Konflik Internal di Keraton Solo Sudah Terjadi Sejak 1745, Ini Sejarahnya

27 Desember 2022 18:25 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Keraton Solo dijaga polisi Foto: Mohammad Ayudha/ANTARA
zoom-in-whitePerbesar
Keraton Solo dijaga polisi Foto: Mohammad Ayudha/ANTARA
ADVERTISEMENT
Keraton Solo atau juga dikenal dengan Keraton Kasunanan Surakarta merupakan pecahan dari Kerajaan Mataram. Pecahnya wilayah Mataram ini, menjadi saksi berdirinya 2 kerajaan di Jawa, yakni Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo) dan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat.
ADVERTISEMENT
Pembagian dua wilayah kerajaan terjadi di era kepemimpinan Pakubuwono II (PB II) atau Raden Mas Prabasuyasa di istana Kasunanan Kartasura.
Berawal dari konflik saudara yang terjadi antara PB II dengan Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said yang tidak setuju dengan kebijakan PB II terhadap keputusan yang memihak VOC. Peristiwa itu dikenal dengan Geger Pecinan yang terjadi pada tahun 1740.
Hubungan PB II dengan Pangeran Mangkubumi adalah kakak-beradik. Mereka berdua merupakan anak dari Amangkurat IV yang memimpin Kerajaan Mataram pada 1719-1726. Sementara, Raden Mas Said adalah salah satu cucu dari Amangkurat IV atau keponakan dari PB II dan Pangeran Mangkubumi.

Berawal dari Pecahnya Kerajaaan Mataram

Monumen Perjuangan Laskar Tionghoa dan Jawa Melawan VOC Foto: Akbar Ramadhan/kumparan
Awalnya, VOC memberlakukan kebijakan ingin mengurangi jumlah orang Cina yang ada di Batavia. Banyak orang Cina yang berbondong-bondong bermigrasi ke arah Jawa Tengah dan membentuk gerakan perlawanan, Laskar-laskar Cina.
ADVERTISEMENT
PB II secara diam-diam sempat mendukung gerakan perlawanan orang-orang Cina ini. Namun, PB II mengubah arah haluan dengan memihak VOC, lantaran Kota Semarang menjadi pusat VOC untuk bagian timur Batavia.
Keberpihakan PB II membuahkan hasil, VOC menaikkan PB II sebagai Raja Keraton Surakarta. Pangeran Mangkubumi pun merasa lebih berhak mendapatkan takhta tersebut setelah Amangkurat IV wafat. Saat PB II telah mendapatkan kekuasaannya (1745-1749), ia merasa Keraton Kartasura sudah tak layak untuk menjadi kerajaan. Berdasarkan kepercayaan Jawa saat itu, keraton yang sudah rusak telah kehilangan wahyu.
Setelah melalui banyak pertimbangan oleh sang Raja, Desa Solo diputuskan menjadi tempat pengganti Keraton Kartasura yang mengalami kehancuran pada saat itu.
Sri Winarti dalam Sekilas Sejarah Karaton Surakarta, menyebut secara resmi bahwa Keraton Solo atau Keraton Surakarta ini berdiri pada 17 Januari 1745.
Sejumlah prajurit Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dari Lembaga Dewan Adat melakukan atraksi kirab di kawasan keraton setempat, Solo, Jawa Tengah, Minggu (26/6/2022). Foto: Maulana Surya/ANTARA FOTO
Tak berhenti sampai di situ, kali ini Raden Mas Said berusaha untuk menuntut haknya di depan VOC sebagai pewaris Kerajaan Mataram. Selain Raden Mas Said yang protes terhadap pengangkatan PB II sebagai raja, Pangeran Mangkubumi juga menilai dirinya lebih berhak mendapatkan takhta. Selama kedua perlawanan tersebut berlangsung, VOC merasa kewalahan dan pada akhirnya memutuskan untuk mengadu domba Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said.
ADVERTISEMENT
Salah satu cara yang dilakukan VOC adalah dengan menjanjikan Pangeran Mangkubumi separuh wilayah Mataram. Persekutuan antara Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said berhasil dipecahkan VOC.
Pertemuan antara VOC dengan Pangeran Mangkubumi pada 13 Februari 1755 ini yang pada akhirnya menghasilkan perjanjian Giyanti yang membagi wilayah antara Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo) dan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat.
Pembagian 2 wilayah kerajaan ini disebut sebagai "membelah nagari". Kasunanan Surakarta Hadiningrat berada di sebelah timur Sungai Opak yang dikuasai Pakubuwono III usai Pakubuwono II wafat pada 20 Desember 1749.
Sementara, Pangeran Mangkubumi menguasai Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat yang wilayahnya berada di bagian barat. Pada akhirnya, Raden Mas Said tetap mendapatkan sedikit wilayah Kasunanan Surakarta yang kemudian menjadi Kadipaten Mangkunegaran.
ADVERTISEMENT
Sampai akhirnya VOC pun merasa gerah dengan perlawanan-perlawanan Raden Mas Said, akhirnya ia pun diasingkan ke Sri Lanka hingga meninggal dunia.

