Komnas HAM Ungkap Temuan di Lapas Pakem: HP dan Narkoba Masih Beredar

7 Maret 2022 15:30 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam. Foto: Ferry Fadhlurrahman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam. Foto: Ferry Fadhlurrahman/kumparan
ADVERTISEMENT
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam mengungkapkan temuan pihaknya terkait dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oleh oknum petugas Lapas Narkotika Klas II A Yogyakarta atau Lapas Pakem di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
ADVERTISEMENT
Sebelum tahun 2020, Komnas HAM mencatat narkoba dan telepon genggam masih jadi hal yang lumrah ditemui di lapas tersebut. Tak jarang, pungutan uang juga kerap dilakukan para petugas dengan maksud dan tujuan tertentu.
"Pertama adalah kondisi di lapas. Jadi kondisi di lapas itu narkoba masih beredar, penggunaan HP masih beredar, pungutan uang juga masih sering terjadi. Tapi komunikasi antara petugas lapas dengan penghuni lapas berjalan cukup baik sehingga intensitas kekerasannya minim. Tapi kondisinya seperti itu," ujar Anam dalam konferensi pers yang digelar secara daring melalui kanal Youtube Komnas HAM, Senin (7/3).
Ketua Komnas HAM RI, Ahmad Taufan Damanik menghadiri konferensi pers terkait hasil pemantauan dan penyelidikan Lapas Narkotika Klas IIA Yogyakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Kondisi di lapas, menurut Anam, sedikit berubah pada akhir tahun 2020 di mana saat itu terjadi pergantian Kalapas dan Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP). Kondisi itu terlihat dari ditemukannya sebanyak 2.828 pil sapi hingga 315 telepon genggam dari para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP).
ADVERTISEMENT
Di samping itu, berdasarkan dokumen dan data yang dikantongi tim saat ini, pada tahun 2020 akhir itu juga mencatat adanya eskalasi peningkatan jumlah kekerasan yang cukup signifikan.
"Ada konteks kayak begitu dalam konteks ini dan kekerasan memang sering terjadi. Kenapa mereka menemukan ini karena memang salah satunya ketika mendapat informasi langsung digerebek dan lain sebagainya tidak kenal waktu," ungkap Anam.
"Sehingga karena tidak kenal waktu inilah mengganggu yang lain kadang-kadang. Di sinilah pemukulan, kekerasan, intensitasnya sangat tinggi ketika memang medio ini," lanjut dia.
Ketua Tim Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Tama Tamba di Lapas Narkotika Klas II A Yogyakarta atau Lapas Pakem di Sleman, Rabu (10/11). Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
Kondisi serupa, menurut Anam masih terus berlanjut pada medio pasca tahun 2020. Tindak kekerasan masih berada pada angka yang terbilang cukup tinggi.
Padahal di satu sisi Komnas HAM seringkali menyampaikan bahwa tindakan kekerasan apa pun sama sekali tak dibenarkan. Meski alasannya untuk tujuan pembinaan hingga pendisiplinan WBP.
ADVERTISEMENT
"Dikasih warning sejak awal bahwa tidak boleh ada upaya atas nama apa pun entah pendisiplinan dan sebagainya, terus upaya penyiksaan, perendahan martabat, itu tidak boleh. Jadi memang harus taat pada SOP," kata Anam.
Kasus ini mencuat setelah sebelumnya eks napi melaporkan penyiksaan di Lapas Pakem ke Ombudsman DIY. Salah satunya adalah Vincentius Titih Gita Arupadatu (35). Dia memaparkan kejadian pemukulan dengan kayu, selang, hingga kelamin sapi di sana.
Tindakan kepada napi lain yang dilakukan petugas juga tidak kalah keji yaitu pelecehan seksual seperti diminta masturbasi dengan menggunakan timun yang dilubangi isinya serta diberi sambal.