Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Komnas HAM Soroti Sejumlah Pasal di KUHP: Berpotensi Langgar Hak Asasi Manusia
10 Desember 2022 15:22 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) resmi disahkan sebagai undang-undang, menjadi KUHP pada Selasa (6/12). Namun, Komnas HAM menyoroti banyak ketentuan dalam KUHP yang berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Anis Hidayah, dalam acara Peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia, yang digelar di Komnas HAM pada Sabtu (10/12).
“Komnas HAM juga mencermati respons publik yang dibuat kecewa, khawatir dan tipis harapan atas pengesahan RKUHP menjadi UU,” kata Anis.
Kekhawatiran tersebut sudah tampak dari respons dan kritik masyarakat — bahkan sebelum KUHP disahkan. Sebagian besar masyarakat menilai KUHP mengandung pasal-pasal kontroversial yang cenderung mengkriminalisasi masyarakat.
Pasal KUHP yang Berpotensi Menimbulkan Pelanggaran HAM
Anis menjabarkan, terdapat beberapa pasal yang dianggap ‘mengkhawatirkan’. Lantaran berpotensi menimbulkan pelanggaran atas hak kebebasan berpendapat dan berekspresi.
Yang pertama adalah peraturan tentang unjuk rasa dan demonstrasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 256.
ADVERTISEMENT
Berikut adalah bunyi Pasal 256 KUHP tersebut: “Setiap Orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II,”.
Dalam KUHP, yang dimaksud dengan ‘kepentingan umum’ antara lain demonstrasi atau unjuk rasa yang mengakibatkan terganggunya pelayanan publik.
Kemudian, terdapat pasal 467 dan 468 yang mengatur tentang aborsi bagi perempuan. Berikut adalah bunyi pasal 467 ayat (1): “Setiap perempuan yang melakukan aborsi dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun,”.
Pasal ini tidak berlaku bagi perempuan yang merupakan korban pemerkosaan atau kekerasan seksual lainnya.
ADVERTISEMENT
Sementara pasal 468 mengandung ancaman pidana penjara bagi mereka yang melakukan aborsi terhadap seorang perempuan. Berikut bunyi pasal 468 ayat (1):
“Setiap Orang yang melakukan aborsi terhadap seorang perempuan: a. dengan persetujuan perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun; atau b. tanpa persetujuan perempuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun,”.
Menurut Anis, keberadaan kedua pasal ini memiliki potensi untuk mengkriminalisasi perempuan dan melanggar hak-hak reproduksinya.
Tak hanya itu, terdapat pula pasal mengkhawatirkan lainnya — yakni, pasal 218, 219, 220 yang mengatur tentang Tindak Pidana Penghinaan Kehormatan atau Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Berikut ini bunyi pasal 218 ayat (1): “Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV,”.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, penjelasan dari ‘menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri’ artinya tindakan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri Presiden dan Wakil Presiden. Hukuman ini hanya dapat diberlakukan apabila terdapat aduan oleh Presiden atau Wakil Presiden secara langsung.
Selain ketiga pasal ini, menurut Anis, ketentuan KUHP terkait Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebaran Berita atau Pemberitahuan Palsu sebagaimana diatur dalam pasal 263-264, serta ketentuan tentang Penghinaan Kekuasaan Publik dan Lembaga Negara dalam pasal 349-340 juga berpotensi menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia.
“Pasal-pasal tersebut berpotensi menimbulkan pelanggaran atas hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, berserikat dan berpartisipasi dalam kehidupan budaya sebagaimana dijamin dalam pasal 28 E UUD 1945 dan Pasal 15 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya,” tegas Anis.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi Komnas HAM
Sehubungan dengan semua kekhawatiran ini, Komnas HAM pun mengeluarkan tiga rekomendasi terhadap pemerintah demi mencegah terjadinya pelanggaran, yaitu:
1. Pemerintah agar memastikan pembentukan peraturan pemerintah turunan dari KUHP tidak mengurangi kewenangan Komnas HAM dalam penyelidikan pelanggaran HAM yang berat.
2. Pemerintah agar memastikan bahwa peraturan pemerintah turunan dari KUHP memberikan petunjuk yang pasti untuk mencegah tafsir bermasalah terhadap pasal-pasal yang berpotensi melanggar HAM.
3. Komnas HAM akan mengawal proses penyusunan KUHAP dan mendorong masyarakat sipil untuk melakukan upaya-upaya korektif melalui judicial review di Mahkamah Konstitusi.