Konflik Internal di Era Tahun 2000-an

Konflik internal Keraton Solo terkait pewaris takhta berlanjut hingga memasuki era tahun 2000-an. Tepatnya, saat Pakubuwono XII yang memimpin Keraton Solo sejak tahun 1945 dan mangkat pada tahun 2004.
Penetapan ahli waris mengalami proses yang sangat rumit dan penuh konflik. PB XII hanya memiliki 6 selir dan tidak memiliki permaisuri dengan jumlah anak sebanyak 35 orang (15 putra, 20 putri).
Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII (kanan) bersama permaisuri menghadiri Jumenengan Mangkunagoro X di Pura Mangkunegaran, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (12/3/2022). Foto: Mohammad Ayudha/ANTARA FOTO
Secara resmi, PB XII tidak menunjuk pewaris takhta selanjutnya. Konflik antara anak dengan ibu yang berbeda pun tak terelakkan. Putra tertua PB XII dari selir ketiga, Sinuhan Hangabehi, mendeklarasikan diri sebagai raja pada 31 Agustus 2004.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, anak PB XII dari selir lainnya, Sinuhan Tedjowulan, menyatakan dirinya sebagai raja pada 9 November 2004.
Konflik pun semakin tak terbendung, Joko Widodo (Jokowi) yang saat itu masih menjabat sebagai wali kota Surakarta — kini Presiden RI —berusaha untuk mendamaikan kedua kubu tersebut.
Akhirnya, Hangabehi dengan gelar PB XIII yang ditetapkan sebagai penerus PB XII. Sementara, Tedjowulan dijadikan sebagai mahapatih.
Namun, konflik kembali memanas saat putri PB XII bernama Gusti Raden Ayu (GRAy) Koes Moertiyah alias Gusti Moeng dan saudara-saudaranya tidak setuju dengan keputusan tersebut. Mereka pun membentuk sebuah lembaga bernama Lembaga Dewan Adat (LDA) yang "mengkudeta" kekuasaan PB XIII.
Konflik keluarga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat semakin memanas di tahun 2017. Bahkan, putri PB XIII terkurung di dalam kediaman putri-putri raja bersama abdi dalem.
ADVERTISEMENT
Pengurungan terhadap sekitar 5 orang kembali terjadi pada Februari 2021, termasuk di dalamnya ada yang merupakan keturunan PB XII.
Sejumlah prajurit Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan seniman berkolaborasi dalam peluncuran Atraksi Budaya Prajurit Solo di halaman keraton setempat, Solo, Jawa Tengah, Sabtu (6/11/2021). Foto: Maulana Surya/ANTARA FOTO
Pada akhir tahun 2022 ini, konflik internal keluarga keraton kembali bikin gempar.
Kali ini kembali terjadi antara Lembaga Dewan Adat (LDA) dan keluarga PB XIII pada Jumat (23/12).
Putri kedua Sri Susuhunan PB XIII, Gusti Raden Ayu (GRAy) Devi Lelyana Dewi, mengaku terluka saat puluhan orang memaksa menutup akses pintu masuk Keraton Surakarta.
"Saya kaget tiba-tiba sekitar 50 orang mau masuk, mengunci pintu Kamandungan. Terus dicegah sama keponakan saya, dipukuli terus dan ditodong pistol," kata Devi yang tergabung dalam LDA, Sabtu (24/12).
Mengenai dugaan penganiayaan, Sentono Ndalem Keraton Kasunanan Surakarta, KRA Christophorus Aditiyas Suryo Admojonegoro, mengaku telah dianiaya oleh putri Keraton Solo berinisial GKR TRKD.
ADVERTISEMENT
Beberapa hari sebelumnya, Devi melaporkan adanya pencurian di tempat tinggalnya di keraton.
Pencurian itu membuat Gusti Moeng yang memimpin LDA dan beberapa tahun belakangan ini "dilarang" masuk keraton, bermaksud membuka pintu keraton yang sudah ditutup selama 5 tahun agar kondisi dalam keraton bisa dilihat langsung masyarakat dan kerabat raja yang lain.