl Veteran, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
"Kalau menurut saya apa yang dilakukan oleh satuan pengamanan saat itu adalah sebuah tindakan yang kaget, tiba-tiba, karena dia diserang masyarakat yang kaget begitu. Sehingga tidak ada upaya sistematis. itu, ya," tuturnya.